Daily News | Jakarta – Pemerintahan Jokowi memberikan status Proyek Strategis Nasional kepada Pantai Indah Kapuk-2 (PSN PIK-2) agar di kawasan itu ada jalinan yang padu antara masyarakat kelas atas dengan kelas bawah. Tetapi, itu rasanya tidak mungkin terjadi. Dalam istilah pepatah populer: Menegakkan Benang Basah.
Sebagaimana diketahui, Proyek pengembangan Kawasan Pantai Indah Kapuk atau PIK2 di wilayah Provinsi Banten, masuk ke dalam ratusan proyek strategis nasional (PSN) sejak era Presiden Jokowi (2022). Pada tahun 2024, ditetapkan 14 PSN baru di antaranya PIK-2 yang belakangan menimbulkan heboh karena ditolak oleh Forum Ulama Banten yang di dalamnya termasuk Mantan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
Presidum Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (AKSI) Juju Purwantoro menyatakan hal itu kepada KBA News, Selasa, 24 Desember 2024. Presiden Jokowi di masa akhir jabatannya menunjuk PIK-2 sebagai PSN yang target total investasi senilai Rp 40 triliun di kawasan tersebut yang dilaksanakan oleh Aguan (Agung Sedayu) dan Antoni Salim.
Sejak ditetapkan sebagai PSN, demi mencapai targetnya, mereka, pimpinan PIK-2 diduga telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) kepada rakyat di lokasi terdampak. Pihak pengembang diduga telah melakukan penyerobotan paksa (perampokan) tanah milik rakyat, melalui upaya ‘penyelundupan hukum’ secara sistematis yang dibungkus dengan legalitas.
Menurut Alumni Fakultas Hukum UI yang menjadi salah seorang penasehat hukum para warga korban PIK-2 itu, ditetapkannya proyek PIK-2 menjadi PSN tidaklah tepat, karena target sasaran PSN itu adalah untuk program-program yang strategis dan perlu percepatan. Dengan penetapan PSN ini justru akan berpotensi penyalahgunaan wewenang atas proyek PIK-2 dengan dalih status PSN.
“Bahwa penetapan PSN bagi proyek PIK-2 tidak sesuai dengan regulasi dan norma hukum yang benar. Dibangunnya suatu wilayah sebagai PSN, harus terjadi pembangunan dan pemerataan ekonomi bagi masyarakat. Proyek tersebut harus dipastikan dapat menjadi kawasan yang harus memberikan manfaat dan nilai tambah ekonomi lebih luas lagi bagi masyarakat terdampak,” tegasnya.
Hanya satu golongan
Sedangkan kenyataannya, PIK-2 nampaknya nanti hanya sebagai kawasan eksklusif (elite) atau , dimanfaatkan bagi golongan keturunan China saja. Memang ada klausul, PIK-2 juga akan memfasilitasi hunian tipe sederhana, di wilayah itu untuk semua kalangan warga diharapkan dapat memicu kegiatan ekonomi masyarakat golongan ekonomi menengah dan bawah. Diharapkan ada hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) antara penguasa dan pengusaha (oligarki).
Tetapi itu tampaknya sulit, jika negara dalam prakteknya secara terselubung tetap berpihak pada sistem ekonomi kapitalisme. Kita dapat melihat secara kasat mata adanya prioritas pembangunan fisik bagi golongan elit tertetu, sehingga memarjinalkan golongan masyarakat bawah. Hal itu dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan ekonomi.
Dikarenakan hunian yang telah dibangun di sana memang bukan diperuntukkan bagi masyarakat kecil namun lebih kepada kepentingan bisnis. Tujuan pembangunan PIK-2 oleh oligarki adalah untuk memperoleh keuntungan belaka. Tentu bagi mereka yang beruang akan dengan mudah mendapatkan hunian kawasan elit sekaligus dengan harga yang mahal.
Sementara untuk mayoritas rakyat miskin di wilayah itu, jangankan membeli rumah, untuk memenuhi kebutuhan pangan dan hidup sehari-haripun mereka masih kesulitan. Sebagai contoh wilayah PIK-1, saat ini di daerah tersebut sudah menjadi kawasan elit. Rakyat biasa untuk melewati saja kawasan tersebut sangat sulit, karena dipenuhi dengan persyaratan keamanan dan birokrasi yang jlimet.
PSN dengan model seperti itu, rawan mengakibatkan beragam konflik di masyarakat seperti konflik agraria, kerusakan lingkungan, sosial budaya, dan tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kemakmuran rakyat banyak .”Karena itu, wajar dan sudah tepat jika MUI dan Ulama Banten meminta Presiden Probowo mencabut status PSN dari PIK-2,” demikian Juju Purwantoro. (AM)