JAKARTA | KBA – Ketua Tim Pengacara Tom Lembong, Dr Ari Yusuf Amir SH MH mengatakan menyesalkan dan mempertanyakan sikap petugas kejaksaan yang menghalangi-halanginya dia berbicara ketika bertemu dengan awak media seusai menjalani pemeriksaan. Sebab, tindakan itu tampak sekali sebagai sebuah kesengajaan.
‘’Hak bicara dari Tom Lembong itu dijamin oleh undang-undang. Dan beliau menyampaikannya terhadap apa yang dia rasakan sendiri selama ini. Jadi kawan-kawan dari kejaksaan harus dievaluasi tindakannya agar tidak sepertu utu. Ke depan tidak boleh ada lagi,’’ kata Ari Yusuf kepada KBA News, Ahad malam 16 Februari 2025.
Menurut Ari, sampai saat ini Tom Lembong bukan penjahat. Belum adsa keputusan hakim bahwa dia bersalah. Yang jelas lagi Tom Lembong itu sudah punya jasa juga bagi negara ini. ‘Namun kenapa diperlakukan seperti itu?”
“Kejaksaan tak usah khawatir kalau Tom Lembong menyampaikan pikiran dan perasaannya. Kalau tindakan pembatasan Tom Lembong untuk bicara kepada awak media maka itu dapat menjadi pertanda bahwa ada hal yang dicoba-coba ditutup-tutupi. Biarkan saja dia bicara. Dan kalau ada hal-hal yang melemahkan jaksa malah bisa dijadikan bahan evaluasi,’’tegasnya.
Menurut Ari, Tom Lembong selama ini tidak bisa bicara karena berada dalam tahanan. Padahal sesungguhnya hak asasinya untuk bicara tidak hilang karena dia bukan terpidana. Tom Lembong statusnya hanya tersangka melakukan perbuatan pidana saja.’’Sekali lagi kami keberatan atas tidakan pembatasa bicara Tom Lembong. Dia saat itu tidak berada di tahanan karena dia saat itu bisa berjumpa dengan para jurnalis.”
Memang dari kaca mata Ari kasus Tom Lembong banyak keanehan. Ini dirasakannya langsung dengan begitu lamanya pelimpahan perkara ketika Tom Lembong sudah dimasukan ke dalam tahanan.’’Padahal lazimnya, bila seseorang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan maka tak akan lami lagi kasusnya akan dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Ini tidak. Tangkap dulu tokohnya atau pejabatnya. Baru kemudian berbagai orang lain diperiksa. Tapi tidak terjadi pada kasus Tom Lembong. Ini jarang sekali terjadi.”
Bagaimana soal pernyataan pihak kejaksaan bila kerugian negara akibat tindakan Tom Lembong bertambah menjadi Rp 578 Milyar? Menjawab pertanyaan ini sembari tersenyum Ari mengatakan pertambahan itu berasal dari mana. Apalagi sampai hari ini tidak ada pemeriksaan dari pihak BPKP kepada Tom Lembong yang menyatakan bahwa nilai kerugian atas kebijakan impor gulanya kala menjadi menjadi menteri perdagangan di 2015-2016 tidak ada yang diterimanya.
‘’Jadi melihat lamanya proses pelimpahan perkara hingga Tom Lembong dihalang-halangi ketika akan bicara di depan awak jurnalis media massa, itu menjadi pertanda bagi kami bahwa jaksa tidak punya alat bukti kuat untuk menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka. Dan bila selama ini kejaksaan bilang bahwa mereka selalu professional, maka saya sadar bahwa dalam kasus Tom Lembong pihak kejaksaan tidak professional,’’ tandasnya.
Harap diketahui pula, lanjut Ari, bila kasus Tom Lembong tidak segera dilimpahkan ke pengadilan pada waktu dekat ini, maka Tom Lembong bisa bebas demi hukum. Ini karena batas waktu perpanjangannya sudah berada di ujung. ‘’Lewat sedikit waktunya, Tom Lembong bisa bebas demi hukum. Ingat Tom Lembong sudah lebih dari tiga bulan di dalam tahanan. Batas waktunya penahananya hampir habis, maka itulah kasus itu segera dilimpahkan meski kami tahu beberapa saksi masih terus diperiksa.”
