Daily News | Jakarta – Republik Indonesia ini bukan terlahir dari kemewahan kekuasaan, melainkan tekad sekelompok anak bangsa yang didukung rakyat, yang berani mengambil risiko besar demi kemerdekaan.
Keberadaan rumah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan adalah tempat bersejarah yang berada di Jalan Pegangsaan Timur 56, Menteng, Jakarta Pusat. Rumah itu telah dirobohkan pada 15 Agustus 1960 lalu, yang kini memungkinkan untuk dibangun kembali.
Keinginan untuk membangun kembali atau revitalisasi rumah proklamasi itu mencuat dalam Forum Grup Diskusi (FGD) “Rumah Proklamasi: Antara Ada dan Tiada” pada Kamis, 5 Juni 2025, di ruang 1103 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Depok.
Dekan FIB UI yang juga sejarawan Bondan Kanumoyoso mengatakan, pembangunan dan revitalisasi rumah proklamasi diperlukan untuk menjadi bukti semangat kerakyatan Indonesia, bukan sekadar mengenang masa lalu—tempat di mana Sukarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan di depan teras rumah dengan cara yang sederhana.
Menurut Bondan, revitalisasi rumah proklamasi ini akan mengembalikan semangat yang berdasar pada modal awal negara ini, saat pertama kali terbentuk.
“Republik Indonesia ini bukan terlahir dari kemewahan kekuasaan, melainkan tekad sekelompok anak bangsa yang didukung rakyat, yang berani mengambil risiko besar demi kemerdekaan,” kata Bondan dalam FGD yang digelar FIB UI bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Kajian Heritage Indonesia (YLKHI) ini.
Lebih lanjut dijelaskan, pembangunan dan revitalisasi rumah proklamasi akan menjadi simbol kebanggaan nasional. Bondan pun meyakini pembangunan dan revitalisasi bukan saja merupakan ikhtiar untuk melestarikan sejarah autentik, tetapi juga menjadi pusat edukasi.
“Ini adalah tempat simbolik, tempat di mana lahirnya Republik Indonesia. Di mana cita-cita kolektif kita dinyatakan pada dunia. Pernyataan pertama Indonesia pada dunia, kita sudah merdeka. Ini penting sekali,” tandasnya.
Bondan menambahkan, rumah proklamasi yang pernah ditempati Bung Karno memiliki banyak bukti kemerdekaan RI. Rumah proklamasi, sebutnya merupakan lokasi autentik pembacaan proklamasi pada saat momen kemerdekaan RI.
“Kawasan ini memiliki legitimasi historis yang tak tergantikan, menjadikannya tempat yang paling tepat untuk merefleksikan makna kemerdekaan secara mendalam dan menyeluruh,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (PPKB) FIB UI Lily Tjahjandari dalam presentasinya mengatakan, rumah proklamasi merupakan ruang publik yang merekam memori kolektif bangsa.
“Itu sangat berkait dengan kebijakan tata ruang kota dan beririsan dengan konsep identitas politik di masa kemerdekaan Indonesia,” tandasnya.
Selain Bondan dan Lily, juga turut ambil bagian dalam diskusi yang dimoderatori oleh Ahmad Fahrurodjie, Kepala Pusat Konservasi Cagar Budaya Norviadi Setio Husodo.
Sejumlah tokoh juga hadiri FGD “Rumah Proklamasi: Antara Ada dan Tiada”, seperti Ketua Komoenitas Makara Fitra Manan, pendiri Urban Spiritual Indonesia Turita Indah Setyani, dan tokoh-tokoh lainnya. (DJP)