Daily News | Jakarta – Ada menteri yang terindikasi kuat tersangkut hukum bahkan sudah diperiksa Kejagung sebelumnya tapi masih tetap bebas, bahkan kembali diangkat menjadi menteri.
JAKARTA | KBA – Langkah Kejaksaan Agung menetapkan bekas Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan 2015-2016 dipertanyakan banyak kalangan. Sehingga terindikasi kuat ada aroma politik di balik keputusan hukum tersebut.
“Melihat kasus yang dituduhkan sudah hampir sembilan tahun, sulit untuk dikatakan murni penegakan hukum. Bagaimana suatu kebijakan, baru menjadi masalah, diungkit, diusut setelah hampir sembilan tahun?” ungkap akademisi yang juga aktivis senior Dr. Nurmadi Harsa Sumarta kepada KBA News Rabu, 30 Oktober 2024.
Dugaan politisasi hukum di balik pengusutan kasus tersebut mencuat mengingat posisi tokoh bernama lengkap Thomas Trikasih Lembong itu beberapa tahun terakhir. Dia menjelaskan, belakangan ini Tom Lembong sangat kritis terhadap pemerintah, bahkan menjadi tim inti Anies Baswedan selaku capres yang melawan jagoan penguasa pada Pilpres 2024 lalu.
Terlebih saat ini Tom Lembong sedang mempersiapkan pendirian ormas atau parpol baru bersama mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. “Tom Lembong yang punya posisi strategis tampak menjadi sasaran bidik politik penguasa,” beber pentolan Forum AKSI (Alumni Kampus Seluruh Indonesia) ini.
Dugaan adanya politisasi hukum ini semakin menguat lagi karena pihak Kejagung tidak adil dan tidak fair dalam menegakkan hukum. Mengingat ada menteri yang terindikasi kuat tersangkut hukum bahkan sudah diperiksa Kejagung sebelumnya tapi masih bebas, bahkan kembali menjabat di Pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Sejauh ini kita sering mendengar sandera kasus dan kriminalisasi untuk pejabat maupun politisi, bahkan yang masih aktif untuk menakut-nakuti dan mengatur lawan politik. Kita lihat bagaimana ketua partai, menteri yang kuat punya kasus bisa bebas. Mereka aman kalau mau diatur dan mendukung maunya rezim,” ucapnya.
“Aroma politik dan kriminalisasi dalam penyalahgunaan institusi dan instrumen hukum sangat kental. Akankah praktik mengebiri keadilan dan hukum model ini tetap akan berlanjut oleh rezim Prabowo sebagai penerus?” katanya mempertanyakan.
Terhadap adanya indikasi politisasi hukum ini, dia mengingatkan aparat dan institusi penegak hukum agar tidak mau dijadikan alat politik oleh penguasa untuk menindak mereka yang berbeda haluan politik. “Institusi hukum harus adil di mata hukum, rakyat, dan tidak boleh mengikuti pesanan dan kepentingan politik semata,” tegasnya.
Sejalan dengan itu pula, dia juga mengajak semua masyarakat untuk mengawal kinerja institusi penegak hukum agar bekerja sebagaimana mestinya. Hal ini penting untuk dilakukan karena wibawa hukum dan keadilan sedang dipertaruhkan.
“Tentu keadilan akan mencari jalannya dan rakyat harus sadar untuk mengawal bagaimana institusi hukum kita bekerja untuk keadilan. Hukum harus tegak dan tidak berpihak di luar keadilan. Mari kita berjuang bersama demi hukum yang adil dan bermartabat di mata Tuhan dan rakyat,” demikian Dr. Nurmadi Harsa Sumarta.
Sebagaimana diketahui, selain Tom Lembong, pihak Kejaksaan Agung juga menjerat Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 2015-2016 Charles Sitorus sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Sebelumnya Kejagung mengklaim tidak ada unsur politis di balik penanganan kasus yang merugikan negara Rp400 miliar tersebut. “Penanganan perkara terkait importasi gula, sekali lagi saya nyatakan, di sini tidak ada politisasi hukum, tetapi murni penegakan hukum,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar. (AM)