Tanggapan Kejaksaan
Terkait hal itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada media pun sudah merespons pernyataan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong mengenai proses hukum kasusnya yang agak lama. “Emang apa yang salah? Kecuali yang bersangkutan ditahan melebihi masa penahanan, bisa jadi masalah,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi pada Sabtu, 15 Februari 2025.
Padahal, dari catatan media, Tom Lembong ditahan sebagai tersangka kasus korupsi impor gula sejak 29 Oktober 2024. “Dia baru dilimpahkan dari jaksa penyidik ke penuntut umum pada 14 Februari 2025. Artinya kira-kira, 3,5 bulan Tim Lembong ditahan
Instruksi dari’atas’?
Tindakan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang menghalangi Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong berbicara kepada awak media pada Jumat, 14 Februari 2025, diduga ada atasan yang memberi perintah.
Advokat Surahman Suryatmaja, SE., SH., MH mengatakan, sebenarnya penetapan Tom Lembong ini tampaknya ada perintah dari atasan untuk membatasi ruang geraknya dalam berbicara dengan wartawan atau publik. “Ini jelas by design. Kalau tidak ada pesanan dari atasan, tidak mungkin hanya pegawai atau pengawal kejaksaan berani membatasi. Jelas ada by order dari atasan,” tegasnya saat dihubungi KBA News, Minggu, 16 Februari 2025.
“Kalau tidak ada pesanan, nggak mungkin Tom Lembong dibatasi atau dihalangi. Tapi itu terjadi dan ia dipaksa cepat masuk mobil,” imbuhnya.
Apalagi, kata dia, dalam konteks ini, Tom Lembong ditanya terlebih dahulu oleh wartawan. “Jika tidak ada wartawan, mungkin Tom Lembong juga tidak akan mencari-cari wartawan untuk diwawancarai dan menyampaikan pendapatnya, bukan?” ujarnya dengan nada bertanya.
Surahman mengungkapkan bahwa sejak awal ia sudah merasa janggal dengan kasus yang menjerat Tom Lembong. “Nuansa politisnya sangat kuat sejak awal, meskipun kejaksaan menyatakan akan memeriksa semua mantan menteri perdagangan, bukan hanya Tom Lembong saja. Tapi entah mengapa, sampai sekarang hal itu belum terjadi,” jelasnya.
Dari sini terlihat bahwa Tom Lembong menjadi target tersangka. Di sisi lain, ini justru membuat kejaksaan kerepotan karena adanya tekanan publik terkait kasus tersebut. “Citra buruk terhadap kejaksaan pun semakin menguat,” ujarnya.
Diketahui, Tom Lembong mendapatkan perlakuan yang tidak etis dari pihak kejaksaan pada Jumat, 14 Februari 2025. Saat hendak menyampaikan pernyataan kepada awak media di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, pihak kejaksaan menghalanginya.
Tom pun memprotes tindakan tersebut. “Saya punya hak untuk bicara. Wartawan ada di sini,” kata Tom kepada pihak kejaksaan yang mengawalnya di lokasi.
Meski dihalangi, Tom akhirnya tetap memberikan pernyataan singkat sebelum dibawa ke mobil oleh petugas kejaksaan. “Kami terus kooperatif dan berupaya untuk tetap kondusif. Tapi bagi saya, prosesnya cukup lama,” ujarnya kepada media.
Publik menilai ada kejanggalan dalam kasus yang menjerat Tom Lembong. Pasalnya, ia telah ditahan selama tiga bulan, tetapi hingga kini proses hukumnya masih berlarut-larut. Kejaksaan pun enggan membeberkan bukti konkret terkait kasus tersebut kepada publik.
Situasi ini semakin menimbulkan tanda tanya besar, terutama mengenai transparansi dan keadilan dalam proses hukum yang dijalani Tom Lembong. (AM)