Daily News | Jakarta – Reformasi 1998 bertujuan memperbaiki kehidupan bangsa yang lebih baik dengan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara sungguh-sungguh. Salah satunya mengenai demokrasi yang dicita-citakan. Namun, harapan reformasi tidak berjalan seperti yang diimpikan.
Sejak pemilu ke pemilu, praktik politik uang semakin merajalela, politisasi bantuan sosial (bansos) semakin terang-terangan, dan keterlibatan ASN serta aparat TNI/Polri dalam mendukung pasangan calon tertentu semakin terlihat jelas.
Presidium Forum Ukhuwah Islamiyyah (FUI) DIY, Syukri Fadholi, mengatakan harus jujur diakui bahwa dalam 10 tahun terakhir, negara ini dirusak oleh oligarki yang dikomandoi oleh rezim yang menjadi antek asing. Di balik kehancuran kehidupan bangsa, masih ada harapan, dan harapan itu ditumpukan pada presiden terpilih, Prabowo Subianto.
“Betapapun pro dan kontra terkait kecurangan hasil pemilu 2024, namun karena telah ditetapkan oleh MK, itu menjadi langkah awal untuk melakukan perbaikan di masa depan,” katanya saat dihubungi KBA News, Senin, 21 Oktober 2024.
Mantan Ketua DPW PPP DIY ini mengungkapkan, Prabowo bisa memperbaiki demokrasi di Indonesia sekaligus menyelamatkan bangsa dari keterpurukan jika memenuhi minimal tiga syarat.
Syukri mengatakan, syarat pertama yakni Prabowo benar-benar melaksanakan sumpah jabatan yang dipegang, harus tunduk dan patuh kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. “Prabowo bisa menepati garis kebijakan Partai Gerindra yang diatur dalam AD/ART Gerindra, yaitu kembali kepada UUD 1945 yang asli,” ungkapnya.
Selanjutnya, kata Syukri, Prabowo berkomitmen untuk menepati janjinya seperti saat menjadi calon presiden. “Saya ingat saat menjadi calon presiden pada 2019, di mana niat Prabowo menjadi presiden adalah untuk memperbaiki kehidupan bangsa. Hal ini disampaikan di Rumah Juang, saat kampanye di Kridosono Yogyakarta, dan saat silaturahmi di rumah saya,” jelasnya.
“Jika Prabowo mampu menepati sumpah jabatan dan AD/ART partainya, maka perlawanan terhadap pengkhianatan bangsa yang tunduk pada kekuatan asing dapat dilakukan,” imbuh mantan Wakil Wali Kota Yogyakarta tersebut.
Namun, kata dia, jika Prabowo lebih pro-oligarki, maka kehidupan demokrasi yang dicita-citakan sulit terwujud. Bagaimanapun, oligarki tidak mendukung kehidupan bangsa demokrasi yang substansif, tetapi hanya seolah-olah demokrasi. “Jadi jika dia lebih pro kepada oligarki, berarti dia telah berkhianat kepada dirinya, rakyat, dan bangsa, termasuk partainya. Kita akan lihat,” ungkapnya.
Syukri mengatakan, saat ada aksi-aksi besar-besaran di Mahkamah Konstitusi terkait hasil Pilpres 2019, Prabowo pernah mengatakan tidak maju dan tidak mundur, tetapi bergeser. “Kemudian strategi bergeser ini yang dimaksud adalah masuk ke dalam kabinet Jokowi. Prabowo berpandangan bahwa negara ini sudah rusak luar biasa, dan ia ingin memperbaikinya dari dalam kabinet,” ungkapnya.
Langkah yang diambil Prabowo ini kemudian menimbulkan pro dan kontra di antara para pendukungnya, termasuk para ulama. “Saya sendiri berpandangan antara percaya dan tidak percaya dengan sikap Prabowo itu,” ungkap Syukri. (HMP)