Daily News | Jakarta – Dalam panggung politik Indonesia, Anies Baswedan selalu menarik perhatian publik. Anies memiliki modal sosial yang sangat kuat, terutama dari relawan dan komunitas-komunitas yang mendukungnya.
Menurut pengamat politik, Dr. Martadani Noor, M.A., kekuatan komunitas atau relawan ini bukan dorongan dari elite, melainkan murni berdasarkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mendukung Anies.
“Jika komunitas-komunitas ini konsisten, mereka dapat menjadi modal besar bagi Anies, asalkan timnya mampu membaca dan mengagregasi kekuatan ini,” katanya saat dihubungi KBA News, Selasa, 8 Oktober 2024.
Namun, Dr. Martadani menilai, dalam sebuah podcast, sepertinya tim Anies kurang jeli dalam membaca kekuatan komunitas ini. Hal itu terlihat dari kemungkinan wadah baru yang akan dibentuk cenderung berupa ormas daripada partai politik.
Dekan Fisipol Universitas Widya Mataram Yogyakarta ini mengungkapkan, mendirikan ormas memiliki syarat yang lebih longgar dibandingkan dengan partai politik. Dalam konteks ini, Dr. Martadani bertanya-tanya apakah pilihan ini merupakan strategi jangka panjang untuk bertransisi dari ormas ke partai politik.
Menurut dia, jika Anies memilih untuk mendirikan ormas, maka ini akan lebih menekankan pada keyakinan kultural dan bukan pada infrastruktur partai yang dibutuhkan untuk mengikuti ketentuan regulasi. Dia mengingatkan bahwa komunitas yang ada lebih berorientasi politik, sehingga mendirikan ormas tidak akan sekuat jika Anies memiliki partai politik.
“Bagaimana mungkin Anies, yang berencana maju sebagai calon presiden (capres) 2029, tidak melibatkan relawan dari Pilpres 2024 dalam membangun kekuatan politiknya?” tanyanya.
Menurut dia, meskipun tidak dapat langsung mengusung capres pada 2029 karena aturan parliamentary threshold menggunakan hasil Pemilu 2024, memiliki kekuatan partai akan memberikan daya tawar yang signifikan. Anies bisa mendapatkan dukungan dari anggota yang memenuhi syarat, dan kekuatan ini akan menjadi nilai tambah dalam negosiasi dengan elite partai lain.
Dr. Martadani mencatat bahwa kekuatan sentral Anies dalam Pilpres sudah terbukti, tetapi tantangannya adalah membangun kekuatan tersebut dengan cara yang tepat. Di Pilpres 2024, Anies berhasil mengumpulkan sekitar 40 juta suara.
Jika 20 juta suara di antaranya berasal dari komunitas-komunitas yang secara sukarela mendukungnya, maka dengan komitmen yang kuat, mereka bisa membantu membangun infrastruktur partai yang solid. “Komunitas-komunitas ini telah terbukti mampu mengorganisir diri, dengan membuat spanduk, sekretariat, dan alat mobilitas sendiri,” jelasnya.
Namun, Dr. Martadani mengingatkan bahwa jika Anies hanya membentuk ormas, hal ini akan menjadi kesempatan yang terbuang. “Artinya, mereka masih mengandalkan personalisasi Anies, dan itu sangat berisiko. Kita sudah melihat dampaknya dalam Pilgub Jakarta, di mana nama Anies akhirnya ditinggalkan oleh partai-partai yang dulu mengusungnya di Pilpres 2024,” ungkapnya.
Alumni S2 di India ini menyimpulkan, daya tawar Anies di Pilpres 2029 masih menjadi tanda tanya. Ormas tidak memiliki kekuatan tawar sekuat partai, dan ini bisa menjadi tantangan bagi Anies dalam menggalang dukungan luas. Mengingat pengalaman sebelumnya, sangat penting bagi Anies untuk membangun infrastruktur partai yang kuat agar dapat bersaing di kancah politik nasional.
“Anies tidak hanya bisa berharap pada kekuatan personal, tetapi juga pada dukungan terorganisir dari komunitas-komunitas yang telah ada. Ini adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa suara mereka dapat diwakili secara efektif dalam politik Indonesia,” jelasnya. (EJP)