Daily News | Jakarta – Proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2), yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), kini tengah menjadi sorotan publik setelah terjadi perselisihan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan TNI AL terkait pembongkaran pagar laut. Perselisihan ini semakin memunculkan polemik di kalangan masyarakat.
TNI AL telah membongkar pagar laut tersebut, sementara KKP menyayangkan langkah itu dengan alasan bahwa pagar laut masih dalam tahap penyelidikan dan akan dijadikan barang bukti. Namun, berdasarkan pemberitaan terbaru, KKP dipanggil oleh Presiden Prabowo, yang dalam rilisnya menyebutkan bahwa pembongkaran pagar laut akan dilanjutkan.
Surahman Suryatmaja, SE., SH., MH, seorang advokat, mengungkapkan bahwa masalah ini sebenarnya sudah lama diprediksi akan menjadi isu besar. “Betapa luar biasanya Anies Baswedan saat menjadi Gubernur DKI Jakarta berani membatalkan reklamasi 13 pulau di Teluk Jakarta,” ujarnya saat dihubungi KBA News pada Selasa, 21 Januari 2025.
Menurut Surahman, keberanian Anies tersebut memicu kemarahan Luhut Binsar Pandjaitan kala itu. “Sebagai gubernur, Anies memiliki kewenangan terkait hal tersebut. Ini menunjukkan betapa bobroknya pemerintahan di masa Jokowi yang dianggap berpihak kepada oligarki,” jelasnya.
Selain itu, Surahman menyoroti bahwa Presiden Prabowo kini dihadapkan pada fakta bahwa pantai tersebut telah memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 3.000 hektare. Jika dilihat melalui citra satelit, area tersebut sudah terbagi dalam petak-petak yang jelas. Proses ini diduga direkayasa agar pantai tersebut dianggap sebagai bagian dari daratan.
“Awalnya, wilayah itu dianggap daratan, lalu diterbitkan girik atau Letter C atas nama masyarakat. Girik tersebut kemudian dibeli oleh pengembang,” paparnya.
Menurut Surahman, praktik pagar laut di Tangerang ini menunjukkan adanya skenario yang sangat matang. Bahkan, sertifikat HGB telah diterbitkan sejak 2017, ketika Menteri ATR/BPN dijabat oleh seorang mantan Panglima TNI. “Ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana proses tersebut bisa direncanakan dan disahkan dengan begitu rapi,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa jika pejabat negara berpihak pada oligarki, rakyat akan menjadi korban. Kejadian serupa, menurutnya, bisa terjadi di daerah lain, dengan tujuan untuk mempercepat proses reklamasi.
“Pagar bambu yang dipasang di laut bertujuan agar pasir yang terbawa ombak terkumpul di pantai dan tidak bisa kembali ke laut. Dengan demikian, reklamasi dalam 3-5 tahun ke depan akan jauh lebih murah karena pengurukan tidak memerlukan banyak pasir,” jelasnya.
Presiden Prabowo kini dihadapkan pada tantangan besar. Jika ia gagal menangani pembongkaran pagar laut ini, rakyat bisa marah besar. “Rakyat mungkin akan menganggap Prabowo sebagai perpanjangan tangan pihak-pihak tertentu. Namun, keputusan Kementerian KKP untuk mendukung TNI AL dalam pembongkaran pagar menunjukkan adanya kesepahaman,” ungkapnya.
Fakta bahwa sertifikat HGB diterbitkan pada 2017 semakin memperjelas adanya skenario reklamasi yang sudah direncanakan jauh sebelumnya. “Jika Presiden Prabowo berani mengusut tuntas, HGB tersebut bisa dibatalkan. Tinggal bagaimana proses hukum dijalankan,” tegasnya. (AM)