Daily News | Jakarta – Pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada Kamis 20 Maret 2025 memicu beragam respons publik.
UU TNI dinilai bisa berdampak negatif pada perekonomian serta iklim investasi negara. Tak hanya itu, kesehatan fiskal APBN juga bisa terpengaruh oleh aktifnya UU TNI.
“Pertanyaan ini relevan, mengingat TNI tidak hanya berperan sebagai garda pertahanan, tetapi kini juga terlibat lebih dalam dalam ranah sipil dan kebijakan strategis negara,” ucap Ekonom dan Paka Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNV) Achmad Nur Hidayat kepada KBA News, Jumat, 21 Maret 2025.
Salah satu poin krusial RUU TNI adalah pembukaan ruang bagi perwira aktif untuk menduduki jabatan di 14 kementerian atau lembaga sipil, termasuk bidang siber, intelijen, penanggulangan terorisme, dan keamanan laut.
Meski secara eksplisit tidak mencantumkan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Ekonom yang dikenal Mad Nur itu mengatakan perluasan peran TNI berpotensi memengaruhi sektor strategis yang dikelola, seperti energi, logistik, dan telekomunikasi.
Menurutnya, investor baik asing ataupun domestik pasti mempertanyakan seberapa besar pengaruh TNI terhadap sektor-sektor tersebut.
“Investor luar maupun domestik mungkin mempertanyakan dua hal: pertama, sejauh mana intervensi militer akan mengubah tata kelola BUMN; kedua, apakah keberadaan TNI dalam lembaga sipil akan menciptakan ketidakpastian regulasi atau risiko geopolitik,” ujarnya.
Ia menilai, dominasi militer dalam lembaga sipil berisiko memicu sentimen kekerasan, dan dikhawatirkan mengaburkan prinsip transparansi serta kompetisi usaha.
Mad Nur mencontohkan beberapa negara yang mengadopsi sistem pemerintahan militer seperti Mesir dan Myanmar. Ia melihat, perkonomian dua negara tersebut sering terjadi monopoli dan berkurangnya daya saing.
“Investor mungkin ragu jika kebijakan BUMN dianggap terlalu bias pada agenda keamanan, alih-alih efisiensi bisnis,” jelasnya.
“Jika TNI aktif terlibat dalam pengambilan keputusan di lembaga seperti Kementerian BUMN atau lembaga pengelola perbatasan, investor akan memantau apakah praktik ini membuka celah korupsi atau konflik kepentingan,” imbuh Mad Nur. (AM)
Discussion about this post