Daily News | Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam tindakan ajudan Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo yang menghalang-halangi kerja jurnalistik jurnalis Tempo, Riri Rahayu.
Peristiwa ini terjadi setelah Rapat Koordinasi tentang Pengendalian Banjir pada Jumat, 21 Maret 2025, di Kementerian PU, Jakarta. Riri ingin melakukan wawancara cegat terkait hilangnya 32 situ di Bekasi dan Bogor, namun seorang pengawal berbadan besar menghalanginya. “Pengawal menteri main fisik. Aku pula yang kena,” kata Riri dikutip dari Tempo.
Shafira Cendra Arini, jurnalis Detik.com, yang menyaksikan kejadian itu menegaskan bahwa ajudan Dody memang sengaja menghalangi Riri, sementara jurnalis lain tetap bisa mewawancarai Dody. “Ajudan ini hanya mendorong Riri,” ujarnya. Shafira juga menegur pengawal tersebut, namun tidak mendapat respons dari Dody.
Ancaman terhadap Kebebasan Pers
AJI mencatat sepanjang 2024 terdapat 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis, dengan 20 di antaranya berupa kekerasan fisik. Pelaku terbanyak berasal dari kepolisian (19 kasus), diikuti anggota TNI, ormas, aparat pemerintah, hingga perusahaan.
Survei Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 yang disusun Yayasan Tifa, PPMN, dan HRWG menemukan bahwa 24 persen jurnalis mengalami teror dan intimidasi, 23 persen menghadapi ancaman langsung, 26 persen mendapat pelarangan pemberitaan, dan 44 persen mengalami pelarangan liputan.
Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, mendesak kepolisian untuk memproses hukum pelaku intimidasi berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Pers No 40 Tahun 1999, yang mengatur hukuman penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta bagi siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik.
Selain itu, AJI meminta Dewan Pers mengerahkan Satgas Anti-kekerasan untuk mengusut kasus ini dan memastikan tidak ada korban lain. “Jurnalis bekerja untuk check and balances dalam demokrasi. Intimidasi dan ancaman terhadap mereka berarti menghambat hak publik atas informasi,” tegas Irsyan. (DJP)
Discussion about this post