Daily News | Jakarta – Keputusan Jokowi mendatangi Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu itu juga bukan hanya dengan tujuan atau langkah pembelaan diri, melainkan juga strategi penyelamatan.
Begitulah, politisi senior PDIP, Beathor Suryadi, mengatakan kasus dugaan ijazah palsu mantan presiden Indonesia ketujuh Joko Widodo (Jokowi) harus terus dicermati.
Apalagi saat ini terindikasi bila kekuatan pembuktian Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) itu selaras dengan Prof Dr Sofian Effendi yang juga mantan Rektor UGM, bahwa Jokowi telah berbohong kepada 280 juta Rakyat Indonesia.
‘’Kenyataan itu adalah sampai kini tidak pernah ada ijazah Joko dari Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Hal itu dibuktikan saat TPUA tanggal 15 April ke UGM dan tanggal 16 April ke rumah Jokowi di Solo,’’ kata Beathor kepada KBA Ahad pagi, 10 Mei 2025.
Selain itu, lanjut Beathor, kemudian pada tanggal 30 April 2025 saat Jokowi mendatangi Polda Metro Jaya, sebenarnya dia tampak tidak ingin menyerahkan ijazah asli sebagai barang bukti perkara yang dilaporkannya
“Apalagi, bahkan jauh hari sebelum itu semua, pada sidang Bambang Tri dan Gus Nur di Pengadilan Negeri Solo juga tidak diperlihatkan ijazah asli tersebut. Atas kasus ini pun kemudian Bambang Tri dan Gus Nur divonis masuk penjara,’’ ujarnya.
Menyadari kenyataan tersebut, tegas Beathor, perkara ijazah Jokowi palsu ini bukan lagi perkara TPUA saja. Namun, sudah menjadi perkara seluruh rakyat Indonesia yang kini berjumlah sekitar 280 juta orang. “Untuk itu biarkan waktu yang akan menjawab, apakah rakyat percaya kepada Jokowi atau kepada TPUA.”
Beathor, yang dikenal vokal mengkritisi berbagai manuver politik internal dan eksternal partainya, kemudian melempar dugaan serius.
“Ijazah yang dibawa Jokowi ini diduga berbeda. Diduga Bukan ijazah yang pernah dilihat di media sosial atau yang sempat dikaji oleh empat aktivis yang kini terlibat dalam proses hukum,” ungkapnya.
Menurut Beathor, keputusan Jokowi mendatangi Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu itu juga bukan hanya dengan tujuan atau langkah pembelaan diri, melainkan juga strategi penyelamatan. Map berisi “ijazah baru” itu diyakini semata.
“ Jadi kepergian Jokowi ke Polda Metro Jaya merupakan cara halus Jokowi untuk mengatakan bahwa ijazah yang dulu dipersoalkan itu bukan yang kini ada di tangannya. Artinya, tuduhan empat aktivis itu tidak berdasar karena objek tuduhannya telah berubah,” jelas Beathor.
Beathor menyebut langkah Jokowi sebagai taktik hukum. Dengan memperkenalkan dokumen baru yang belum diketahui sebelumnya, posisi empat aktivis bisa dikatakan aman secara hukum.
“Mereka tidak bisa dituntut karena yang mereka komentari bukan ijazah yang sekarang dibawa ke ranah hukum,” kata Beathor.
Tak hanya itu, dari pengamatan Beathor makna dari map cokelat berisi Jokowi itu bukan hanya soal dokumen. Lebih dari itu, ia melihat langkah Jokowi sebagai simbol keberanian politik di tengah tekanan opini publik dan dugaan kriminalisasi terhadap pihak-pihak pengkritik.
“Jokowi sedang bermain dalam ranah etika dan strategi. Ini bukan hanya soal ijazah, ini soal posisi dan narasi siapa yang benar di mata sejarah,” tandasnya, (AM)