Daily News | Jakarta – Jangan sampai terulang lagi ada warga negara biasa dan jurnalis mendadak ditangkap polisi dengan tuduhan melakukan tindak pidana korupsi.
Advokat DR Hermwanto SH MH secara pribadi selaku warga negara secara resmi mengajukan gugatan/permohonan uji materiil UU Tipikor/UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi RI. Gugatan diajukan berkaitan dengan Pasal Obstruction of Justice/perintangan peradilan di perundangan tersebut.
‘’Kami selaku pemohon yang merupakan pribadi dari warga negara biasa mengajukan gugatan uji materi ke MK karena aturan di pasal 21 UU Tipikor tahun 1999 rumusannya tidak jelas. Kami selaku warga negara jelas dirugikan sebab bisa ditangkap secara tiba-tiba oleh aparat penegak hukum. Tak hanya itu juga aturan yang kami gugat ini juga berimbas kepada warga negara lainnya, misalnya jurnalis,’’ kata Hermanto kepada KBA News, Senin sore 28 April 2025.
Menurutnya, akibat ketidakjelasan pasal 21 UU Tipikor tahun 1999 tersebut, saat ini pun sudah ada korbannya. Sosok itu adalah menimpa Jurnalis Jak TV, Tian Bachtiar. Dia mendadak ditangkap oleh aparat hukum.
‘’ Inilah yang menggelisahkan kami selaku pemohon hingga memutuskan mengajukan gugatan uji materiil UU Tipikor tahun 1999 ke MK tersebut. Kami ingin pengaturan yang tidak jelas di pasal 21 itu dihilangkan. Jangan sampai terulang lagi ada warga negara biasa dan jurnalis mendadak ditangkap polisi dengan tuduhan melakukan tindak pidana korupsi,’’ tegasnya.
Hermanto menyatakan gugatan uji materi UU Tipikor tersebut memang diajukan atas nama dirinya sendiri sebagai perorangan yang berprofesi selaku advokat. Selain itu tidak menggunakan kuasa hukum. “Dalam Permohonannya kami selaku pemohon mendalilkan frasa “ … atau tidak langsung …” pada Pasal 21 dan Penjelasannya UU Tipikor bertentangan dengan UUD NRI 1945.”
Sedangkan rumusan lengkap Pasal 21 UU Tipikor menyatakan: “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
‘’Selain itu kami juga keberatan pada penjelasan UU Tipikor di pasal 21-nya yang hanya menyebutkan bila pasal ini sudah cukup jelas. Ini jelas merugikan hak konstitusional saya yang dilindungi oleh UUD1945,’’ tandas Hermanto. (AM)