Daily News | Jakarta – Mantan Kepala Aksi & Advokasi PIJAR dan Aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo), Agustio Sulisto, mengatakan isu dugaan ijasah palsu Sarjana Kehutanan UGM milik mantan Presiden Joko Widodo yang kini terus bergema sangat kencang harus diselesaikan. Hal ini karena bila terus dibiarkan maka akan terus menghantui ruang kepercayaan publik terhadap lembaga negara, termasuk institusi pendidikan tinggi.
“Dugaan ijazah palsu Jokowi itu bukan sekadar bisik-bisik publik, melainkan telah diajukan melalui jalur hukum oleh Dr Eggi Sudjana, seorang aktivis senior sekaligus cendekiawan Muslim dan praktisi hukum. Namun, hingga kini, Jokowi belum pernah hadir di persidangan guna menjawab langsung pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sebaliknya, pembelaan terhadap dugaan tersebut lebih banyak dilakukan oleh institusi terkait, seperti UGM, melalui pernyataan beberapa tokoh, salah satunya Prof Dr Pratikno,” kata Agusto kepada KBA News, Kamis 10 April 2025.
Agusto menegaskan, Prof Pratikno bukan sosok biasa. Ia adalah mantan Rektor UGM yang kemudian menjadi Menteri Sekretaris Negara selama dua periode pemerintahan Jokowi. Banyak pihak meyakini bahwa ia memiliki peran besar dalam membangun narasi politik Jokowi, bahkan dianggap sebagai sosok yang merancang jalur karier politik putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, hingga berhasil menembus posisi strategis sebagai Wakil Presiden RI. “Jika dugaan ini benar, maka gagal redamnya isu ijazah palsu Jokowi justru menjadi pukulan terhadap kredibilitas konseptor utama tersebut.”
Tak hanya itu, lanjutnya, kekhawatiran publik tak berhenti sampai di dugaan ijazah palsu Jokowi. Kian hari, pertanyaan pun mulai mengarah ke latar belakang pendidikan tinggi Gibran sendiri. Meski tidak ada tuduhan langsung, sorotan terhadap legalitas dan integritas pendidikan keluarga Presiden menjadi indikator betapa pentingnya transparansi di tengah masyarakat yang terus menuntut akuntabilitas.
“Di tengah transisi kekuasaan nasional, munculnya polemik seperti ini sangat berpotensi mengganggu stabilitas politik dan sosial. Kepercayaan rakyat terhadap pemerintah menjadi fondasi utama bagi keberhasilan program pembangunan yang kini dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran. Tanpa kejelasan hukum dan jawaban yang jujur, risiko kegaduhan politik akan tetap ada, dan ini jelas bukan iklim yang ideal bagi pembangunan nasional maupun investasi jangka panjang,” tegasnya.
Tak ayal lagi, saat ini dituntut peran dan sikap tegas Kementerian Pendidikan, khususnya Mendiktisaintek Prof Brian Yuliarto, untuk melakukan langkah konkret dan terukur. Sebagai perpanjangan tangan Presiden di bidang pendidikan tinggi, dia perlu segera berkoordinasi dengan Rektor UGM saat ini, Prof dr Ova Emilia. “Tujuannya untuk mengurai simpul keraguan publik secara terbuka dan jujur. Penyelesaian ini bukan hanya perkara administratif, melainkan soal menjaga martabat negara dan kredibilitas dunia akademik.”
Apalagi, baru-baru ini publik juga dikejutkan dengan adanya perbedaan data mengenai siapa sebenarnya dosen pembimbing skripsi Jokowi pada tahun 1985. Selama ini disebutkan Prof Soenardi Prawirohatmodjo, namun laporan lain menyebutkan nama Prof Achmad Soemitro. Ketidaksesuaian ini, bila tanpa klarifikasi yang jujur dan menyeluruh, hanya akan memperparah krisis kepercayaan yang sudah meruncing.
“Jika pihak-pihak terkait seperti Mendikbudristek dan Rektor UGM merasa tidak mampu atau tidak memiliki keberanian untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas, maka demi kebaikan bersama, sebaiknya mereka mengundurkan diri. Hal yang sama juga berlaku bagi Prof Pratikno jika kelak terbukti terlibat dalam upaya menutupi fakta. Jabatan publik adalah amanah yang melekat pada prinsip kejujuran, bukan semata status atau kekuasaan. Penuntasan dugaan ijazah palsu ini menjadi batu ujian penting bagi Indonesia,” tandas Agusto. (DJP)
Discussion about this post