Daily News | Jakarta – “Indonesia negara besar perlu pemimpin yang cerdas dan progresif. Pemimpin yang punya rekam jejak yang baik, bisa menjadi panutan. Maaf saja kalau kita katakan, Gibran dipandang dari sisi manapun tidak layak menjadi Wapres, orang kedua di Republik ini yang akan mengantikan Presiden jika dia berhalangan tetap.”
Maka, momentum bersejarah baru saja dibuat oleh para purnawirawan TNI pada 17 April 2025 saat mereka silaturahmi di Jakarta. Dalam kesempatan itu mereka mengeluarkan delapan pernyataan yang dimaksudkan sebagai tindakan penyelamatan atas arah perjalanan bangsa dan negara. Salah satunya di antaranya adalah desakan untuk mengganti Gibran Rakabuming Raka dari posisi Wakil Presiden RI.
Pengamat poltitik dan ekonomi dari Universitas Negeri 11 Maret (UNS) Surakarta yang juga Anggota Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (AKSI) Nurmadi H Sumarta menyatakan hal itu kepada KBA News, Kamis, 25 April 2025 menyikapi pernyataan desakan para purnawirawan TNI itu. Menurutnya, pernyataan itu layak untuk disikapi dalam situasi kondisi yang tidak menentu seperti yang kita hadapi saat ini.
Tidak tanggung-tanggung, desakan itu datang dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI, yang terdiri dari tokoh-tokoh senior militer. Ada Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi (mantan Wakil Panglima TNI), Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto (mantan KSAD), Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto (mantan KSAL), dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan (Mantan KSAU). Pernyataan itu disetujui Mantan Wapres RI Jend. (Purn) Try Sutrisno (1993-1998) yang juga Mantan Panglima ABRI (1988-1993).
Wakil Presiden ke-6 RI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno bahkan disebut sebagai salah satu tokoh sentral yang turut memberi restu terhadap wacana pergantian Gibran. Ia bahkan dikabarkan telah menyusun catatan khusus hingga surat wasiat politik yang ditujukan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, walaupun publik tidak mengetahui apa isi wasiat itu.
Ditambahkan oleh Nurmadi, pernyataan sikap tegas ditandatangani oleh 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel dari seluruh matra TNI. Pada intinya mereka menyatakan bahwan Gibran Rakabuming Raka pada dasarnya merupakan simbol kelanjutan dinasti politik Jokowi yang dinilai tidak sejalan dengan semangat reformasi dan meritokrasi dalam sistem ketatanegaraan.
Desakan ini bukan hanya datang dari segelintir suara, tetapi dari gerakan besar yang disebut-sebut telah mengumpulkan lebih dari 300 purnawirawan TNI dari lintas matra, yang menuntut pemakzulan Gibran secara resmi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Berdasarkan konstitusi pemakzulan memang dimungkinkan walaupun harus menempuh beberapa prosedur. Para purnawirawan sadar prosedur itu dan akan mengikutinya.
“Kita semua menyaksikan bagaimana UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu dikebiri, melalui ketua MK Anwar Usman (adik ipar Presiden Jokowi yang juga paman Gibran) dengan menganulir batasan umur calon. Saat itu Gibran belum memenuhi syarat karena usianya baru 36 tahun, sedangkan UU mensyaratkan minimal 40 tahun,” kata Nurmadi.
MK Ubah UU
MK melalui cawe-cawe Anwar Usman lewat Keputusan MK No 90 mengubahnya menjadi 36 tahun dan sudah pernah menjadi Kepala Daerah. Itu semua hanya merupakan karpet merah untuk Gibran karena tidak ada yang memenuhi syarat itu selain dia. Atas ulah kasarnya itu Anwar Usman dijatuhi sanksi etik dari Majelis Kehomatan MK (MKMK) berupa dipecat sebagai Ketua MK dan dilarang untuk ikut mengadili perkara sengketa Pilpres dan Pilkada.
Dalam penilaian Nurmadi, selain masalah etik terkait lolosnya Gibran, faktanya kapasitas dan kompetensi Gibran masih sangat jauh dari harapan. Bahkan munculnya Gibran sering menjadi cibiran dan bahan olok olok. Para pengamat juga melihat dugaan banyaknya penyimpangan BLT saat Jokowi menjabat untuk kepentingan Pilpres yang notabene untuk Gibran.
Di samping itu, ini berkaitan langsung dengan syarat lain untuk ikut kontestasi Pilpres. Banyak pengamat juga menyoroti riwayat pendidikan Gibran. Diduga sekolah Gibran tidak beres sejak SMA di Solo yang kemudian melanjutkan kursus di Singapura. Banyak simpang siur, dalam catatan sebagai Walikota Solo sempat muncul lulusan sarjana dari Australia.
Kontroversi juga ternyata belum reda malah sampai harl itu diyakini kebenarannya. Gibran juga diduga sebagai Fufufafa yang sejak pilpres 2014 banyak menyerang dan menghina Prabowo Subianto dengan kata kata vulgar, kasar dan cermin dari akhlak yang buruk. Karena hal tersebut dia dianggap tidak layak sebagai pemimpin nasional.
Kondisi tersebut yang juga menjadi keprihatinan masyarakat yang sehat, demokratis dan menjaga akal logis berdasarkan nalar dan logika. MPR RI dan partai partai politik harus mendengar aspirasi tersebut. Bahkan mestinya Gibran tahu diri mundur sendiri tanpa perlu desakan untuk mundur serta menyadari proses, kapasitas dan kompetensinya.
“Indonesia negara besar perlu pemimpin yang cerdas dan progresif. Pemimpin yang punya rekam jejak yang baik, bisa menjadi panutan. Maaf saja kalau kita katakan, Gibran dipandang dari sisi manapun tidak layak menjadi Wapres, orang kedua di Republik ini yang akan mengantikan Presiden jika dia berhalangan tetap,” demikian Nurmadi H Sumarta. (AM)