Daily News | Jakarta – Demokrasi Indonesia tengah menghadapi berbagai tantangan berat. Tantangan itu tak hanya dari eksternal saja melainkan juga dari internal.
Tantangan apa saja dan bagaimana pemerintah Presiden Prabowo Subianto harus melakukan perbaikan pada demokrasi Indonesia tersebut?
Daftar Panjang Premanisme terhadap Jurnalis
Menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, KBA News melakukan wawancara eksklusif dengan mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Prof. Masdar Hilmy.
Siapa Masdar Hilmy
Masdar Hilmy lahir di Tegal 2 Maret 1971. Mengeyam pendidikan S1 di fakultas Tarbyah IAIN Sunan Ampel Surabaya (kini UINSA) (1990-1994), S2 di Institute for Islamic Studies McGill Canada (1997-1999), dan S3 di The University of Melbourne Australia (2004-2007).
Alumni Pondok Pesantren Babakan Lebaksiu Tegal dan Al Hidayat Lasem Rembang ini menyelesaikan Pendidikan Dasarnya di MTsN Babakan Lebaksiu Tegal (1984-1987) dan PGAN Lasem Rembang (1987-1990).
Ia juga pernah mengikuti program pembibitan calon dosen anggkatan ke VIII selama 9 bulan (1995) di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (kini UIN). Sejak 1 Desember 2015 ia diangkat menjadi guru besar dalam bidang ilmu sosiologi.
Masdar Hilmy pernah menjabat sebagai Rektor UINSA. Ia menjabat pada periode 2018-2022. Ia kini diamanahkan menjadi Direktur Pascasarjana UINSA periode 2022-2026.
Masdar Hilmy memiliki banyak karya tulis. Antara seperti buku Islamism and Democracy in Indoensia: Piety and Pragmatism. Islam, Politik & Demokrasi: Pergulatan antara Agama, Negara dan Kekuasaan. Pendidikan Islamdan Tradisi Ilmiah. Teologi Perlawanan: Diskursus Islamsme dan Demokrasi di Indonesia Pasca-Orde Baru. Membaca Agama: Islam sebagai Realitas Terkonstyruksi. Islam Proftik: Substansiasi Nilai-Nilai Agama dalam Ruang Publik.
Selain menulis buku, mengajar dan meneliti, ia juga meyempatkan diri untuk menjadi pembicara pada sejumlah seminar dan pelatihan, baik di dalam maupun luar negeri. Selaiun itu, juga menulis kolom opini popular di sejumlah harian nasional seperti Jawa Pos dan Kompas.
Berikut wawancara dengan Masdar Hilmy:
Apa pandangan Anda mengenai demokrasi Indonesia saat ini?
Demokrasi kita tengah menghadapi badai ujian yang cukup berat di tengah perang dagang internasional (AS). Dan tantangan internal dalam negeri yang tidak baik-baik saja, penegakan hukum yang terseok-seok dan pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Anda pernah menulis tentang “demokrasi tanpa nama”, apa maksudnya?
Betul bahwa demokrasi kita tidak harus meniru Barat atau Timur. Saya pernah menulis di Kompas bahwa demokrasi kita sebaiknya demokrasi yang tanpa nama, tapi memiliki visi kesejahteraan warga yang kuat dan afirmatif.
Apa masukan Anda terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto?
Presiden Prabowo harus taat-asas dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Taat-asas yang saya maksud adalah selalu terdepan dalam menaati terhadap seluruh aturan dan/atau regulasi bernegara, termasuk taat terhadap UU TNI kembali ke barak.
Pemerintah Indonesia tengah krisis oposisi, apa pendapat Anda?
Menurut saya, oposisi tidak haris terlembagakan ke dalam partai oposisi, tetapi maksimalisasi fungsi politik Trias-Politica (eksekutif-legislatif-yudikatif). (DJP)
Discussion about this post