Daily News | Jakarta – Anies Baswedan menjadi pembicara dalam Dialog Kebangsaan bertema Mendoakan Indonesia Bahagia yang digelar di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, pada Jumat malam, 21 Maret 2025. Dalam sesi tanya jawab, seorang jemaah bernama Afif menanyakan kepada Anies tentang demokrasi dan kepemimpinan.
Menurut Anies, demokrasi memiliki lebih dari 560 definisi. Demokrasi bisa dianggap sebagai sistem penyelesaian persoalan publik secara damai melalui institusi politik. Demokrasi juga bisa diartikan sebagai mekanisme pemilihan pemimpin, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui sistem one man, one vote atau musyawarah.
Anies menjelaskan bahwa Islam telah mempraktikkan demokrasi dalam bentuk musyawarah sejak zaman Rasulullah. Ketika Rasulullah wafat, kepemimpinan dilanjutkan dengan musyawarah yang akhirnya memilih Abu Bakar sebagai khalifah.
“Kita jangan membayangkan kondisi saat itu dengan perspektif modern. Dahulu, seseorang bisa menjadi pemimpin karena memenangkan peperangan, bukan melalui pemilihan atau musyawarah,” katanya.
Selama 29 tahun, empat khalifah pertama menerapkan prinsip musyawarah. Ini merupakan sistem yang unik pada masanya, karena sebelumnya pemilihan pemimpin lebih sering dilakukan berdasarkan garis keturunan atau kemenangan dalam perang.
Anies juga mencontohkan sosok pemimpin yang masih dikenang hingga kini, yaitu Umar bin Abdul Aziz. Ia hanya menjabat selama hampir tiga tahun, tetapi kepemimpinannya tetap menjadi inspirasi dan dikenang selama lebih dari 14 abad.
“Umar bin Abdul Aziz tidak butuh dua atau tiga periode jabatan untuk dikenang,” kata Anies yang langsung disambut tepuk tangan meriah para jemaah.
Menurutnya, seseorang dikenang sepanjang sejarah bukan karena warisan harta, tetapi karena kepemimpinan yang membawa manfaat bagi rakyat.
“Bukan masa jabatan yang menentukan, tetapi perbuatan dan kepemimpinanlah yang akan dikenang sepanjang perjalanan hidup manusia,” tegasnya.
Demokrasi dan tantangan politik di Indonesia
Anies juga menyoroti demokrasi dalam perspektif transformasi politik di Indonesia. Ilmu politik mengalami perubahan signifikan pada era 19701980-an. Sebelumnya, pendekatan politik disebut strukturalis dan institusionalis, yang menekankan pada pembentukan sistem dan aturan main dalam politik.
Sistem politik, kata Anies, bisa diibaratkan seperti sebuah bangunan yang memiliki struktur dan desain tertentu.
“Misalnya, saat kita pergi ke mal dan ingin menuju toko A, kita harus melewati jalur tertentu karena eskalatornya berada di lokasi yang sudah ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa desain dan aturan dalam sebuah sistem sangat menentukan perilaku penggunanya,” jelasnya.
Namun, menurut Anies, aturan main dalam politik di Indonesia sering kali dibuat tanpa mempertimbangkan perilaku politik yang diharapkan.
Misalnya, desentralisasi tidak serta-merta membuat pemerintah daerah lebih responsif. Begitu pula dengan DPR, yang belum tentu langsung peduli dengan rakyat setelah dipilih.
Indonesia memang menerapkan sistem demokrasi, tetapi regulasi terkait pembiayaan politik dan kampanye masih lemah. Jika dibiayai negara, rakyat bisa protes, “Masak sudah korupsi, masih dibiayai?” ucap Anies yang disambut gelak tawa jemaah.
Sementara itu, partai politik pun enggan menerima dana publik karena harus diaudit oleh BPK.
“Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Banyak aturan yang tidak dibuat dengan baik, sehingga menciptakan ruang kosong yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu,” pungkasnya. (DJP)
Discussion about this post