Daily News | Jakarta – Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta seharusnya berpikir secara jernih dan mendalam dalam memutuskan hasil Pilkada Jakarta, 27 Nobember lalu. Sudah terang benderang bahwa pasangan norut 3 Pramono Anung – Rano Karno (Pram-Doel) memenangkannya. Sangat tidak bijak jika KPU memutuskan dua putaran mengikuti paksaan dan tekanan dari pihak-pihak tertentu.
Konsultan Keuangan dan Perbankan Syariah Ben Bendri Ermanto menyatakan hal itu kepada KBA News, Kamis, 5 Desember 2024 menyikapi rumor bahwa KPU akan menetapkan Pilkada Jakarta dalam dua putaran karena tidak ada pihak yang menang 50 persen + 1. Sebagaimana dinyatakan dalam UU Puemerintahan DKI Jakarta, bahwa dua putaran dilakukan dengan syarat seperti itu.
Pihak Pram-Doel sendiri dalam jumpa pers Rabu, sudah mengklaim kemenangan sebesar 50,07 persen. Pihak KPU belum memutuskan sebab masih melakukan perhitungan per bagian kota dan kecamatan. Mereka akan mengumumkan sekitar tanggal 14 Desember. Sedangkan pihak norut 1 Ridwan Kamil – Suswono (RIDO) menuntut agar Pilkada dilanjutkan ke putaran kedua.
Menurut, tokoh muda dari Minangkabau yang tinggal di wilayah Jakarta itu, semua sudah terang benderang. Enam lembaga survei pun sudah menyebutkan dalam survei cepat (Quick Count) mereka bahwa norut 3 menang di atas 50 persen. “Jika memang KPU memutuskan Pilkada DKI Jakarta 2 putaran, ini akan menjadi pembuktian kemenangan pasangan Mas Pram & Bang Doel di putaran pertama dan KPU sudah tidak netral,” kata Ketua Umum DPP Rumah Bagonjong itu.
Lagi pula, katanya, pengeluaran atau ongkos politik (Political Cost) juga terhitung sangat tinggi jika Pilkada dipaksakan dua putaran. Dalam situasi krisis ekonomi seperti ini di mana utang kita sangat banyak dan pengeluaran negara sangat besar, perlu perhitungan cermat karena keadaan ekonomi global yg sedang tidak baik-baik saja.
“Saya menilai secara ekonomis jika ingin menghemat anggaran maka idealnya pilkada digelar cukup satu putaran. Saya melihat dari kacamata ekonomi dan sisi sosial, sebab semua itu akan berdampak kepada aktivitas warga Jakarta. Daya beli yang rendah, kemiskinan yang merata, ekomomi yang susah hendaknya menjadi pertimbangan agar Pilkada satu putaran saja,” jelasnya.
Partisipasi sangat rendah
Lebih lanjut dia menjelaskan, partisipasi warga Jakarta pada Pilkada 27 November itu sangat rendah. Jika dibandingkan dengan Pilpres terjadi penurunan dibandingkan yang sangat mencolok. Ada 48 persen warga DKI Jakarta tidak memilih. Jelas ini menunjukkan bahwa Pilkada sudah tidak mempunyai daya tarik bagi warga Jakarta.
“Prediksi saya, jika terjadi putaran kedua nanti mungkin akan .lebih tajam lagi penurunan partisipasi warga Jakarta. Ini tidak main-main. Bisa jadi tinggal di bawah 50 persen. Pilkada kemarin cuma 54 persen. Ini partisipasi terendah dibandingkan Pilkada sebelumnya,” terang Ben yang juga Wakil Ketua Induk Keluarga Minang (IKM) Jakarta tersebut.
Karena itu, dia sarankan, KPU tidak perlu melakukan Putaran kedua, walaupun desakan dari pihak-pihak yang kalah sangat keras dan kencang. “Sudahlah, KPU harus putuskan pilkada Jakarta sdh dimenangkan oleh pasangan Mas Pram-Bang Doel. Quick Count dan Real Count jika tidak ada rekayasa hasilnya akan mirip, yaitu di atas 50 persen plus 1 untuk kemenangan pasangan Pram – Doel,” tambahnya.
Tapi, katanya, kalau Pilkada Jakarta tetap dipaksa terjadi 2 putaran maka paslon harus menciptakan dan membuat masyarakat antusias memilih. Harus ada langkah konkret dan pembangunan infrastruktur yang diharapkan atau ada solusi bagaimana masyarakat miskin Jakarta tidak teralienasi dari derap pembangunan kota yang kelas dunia.
“Paslon harus bisa menjual gagasan/ide untuk membangun kota Metropolitan kepada warga Jakarta, bukan menciptakan narasi negatif kepada masyarakat dan jangan juga memancing isu-isu yang sensitif. Ciptakan banyak solusi yang kreatif yang bisa dieksuksi segera dan langsung dirasakan oleh Masyarakat Jakarta, terutama kelas menengah ke bawah,” demikian Ben Bendri Ermanto. (EJP)