Daily News | Jakarta – Masalah seperti integrasi data yang lemah, birokrasi yang rumit, dan tarif pajak yang tidak kompetitif dianggap menjadi faktor utama menurunnya pendapatan pajak negara.
Pakar Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Achmad Nur Hidayat atau Mad Nur merespons kebijakan pemerintah yang akan mengejar 2000 orang wajib pajak untuk meningkatkan perkonomian negara. Hal ini dinilai tidak efektif dan tidak solutif.
Meski terlihat sangat cepat untuk mengatasi defisit fiskal, namun hal itu sangat beresiko untuk jangka panjang. Ia mengatakan, pemerintah harus melihat dari akar masalah menurunnya perkonomian negara.
“Kebijakan mengejar 2.000 wajib pajak mungkin terlihat sebagai langkah cepat untuk mengatasi penurunan penerimaan pajak. Namun, kebijakan ini terlalu sempit, berisiko menimbulkan distorsi, dan mengabaikan akar masalah struktural,” ucap Mad Nur kepada KBA News, Senin, 15 Maret 2025.
Tanpa pendekatan yang lebih holistik dan inklusif, Mad Nur melihat upaya tersebut hanya akan menjadi solusi jangka pendek.
Ia menilai, upaya tersebut dapat mengurangi kepercayaan pelaku usaha terhadap sistem perpajakan. Sehingga, para pelaku usaha akan mencari celah atau bahkan beralih ke kegiatan ekonomi informal.
Masalah seperti integrasi data yang lemah, birokrasi yang rumit, dan tarif pajak yang tidak kompetitif dianggap menjadi faktor utama menurunnya pendapatan pajak negara.
“Penurunan penerimaan pajak bukan hanya disebabkan oleh ketidakpatuhan wajib pajak, tetapi juga oleh sistem perpajakan yang tidak adaptif dan penuh celah,” terang Mad Nur.
Kebijakan untuk mengejar 2000 wajib pajak juga dianggap sangat berisiko dan membebani masyarakat kelas menengah, yang sebenarnya merupakan motor penggerak ekonomi.
Kelas menengah memiliki peran penting dalam konsumsi domestik dan pertumbuhan ekonomi. Memberikan beban pajak yang terlalu tinggi kepada masyarakat kelas menengah dapat mengurangi daya beli dan menekan pertumbuhan ekonomi.
Alih-alih menargetkan kelas menengah, Mad Nur menyebutkan pemerintah seharusnya fokus pada kelompok oligarki atau sektor-sektor yang selama ini kurang berkontribusi secara proporsional dalam hal pembayaran pajak.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan fokus pada reformasi fiskal yang lebih komprehensif, yang tidak hanya mengejar penerimaan pajak tetapi juga menciptakan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan adaptif terhadap tantangan zaman,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu membeberkan temuan ada 2000 wajib pajak yang perlu diawasi hingga dilakukan penagihan. Kemenkeu kan melaksanakan joint programme untuk melakukan pengawasan dan penagihan tersebut. (DJP)
Discussion about this post