Daily News | Jakarta – Kalangan civil society atau masyarakat sipil harus aktif mengawasi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang akan datang. Mengingat kemungkinan besar semua partai politik akan bergabung dan mendukung penguasa sehingga tidak ada lagi yang menjadi oposisi. Karena itu harapan untuk mengontrol kinerja pemerintah agar tidak melenceng hanya pada masyarakat sipil.
“Tapi masih ada harapan kalau kita bicara civil society, yaitu lembaga-lembaga seperti LSM, perguruan tinggi, media massa, dan lain-lain,” tegas pakar politik Prof. Sukron Kamil kepada KBA News Rabu, 16 Oktober 2024.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menekankan masyarakat sipil tidak perlu takut dan gentar dalam melaksanakan peran-peran tersebut. Meskipun Presiden terpilih Prabowo sebelumnya mengingatkan para pihak yang tidak mau diajak bergabung bekerja sama untuk jadi penonton yang baik dan tidak mengganggu pemerintah.
Bahkan menurutnya rakyat harus mengabaikan peringatan Prabowo tersebut. Karena masyarakat bukan untuk mengganggu, tapi hanya ingin memastikan pemerintah bekerja dengan baik sehingga berbagai kebijakannya dirasakan manfaatnya, alih-alih merugikan publik.
“Enggak boleh kayak gitu. Karena demokrasi itu kan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jadi kekuasaan itu harus melibatkan rakyat, baik formal secara kelembagaan seperti DPR maupun rakyat. Dan itu (pernyataan Prabowo) juga ahistoris hemat saya. Karena sekarang kan ada istilah politik monitory democracy. Demokrasi yang dimonitori oleh rakyat,” tegasnya.
Lebih jauh dia menjelaskan praktik monitory democracy ini sudah menjadi hal yang jamak di berbagai negara. Seperti Arab Spring beberapa tahun lalu di negara-negara Timur Tengah di mana muncul gerakan protes besar-besaran kepada rezim pemerintahan yang otoriter di negara-negara tersebut. Termasuk juga di Indonesia.
Prof. Sukron Kamil menyontohkan saat masyarakat ramai-ramai membela KPK dalam perseteruan dengan Kepolisian pada 2009 lalu atau yang populer dengan sebutan ‘Cicak versus Buaya’. Bahkan yang terbaru adalah gelombang protes dan penolakan masyarakat dan mahasiswa terhadap DPR yang hendak merevisi UU Pilkada untuk membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan dan batas usia calon kepala daerah pada Agustus 2024 lalu.
Berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah akhirnya turun ke jalan karena Presiden Jokowi sebelumnya tidak menggubris kritik lewat media terutama terkait akal-akalan untuk meloloskan pencalonan putranya yang juga Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep pada Pilkada serentak 2024 lewat putusan Mahkamah Agung (MA).
Setelah adanya demo besar-besaran, DPR akhirnya mematuhi putusan MK, termasuk soal syarat batas usia minimum calon kepala daerah yang harus dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan saat pelantikan sesuai putusan MA yang bisa jadi celah bagi Kaesang untuk mencalonkan. “Kalau tidak ada tekanan dari rakyat lewat demo DPR, mungkin DPR akan menggunakan keputusan MA,” ungkapnya.
Karena itu dia pun berharap Prabowo ke depan juga berkenan untuk mendengarkan masukan dari publik. Sehingga rakyat tidak perlu sampai turun ke jalan agar suara dan tuntutan publik didengar oleh pemerintah.
“Maka hemat saya ke depan itu Prabowo juga hanya akan menurut kalau terjadi demo besar-besaran. Artinya mau enggak mau oposisi kayak gitu ya harus dilakukan. Tapi ya mudah-mudahan saja dia (Prabowo) menggunakan hati nuraninya dengan memposisikan dirinya sebagai bapak bagi rakyatnya yang akan melindungi rakyatnya,” demikian Prof. Sukron Kamil.
Sebagaimana diketahui, Prabowo berupaya menggandeng semua partai termasuk yang menjadi lawan politiknya pada Pilpres 2024 kemarin. Sehingga saat ini tinggal PDIP yang belum menyatakan secara tegas akan mendukung pemerintah Prabowo-Gibran atau akan menjadi oposisi.
Kemarin, di tengah Prabowo memanggil para calon anggota kabinet, politikus PDIP Pramono Anung menyambangi kediamannya. Namun Pramono tidak menyampaikan komentar apa pun kepada awak media. Diduga dia membawa pesan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk Prabowo.
ementara itu, politikus PDIP lainnya, Bambang Wuryanto menyebut, pihaknya belum mengambil sikap resmi. Saat ini, dia menjelaskan, ada tiga pendapat yang berkembang di internal partai berlambang kepala banteng moncong putih tersebut. Yaitu ingin segera bergabung, menunda, dan bahkan menolak masuk ke pemerintahan Prabowo-Gibran. (AM)