Daily News | Jakarta – Pada hari lebaran aneka penganan khas Betawi seperti dodol, kue putu mayang, akar kelapa, kembang goyang kerap disajikan sambut kedatangan tamu.
Penulis sejarah Jakarta, Teguh Setiawan, mengatakan bagi orang Betawi bulan puasa dan Idul Fitri atau lebaran adalah istimewa. Mereka menyesaki masjid dan mushala di kampung-kampung. Harus diakui ke dalam pengaruh Islam dalam budaya Betawi itu merupakan salah satu jasa besar dari para ulama keturunan Arab yang akrab mereka panggil ‘habib’.
“Berbeda dengan di Jawa, guru spiritual orang Betawi dari dahulu adalah kebanyakan para habib atau bukan para kyai (yai) seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dahulu mendiang Buya Hamka memuji sikap istiqomah dalam beragama Islam orang Betawi. Meski banyak yang hidup susah dan hidup ratusan tahun dalam penindasan kolonial, orang Betawi tetap mampu menjaga iman Islamnya. Jasa itu salah satunya terjejak dari peran para Habib yang ada di Kampung Kwitang,” kata Teguh kepada KBA News, Selasa 25 Maret 2025.
Selain itu hari lebaran bagi orang Betawi sudah menjadi ritual khusus. Pada malam hari sebelum takbiran, menjelang buka puasa, para tetangga saling mengantar makanan atau ngejot antar tetangga dan famili. “Ngejot adalah proses tradisi ini dilakukan saat warga Betawi akan melakukan lebaran atau hajatan. Kala itu pihak keluarga mendata keluarga dan tetangganya yang akan dikirimi bingkisan khusus. Misalnya, berupa nasi dan lauk pauk dalam rantang.”
“Sebelum lebaran, para kaum ibu juga memasak makanan khusus, yakni aneka makanan khas Betawi untuk dihidangkan kepada para ‘tetamu’ yang datang ke rumah untuk bersilaturahmi. Aneka dodol, kue putu mayang, akar kelapa, kembang goyang kerap disajikan. Anak-anak bersuka ria mendapat uang jajan tambahan,” kata Teguh Setiawan.
Namun terkait istilah mudik meski kini menjadi kata populer menjelang lebaran, hendaknya pula jangan tanya kaitkan atau bertanya soal mudik kepada orang Betawi. “Mereka pasti akan di bingung soalnya sebenarnya kampung asli tempat tinggal mereka kebanyakan kini sudah di ‘udik’ dan hilang karena tergusur,” ungkapnya.
Apalagi, kalau memakai istilah ‘mudik’ untuk memaknai pulang kampung. Orang Betawi kampungnya sebenarnya kini berada di bagian hilir. “Malah lebih tepat bila orang Betawi kalau pulang kampung itu pergi ke ‘hilir’ atau ‘milir’ karena pergi ke arah utara. Ini karena rumah mereka sebagian besar sekarang di arah selatan, misalnya di Depok, Parung, Bintaro, Bekasi, Tangerang. Sedangkan rumah aslinya di Tenabang (Tanah Abang), Kuningan, kawasan kota, kawasan Senayan sekarang sudah berubah menjadi area perkantoran atau perumahan yang amat mahal dan ditinggali kaum pendatang.
“Atau malah jangan-jangan kini sudah ada perkembangan terbaru yakni orang Betawi ikut mudik. Hal ini karena istri atau suaminya merupakan seorang pendatang dari luar Jakarta. Uniknya lagi kini sebagian orang Betawi memaknai pulang dengan (pergi) ‘ke Jawa’ karena seolah Betawi tidak berada di pulau Jawa,” tandas Teguh Setiawan. (EJP)
Discussion about this post