Daily News | Jakarta – Anies tampil sebagai tokoh politik “utama” yang memberikan bekas lebih luas dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang mendukung lawan dari duet Pramono-Rano.
Maka, pengamat politik senior Fachry Ali tiba-tiba ingat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) begitu dirinya melihat televisi pada Minggu malam itu mewartakan kemenangan duet Calon Gubernur-Calon Wakil Gubernur Jakarta, Pramono Anung-Rano Karno yang didukung Anies Baswedan.
“Ahad malam 8 Desember 2024, saya mendengar berita dari sebuah stasiun televisi yang menyatakan bahwa pasangan Pramono Anung dan Rano Karno memenangkan pertarungan memperebutkan kedudukan puncak di Jakarta,” demikian Fachry Ali memulai ceritanya di kanal YouTube @Kolom Fachry Ali (KOFI TV) yang dilihat KBA News, Senin malam, 16 Desember 2024.
Sebagaiaman diketahui, pasangan Mas Pram-Bang Rano ini berhadapan dengan dua pasangan lainnya. Salah satunya dan sebelumnya dianggap berat itu sebut Fachry adalah Ridwan Kamil-Suswono (RIDO).
“Tiba-tiba saya ingat Partai Keadilan Sejahtera. Kenapa? Saya ingat banyak sekali, tetapi tidak bisa semua saya ungkapkan. Yang jelas adalah PKS ini suaranya di dalam pemilu legislatif meningkat di Jakarta,” tutur Fachry.
Banyak orang kemudian menyatakan naiknya suara PKS di pemilihan legislatif tersebut, jelas Fachry lebih lanjut, ini karena imbas dari pengaruh Anies Baswedan.
“Dan memang PKS adalah pendukung Anies Baswedan di dalam kontestasi kepresidenan tahun yang sama, tetapi berlangsung beberapa bulan sebelumnya,” imbuhnya.
Demikian halnya dengan Partai NasDem, menurut Fachry juga mendapatkan pengaruh dari dukungan mereka kepada Anies Baswedan sehingga mampu memperoleh keaikan suara pada pemilu legislatif.
“Baik NasDem maupun PKS itu sama-sama mendapatkan limpahan pengaruh dari Anies Baswedan,” tandasnya.
Tampil Anies Baswedan sebagai tokoh politik “utama” di dalam pentas pertarungan kekuasaan di Indonesia, menurut Fachry juga tidak lepas atau berasal dari dukungan Prabowo Subianto yang kini telah menjadi presiden.
Sejurus kemudian Fachry membeberkan bagaimana Prabowo pada suatu waktu tiba-tiba mengundang Anies untuk maju di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. “Dia (Anies) bahkan walaupun tidak berpartai, itu didukung menjadi calon gubernur,” sebut Fachry.
“Sementara anggota Gerindra yang mendukung Anies menjadi calon gubernur, yaitu Sandiaga Uno ditempatkan sebagai wakil dari calon gubernur di dalam pertarungan pada 2017 itu,” sambungnya.
Dan sejak itu, terutama karena pasangan Anies-Sandi memenangkan pertarungan, menurut Fachry telah mendorong sosok kepolitikan Anies Baswedan bergerak ke atas.
“Ini adalah sebuah latar belakang singkat yang ingin saya ceritakan di dalam konteks ini. Tetapi di dalam Pemilukada 2024 ini, PKS tidak lagi menjadi pendukung Anies Baswedan,” bebernya.
Fachry menjelaskan, PKS mendorong salah satu anggotanya, yaitu Suswono yang didampingkan dengan Ridwan Kamil alias Kang Emil, mantan Gubernur Jawa Barat untuk tampil menjadi Calon Gubernur-Calon Wakil Gubernur di Pilkada Jakarta 2024.
“Hasilnya seperti yang telah saya sampaikan di awal, pertarungan itu dimenangkan oleh Pramono Anung dan pasangannya Rano Karno,” jelas Fachry.
Lantas apa kaitannya dengan Anies? Fachry menjelaskan, oleh keadaan-keadaan tertentu dan proses terbentuknya emosi tertentu, Anies kemudian condong memberikan dukungan kepada pasangan Pramono Anung dan Rano Karno. Bukan kepada mantan rekannya, yaitu tokoh yang didukung oleh PKS dalam hal ini Suswono.
“Ini yang kemudian menyebabkan terjadi sebuah perubahan peta politik tertentu,” tandas Fachry seraya ,menambahkan, konon kabarnya mantan Presiden Joko Widodo dengan sedikit bersifat demonstratif, berusaha untuk memperlihatkan kecondongannya kepada Ridwan Kamil dan Suswono. Bukan kepada mantan koleganya yang satu partai sebelumnya, yaitu Pramono Anung.
“Jadi setidak-tidaknya di dalam konteks ekspresi emosional, mereka melihat bahwa pertarungan di Jakarta ini, wajah Anies itu memberikan bekas yang lebih luas dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang mendukung lawan dari Pramono Anung dan Rano Karno,” analisisnya.
Kesan Awal dan Realitas PKS
Fachry mempunyai kesan awal demikian halnya kesan publik yang ia tangkap secara umumnya menganggap PKS sebagai partai yang idealis. Dalam pengertian, PKS tidak akan pernah membuat keputusan-keputusan hanya didasarkan untuk mendapatkan jabatan, melainkan sebuah tujuan yang bersifat ideal.
PKS dalam realitasnya telah berkembang menjadi partai di dalam pengertian yang sebenarnya. Yaitu jelas Fachry, sebuah pelembagaan politik yang kemudian melakukan negosiasi dengan kekuatan-kekuatan politik lainnya.
“Bukan lagi didasarkan pada gagasan-gagasan ideal seperti yang mereka gambarkan sebelumnya atau seperti yang dipahami oleh publik,” imbuhnya.
Nah, di dalam konteks inilah kemudian kita lihat nasib PKS di dalam Pilkada Jakarta tahun 2024. Pilkada Jakarta memang penting setidak-tidaknya itulah yang dikatakan oleh headline harian Kompas.
“Saya bacakan di sini, ‘Jakarta Barometer Demokrasi’. Jadi di dalam konteks ini, kendati pun tidak lagi menjadi wilayah khusus ibu kota, kontestasi Pilkada Jakarta itu tetap penting,” kata Fachry seraya memperlihatkan koran Kompas.
Dan, di situlah PKS telah ikut bertarung. Kendati pun sudah maju bersama-sama dalam koalisi gemuk, tetapi PKS menurut Fachry tidak lagi berada di dalam garis seperti yang dirumuskan di masa lalu.
“(PKS) melainkan telah menjadi sebuah partai yang selalu siap bernegosiasi dengan kelompok-kelompok lainnya. Lalu juga selalu siap untuk meninggalkan kawan-kawan yang sebelumnya pernah didukungnya,” demikian Fachry. (DJP)