Daily News | Jakarta – Para ulama (orang yang berilmu) hendaknya berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa atas suatu masalah, apalagi masalah itu telah menimbulkan kontroversi dan kegaduhan dalam masyarakat seperti masalah Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk-2 (PSN PIK-2). Fatwa yang berpihak kepada kezoliman akan melukai hati umat.
Ulama senior yang berasal dari Banten Ajengan KH Nurdin Ahmad menyatakan hal itu kepada KBA News, Rabu, 12 Februari 2025 menyikapi pendapat dari beberapa ulama yang menamakan diri mereka bergabung dalam Majelis Ulama Nusantara (MUN). Mereka nyata-nyata berpihak kepada PSN PIK-2 milik Aguan dari developer Agung Sedayu Group yang secara terbuka berkonflik dengan masyarakat. Ikut berpihak di MUN adalah KH Said Agil Siradj, mantan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (NU).
Para ulama itu berkumpul di Tangerang yang difasilitasi oleh Muannas Aideed,Lawyer Aguan, dengan menyatakan apa yang dilakukan oleh Agung Sedayu itu sudah benar. Bahwa dalam membangun properti perusahaan itu menggunakan lahan kosong yang tidak digunakan dan ditinggali rakyat. Apa yang lakukan PIK-2, kata para ulama itu, dalam rangka memanfaatkan lahan tidak produktif menjadi berdayaguna dan berhasilguna.
Menurut Abah Nurdin, pamggilan akrabnya, semua itu tidak benar. Orang-orang yang mengaku sebagai ulama itu mendatangi kantor PIK-2 dan dijamu oleh Aguan. Itu tidak boleh dan tidak etis. Nampak sekali mereka melanggar fatwa agama untuk tidak terlibat dalam konflik dan memihak pengusaha yang mempunyai duit dan fasilitas.
“Mereka itu tidak mendatangi rakyat tertindas yang dibuat menderita oleh keberadaan PIK-2. Mereka nampaknya juga tidak mencari data tentang tindakan preman dan begundal yang atas nama PIK-2 meneror warga yang punya tanah dan lahan untuk menyerahkan milik mereka. Yang mengaku sebagai ulama itu hanya mendapat informasi sepihak dari petugas PIK-2,” kata mantan Ketua Wilayah Mathla’ul Anwar DKI Jakarta itu.
Bergantung pada penguasa
Ulama seperti itu, kata Abah Nurdin aalah ulama syu’ (buruk) yang bergantung pada penguasa dan pengusaha. Mereka bukan hanya mendukung PIK-2 tapi juga menjilat Jokowi dan oligarki. Pokok pangkal semua itu adalah ulah Jokowi yang pada masa akhir kekuasaannya memberikan status PSN kepada PIK-2. “Jokowi harus ditangkap dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata salah seorang pengurus MUI DKI Jakarta itu.
PSN PIK-2 itu hanya seluas 1.700 hektar yang berada di kecamatan Pakuaji tetapi status itu digunakan oleh Aguan dan konco-konconya sebagai kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaannya. Dia menggunakan aparat, preman dan begundal untuk meneror rakyat agar menyerahkan tanah produktif milik mereka berupa sawah, empang dan tambak dengan harga yang murah.
Ditambahkan, lahan mereka hanya dihargai Rp 50.000 permeter persegi. Itu sangat murah dibandingkan NJOP yang mencapai Rp 200.000. “Lama-lama menjadi Rp 30.000. Itu pun tidak dibayar tunai dan malah ada yang tidak dibayar sama sekali. Bagaimana para ulama syu’ itu menyatakan bahwa itu lahan kosong dan tidak produktif?” tegas Abah.
Bagi rakyat yang menolak menyerahkan tanah dan lahannya, mereka diteror. Sawah dan irigasi mereka dihancurkan dengan jalan menimbun saluran irigasi yang menuju ke tanah mereka. Bagi nelayan yang tidak mau rumahnya diambil, maka akses ke laut ditutup tembok. Menurutnya, kelakuan mereka sangat biadab dan seperti bukan manusia.
“Makanya, aneh juga kita melihat sikap para ulama yang mendukung PIK-2 yang jelas-jelas zolim itu. Ulama itu seperti berbahaya. Mereka tidak perduli Banten akan dipenuhi oleh orang-orang Asing dan menjadi penguasa sementara pribumi tersingkir. Ulama calon penghuni neraka,” demikian Ajengan KH Nurdin Ahmad. (EJP)