Daily News | Jakarta – “Kita berharap Prabowo menyadari jangan ada rasa percaya diri yang berlebihan dan menganggap semuanya seperti angin lalu. Sikap masabodoh harus dihentikan. Jangan jadikan harapan rakyat Indonesia seperti perjudian dengan ketidakjelasan arah pembangunan bangsa ini.”
Kondisi krisis ekonomi dan keuangan tahun 1998 dengan dampak tumbangnya Orde Baru setelah berkuasa 32 tahun sudah mulai nampak saat ini. Dimana PHK sudah mulai meningkat, pengangguran terjadi besar-besaran. Pasar uang dan pasar modal sudah tidak stabil. Ditambah dengan Kontraksi APBN yang sangat merisaukan pengamat dan pelaku ekonomi nasional.
Pengamat pasar uang dan modal yang merupakan alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis UniversitasNegeri 11 Maret (UNS) Solo Hendarto menayatakan hal itu kepada KBA News, Selasa, 8 April 2025. “Apakah situasi dan kondisi yang sama itu akan berakhir pada kejadian yang sama, yaitu tumbangnya rezim yang berkuasa? Itu masih jauh spekulasinya.”
Peraih gelar magister ilmu ekonomi dari Universitas Pakuan Bogor itu menyatakan, persoalan fluktuasi nilai tukar bukan sekadar ukuran kinerja dari neraca perdagangan dan Neraca pembayaran, tapi lebih pada soal Kepercayaan (Trust). Begitu juga soal investasi, khususnya saham di pasar modal. Indeks harga saham di pasar modal merupakan indikator nyata untuk melihat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap ekspektasi pencapaian kinerja pemerintah.
Ditekankannya, jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap USDollar yang sudah menyentuh Rp 17.000 per USDollar pagi ini serta anjloknya IHSG yang dibuka pagi ini ke level 5.912,06 atau turun 9,19% merupakan alarm keras yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintahan Prabowo. Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali dihentikan sementara (auto rejection system) oleh otoritas bursa karena terjadi penurunan IHSG lebih dari 8%.
“Prabowo tidak boleh abai dengan kondisi pelemahan signifikan indikator pasar uang sekaligus pasar modal. Dia tidak boleh menganggap penurunan signifikan tersebut dengan gurauan atau sekedar omon-omon. Dia tidak boleh terlalu percaya diri bahwa semua itu tidak berarti apa-apa bagi keberlanjutan pemerintahannya. Sebab sinyal kuat dari pasar keuangan (financial market) tersebut merupakan indikasi menurunnya kepercayaan masyarakat keuangan dunia terhadap perekonomian Indonesia,”tegasnya.
Prabowo boleh saja abai terhadap demo-demo mahasiswa, buruh dan para intelektual dari berbagai kampus di Indonesia, dengan melakukan tindakan represif oleh apparat kepolisian serta tekanan kepada para rektor. Dia boleh saja menganggap para pengritiknya adalah orang-orang yang tidak sehaluan politik (oposisi) dengannya.
Diapun boleh saja menepuk dada, bahwa dengan berbagai kasus mega korupsi yang terjadi tidak akan memberi tekanan politik yang berarti bagi pemerintahannya. Dia boleh saja bersikap arogan dalam pendirian Danantara tanpa disertai sosialisasi dan penjelasan serta membuka ruang dialog yang cukup dengan masyarakat luas, karena menganggap semua partai politik hampir mayoritas merupakan mitra mendukungnya. Tapi dia harusnya tidak boleh abai terhadap indikator ekonomi di pasar keuangan yang melibatkan masyarakat investor secara luas, dalam dan luar negeri.
Kepercayaan diri yang berlebihan adalah awal dari kesalahan dalam membuat suatu kebijakan, termasuk kebijakan ekonomi dan politik. Salah satu kebijakan penting yang diambil pemerintahan Soeharto adalah melepas band intervensi rupiah terhadap USDollar pada Agustus 1997. Pemerintah terlalu yakin dengan pertumbuhan ekonomi yang relative stabil di sekitar 7% per tahun, bahkan Indonesia saat itu dijuluki macan ekonomi Asia.
“Namun. krisis keuangan 1998 yang lebih dikenal masyarakat sebagai krisis moneter (Krismon) memporakporandakan pertumbuhan dan stabilitas keuangan dan politik bangsa Indonesia yang saat itu relative sangat stabil. Hancurnya perekonomian Indonesia ditandai menurunnya secara drastis nilai tukar rupiah terhadap USDollar dari sekitar Rp 2.400/ USD1 menjadi Rp 16.800. Inflasi yang tinggi mencapai 70% memaksa Bank Indonesia menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mencapai 70% per tahun.
Depresiasi rupiah yang besar ini menyebabkan inflasi yang tinggi, dan bunga yang tinggi yang menyebabkan meningkatnya biaya hidup masyarakat. Pengangguran meningkat signifikan, karena banyak perusahaan yang bangkrut hingga terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kondisi sosial ekonomi yang memburuk ini mendorong perubahan politik yang luar biasa dengan lengsernya presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Kondisi serupa dengan dampak krismon 1998 sudah mulai nampak, dimana PHK sudah mulai meningkat, pasar uang dan pasar modal sudah tidak stabil. Kontraksi APBN dan pendirian Danantara adalah dua hal yang perlu dikaji ulang. “Kita berharap Prabowo menyadari jangan ada rasa percaya diri yang berlebihan dan menganggap semuanya seperti angin lalu. Sikap masabodoh harus dihentikan. Jangan jadikan harapan rakyat Indonesia seperti perjudian dengan ketidakjelasan arah pembangunan bangsa ini,” demikian Hendarto. (EJP).
Discussion about this post