Daily News | Jakarta – Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2), salah satu proyek besar yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), kini menjadi sorotan publik. Di balik proses pembangunannya, berbagai persoalan muncul, termasuk pemagaran laut yang akhirnya dicabut oleh TNI AL.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Muhammad Chirzin, mengatakan bahwa prahara PSN PIK-2 sudah lama menjadi perhatian, termasuk oleh Said Didu. Said Didu telah terjun langsung ke lapangan dan memahami persoalan PSN PIK-2 selama sekitar tujuh bulan.
“Akhirnya, ketika rakyat mulai peduli, menjadi terbuka bahwa ini urusan rakyat melawan oligarki,” katanya saat dihubungi KBA News, Selasa, 21 Januari 2025.
Tentu apa yang dilakukan Said Didu ini, kalau dalam bahasa Jawa, bisa disebut sebagai “toh nyowo” (berani mengorbankan segalanya). Jika tidak ada pemberitaan, mungkin kasus ini tidak akan seheboh sekarang. “Adanya pagar di laut, yang mulai dibangun pada Juni 2023, sejak awal menimbulkan kecurigaan akan keterlibatan oligarki,” ungkapnya.
Prof. Chirzin menilai bahwa Menteri Nusron dan Menteri Trenggono, yang membela PSN PIK-2, tidak lepas dari posisi mereka sebagai titipan Jokowi. Pemasangan pagar di laut terjadi di era pemerintahan Jokowi, tepatnya saat SK PSN PIK-2 dikeluarkan. Dalam hitam di atas putih, pemasangan pagar ini jelas menyalahi aturan. “Citra satelit menunjukkan bahwa laut telah dikapling-kapling secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM),” tegasnya.
Jika pagar dicabut, masalah tidak akan selesai begitu saja. Orang-orang yang ada di baliknya, termasuk penyandang dana, harus dikejar. Fungsi utama pemagaran ini diduga sebagai langkah awal untuk menguruk laut, sehingga area reklamasi nantinya bisa berubah menjadi lahan dengan lebih mudah. “Dengan kata lain, pagar itu menjadi teknik awal untuk menyulap laut menjadi daratan,” katanya.
Dia mengatakan, pencabutan pagar laut saja tidak cukup. Pemodal dan pihak-pihak yang terlibat harus dihukum. Jika ini dibiarkan, pencabutan pagar hanya menjadi formalitas tanpa menyelesaikan akar masalah.
Anies Baswedan Menyikapi Reklamasi
Prof. Chirzin mengatakan bahwa Anies Baswedan sebenarnya sudah mengibarkan bendera peringatan ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan menolak reklamasi di Teluk Jakarta. Di sisi lain, Anies memahami bahwa PSN ini rawan menjadi proyek pesanan atau titipan pihak lain.
“Menurut saya, proyek PSN era Jokowi ini sarat dengan kolaborasi oligarki. Mereka di balik karut marut proyek ini harus dimintai pertanggungjawaban,” jelasnya.
Prof. Chirzin juga mengungkapkan bahwa Anies sebelumnya menyatakan PSN itu baik-baik saja selama berjalan dengan prinsip keterbukaan, transparansi, melibatkan banyak pihak, dan partisipasi publik. Namun faktanya, banyak yang tidak mengetahui apa yang terjadi di PSN, termasuk di PIK-2, bahkan tokoh-tokoh setempat.
“Bahkan, mereka yang melapor justru diintimidasi. Oleh karena itu, proyek ini harus dihentikan, dan pelaku yang terlibat harus dihukum. Jokowi, sebagai pihak yang menetapkan PSN PIK-2, juga harus dimintai pertanggungjawaban. Tanpa keputusan Jokowi, proyek ini tidak akan ada,” tegasnya.
Kasus ini bukan satu-satunya keputusan Jokowi yang bermasalah. Contohnya adalah konflik di Pulau Rempang, yang waktunya berdekatan dengan kasus PSN PIK-2. Ada kemungkinan pihak yang terlibat sama, yakni oligarki.
Menurut dia, analisis Said Didu dan tokoh-tokoh lain menunjukkan bahwa proyek-proyek ini bertujuan untuk menyambungkan daratan Jawa, Sumatera hingga Selat Malaka, mirip dengan jalur darat menuju Tiongkok. Jika itu terjadi, 35 persen ekonomi Indonesia dikuasai oleh Tiongkok. (EJP)