Daily News | Jakarta – Berdasarkan kriteria pengetahuan dan pengalaman, bangsa ini sedang menghadapi masa suram. Ini akibat dari tidak jelasnya visi dan misi mau kemana negara ini di masa depan. Cita-cita kemerdekaan yaitu menciptakan masyarakat sejahtera, adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia bagai makin jauh dari harapan dan kenyataan. Tantangan bagi generasi muda bangsa sangat besar dan berat.
Pengamat politik dan ekonomi dari UI Watch Hasril Hasan menyatakan hal itu kepada KBA News, Rabu, 22 Januari 2025 menyikapi masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Negara yang sudah berdiri selama 80 tahun ini sedang menghadapi masa hidup-mati yang akan berpengaruh di perjalanan menuju masa depan.
“Di awal kemerdekaan kita optimis sebagai bangsa kita akan maju bersama bangsa-bangsa lain di dunia terutama di kawasan Asia Tenggara. Kita menjadi pemimpin di kawasan ASEAN. Semangat dan rasa optimis itu masih kita miliki hingga Orde Baru. Setelah itu, faktanya menjadi lain. Apalagi di masa 10 tahun terakhir ini ketika kita mempunyai pemimpin yang tidak cakap dan pendukung nepotisme dan oligarki,” kata alumni Fakultas Ekonomi UI tahun 1967 itu.
Orde Baru memang melahirkan ekonomi rente dan konglomerasi yang merisaukan. Dengan krisis ekonomi di akhir masa Rezim Orde Baru, konglomerasi itu tumbang semua. Ada gairah baru untuk menperbaiki negara ini yang ditandai oleh semangat reformasi dan perbaikan. Arah baru yang kita buat adalah demokratisasi di semua bidang, terutama politik dan ekonomi.
Kita membangun demokrasi lewat sistem kepartaian dan rezim pemilihan langsung. Ekonomi pun makin diliberalkan dengan tokoh yang sangat penting yaitu Sri Mulyani yang memegang rekor sebagai Menteri Keuangan terlama dengan tiga presiden, yaitu SBY, Jokowi dan Prabowo. Kita pun membuat Pilkada langsung dengan harapan terbentuknya elit daerah yang dikenal di daerahnya masing-masing.
Malah makin parah
Tetapi, perubahan itu malah membuat kita makin parah apalagi setelah terpilihnya Jokowi sebagai Presiden dua periode. Utang kita tumbu semakin besar dan memberatkan negara yang membebani APBN. Saat ini kita harus mengeluarkan lebih dari Rp 800 Triliun untuk membayar utang dan bunganya. Jumlah itu besar sekali yang mengganggu kemampuan kita untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyat.
Yang merisaukan adalah kolusi dan korupsi yang menyengsarakan rakyat. Selama 10 tahun berkuasa Jokowi seakan membiarkan praktek korupsi terjadi di pemerintahannya. Skandal korupsi besar terungkap seperti di Taspen, Jiwasraya, Asabri dan para menteri Kabinet. Dugaan korupsi pun marak dilakukan oleh keluarga Jokowi. Seperti laporan Ubaidillah Badrun tentang korupsi Gibran dan Kaesang. Faisal Basri mengungkapkan korupsi nikel yang dilakukan oleh Bobby Nasution, menantu Jokowi.
Kasus kolusi dan oligarki pun marak. Jokowi memberikan fasilitas Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk para oligarki seperti di Morowali, Wadas, Rempang dan yang paling menghebohkan Pantai Indah Kapuk-2 (PIK-2) yang secara telanjang memperkosa dan menzolimi hak-hak rakyat Banten yang ingin hidup sejahtera.
Apa yang dilakukan Jokowi bagai tidak peduli dengan nasib rakyat yang makin miskin dan sesangra di masa pemerintahannya. “Kita berharap kepada Prabowo untuk memperbaiki semua itu. Walau awalnya belum menunjukkan perbaikan tetapi kita masih beri kesempatan bagi dia untuk memperbaiki keadaan. Jika dia tidak bertindak, maka masa depan rakyat akan semakin suram,” demikian Hasril Hasan. (AM)