Daily News | Jakarta – “Kita menilai, sangat berbahaya bila kepolisian yang adalah pilar penegak dan pelaksana UU untuk melindungi Rakyat tetapi faktanya menjadi institusi yang merusak HAM, Demokrasi dan Konstitusi. Akibatnya Negara Hukum dan Negara demokrasi menjadi Negara polisi.” #KBANews.
Maka, tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) akan menggugat Polda Metro Jaya atas pelanggaran UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan juga akan melaporkan Polda Metro dan para penyidik ke Propam. Hal itu dilakukan sebagai perwujudan hak masyarakat melawan dugaan kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Ketua TPUA yang juga Direktur Gerakan Perubahan Muslim Arbi kepada KBA News, Ahad, 11 Mei 2025 menyikapi banyak anggota TPUA yang dipanggil polisi sehubungan dengan pengaduan mantan Presiden Joko Widodo. Menyusul pengaduan itu, polisi memanggil sejumlah advokat yang disebut Jokowi sudah menghina dirinya atas tuduhan bahwa dia memiliki ijazah palsu. Ijazah yang dimaksud adalah ijazah sarjana miliknya dari Fakulras Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Kasus Ijazah Palsu itu telah menimbulkan kehebohan publik. Tiga pakar alumni UGM, yaitu Roy Suryo, Rismon Sianipar dan Tifauziyah Tyassuma dengan keahlian profesi mereka miliki menyatakan bahwa ijazah Jokowi itu palsu. Pengacara kondang asal Bandung Haris Fadillah mendukung mereka. Akibatnya mereka diadukan Jokowi ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan mencemarkan nama baik dan menyebarkan fitnah.
Dalam proses dugaan ijazah palsu Jokowi di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada ( UGM) itu para advokat dan pembela sudah dan akan dipanggil polisi yaitu Haris Fadillah, sedang Eggi Sudjana dan Meidi Juniarto akan dilakukan pemeriksaan oleh kepolisian. Sementara Damai Hari Lubis dan Kurnia Tri Royani, telah menjalani pemeriksaan pada 10 Mei, dan akan dilanjutkan minggu depan oleh Polda Metro Jaya.
TPUA menilai tindakan polisi itu telah menodai hak imunitas advokat. berdasarkan UU No 18 tahun 2023 tentang Advokat di pasal 16 diatur perihal hak imunitas advokat (pengacara). Pasal itu menyebutkan dalam hal sedang menjalankan tugas profesinya seorang advokat tidak bisa dituntut di depan pengadilan, tidak bisa dipanggil dan diminta keterangan yang berkaitan dengan tugas yang sedang dijalankannya.
Karena itu, TPUA akan menggugat polisi yang memanggil para advokat itu. Menurut Muslim, tindakan itu perlu dilakukan karena langkah dan tindakan oleh TPUA terkait Dugaan Ijazah Palsu Joko Widodo. Apa yang dilakukan para advokat itu sudah tepat dan benar sesuai dengan UU yang berlaku dan ketentuan yang ada.
Hak Publik Tahu
“Gugatan soal Ijazah Palsu Jokowi itu sudah dilayangkan ke Pengadilan beberapa kali dan juga laporan ke Bareskrim Mabes Polri. Langkah dan tindakan TPUA itu bukan suatu perbuatan yang dilakukan secara sengaja untuk menghina dan mencemar nama baik seseorang termasuk Joko Widodo. Walaupun tidak lagi sebagai Presiden, Jokowi sampai saat ini masih menjabat sebagai Pejabat Publik. Karena berstatus sebagai penasehat Danantara di mana penugasannya sesuai Keppres yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto,” kata aktivis senior alumni ITB Bandung itu.
Apalagi, tambahnya, Keputusan Mahkamah Konstitusi telah menggugurkan ketentuan yang mengatur seseorang pejabat publik melaporkan para pengkritik sebagai penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Karena itu, kritik publik terhadap seorang pejabat publik bukan suatu kejahatan pidana melainkan sebagai bagian dari demokrasi tentang pengawasan publik terhadap seorang pejabat.
Karena itu, katanya, melaporkan para pengkritik kepada kepolisian adalah upaya merusak dan memberangus demokrasi dan mematikan hak asasi warga negara. Demikian juga tindakan Polda Metro Jaya yang menerima pelaporan seorang pejabat publik karena merasa dihina dan dicermarkan nama baiknya dan menyidik para pengkritik adalah pelanggaran Hak Asasi setiap warga negara, merusak demokrasi dan melanggar UU Keterbukaan Informasi publik.
Karena itu pula, Kepolisian Polda Metro Jaya patut digugat ke Mahkamah Konstitusi, dan melaporkan tindakan aparat kepolisian atas pemanggilan dan penyidikan para Aktivis TPUA itu, adalah langkah menyelamatkan Hak asasi, demokrasi dan Konsitusi. Ini sekaligus memberikan pelajaran kepada pihak kepolisian agar menghormati HAM setiap Warga Negara, menjunjung Tinggi Demokrasi dan menegakkan Konsitusi.
“Kita menilai, sangat berbahaya bila kepolisian yang adalah pilar penegak dan pelaksana UU untuk melindungi Rakyat tetapi faktanya menjadi institusi yang merusak HAM, Demokrasi dan Konstitusi. Akibatnya Negara Hukum dan Negara demokrasi menjadi Negara polisi,” demikian Muslim Arbi. (AM)