Daily News | Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) menjadi angin segar bagi demokrasi Indonesia. Dengan ambang batas nol persen, setiap partai politik, termasuk yang hanya lolos verifikasi, memiliki peluang untuk mengusung pasangan calon. Harapannya, kebijakan ini membuka jalan bagi tokoh-tokoh potensial bangsa untuk tampil di panggung politik nasional.
Aktivis Demokrasi Banyumas, Slamet Sudarso, menyambut baik keputusan tersebut. “Ini adalah langkah maju yang memberikan kesempatan lebih luas bagi bangsa. Tokoh potensial seperti Anies Baswedan punya kans besar maju di Pilpres mendatang,” ujar Slamet kepada KBA News, Rabu, 15 Januari 2025.
Namun, Slamet mengingatkan, putusan MK ini harus ditindaklanjuti dengan regulasi, seperti undang-undang pemilu atau Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). “Regulasi itu harus tetap menjaga hak individu dan kelompok dalam berdemokrasi, tetapi perlu diatur agar prosesnya tetap tertib,” tambahnya.
Slamet menyoroti potensi celah dalam penyusunan regulasi. Ia berharap partai besar, khususnya PDIP, dapat memastikan aturan yang lahir selaras dengan putusan MK dan tidak menghambat semangat demokrasi. “Sebagai partai besar di luar pemerintahan, PDIP punya peran strategis untuk menjaga regulasi ini agar tidak kontraproduktif,” tegasnya.
Ia juga mengkritisi kecenderungan beberapa pihak untuk mengabaikan putusan MK. “Contohnya, putusan MK tentang omnibus law yang tidak dipatuhi. Alih-alih memperbaiki, pemerintah malah menerbitkan peraturan pengganti undang-undang (perpu),” ungkap Slamet. Menurutnya, praktik seperti itu harus dihentikan agar supremasi hukum tetap terjaga.
Sebagai mantan kader PDIP, Slamet mengaku memiliki keprihatinan terhadap langkah politik partai pimpinan Megawati Soekarnoputri. “Kadang selama ini siapa pun yang melawan Jokowi adalah teman kita. Tapi, ya itu tadi, PDIP ada yang benar-benar spiritnya melawan Jokowi, tapi ada juga yang selalu bermain-main. Itu yang menimbulkan kekhawatiran kita, dan itu yang menyebabkan gagal melakukan reformasi lagi,” jelasnya.
Ia mencontohkan kasus hak angket Pilpres 2024 yang digagas Adian Napitupulu. Menurutnya, publik sempat berharap besar, tetapi inisiatif itu akhirnya kandas di tengah jalan. “Keputusan-keputusan seperti itu menimbulkan kekecewaan dan menunjukkan adanya potensi tekanan politik,” ujarnya
Discussion about this post