Daily News | Jakarta – Putusan MK yang mengubah Ambang Batas Capres (Presidential Threshold = PT) dari 20 persen menjadi nol persen sangat melegakan dan memberikan harapan baru. MK sudah berusaha untuk membuat Pilpres makin berkualitas dan memenuhi harapan para aktivis demokrasi bahwa tidak layak dilakukan pembatasan atas keinginan anggota masyarakat untuk berusaha menjadi pemimpin di negaranya sendiri.
Pengamat dan aktivis Politik senior Andrianto Andri menyatakan hal itu kepada KBA News, Sabtu, 4 Januari 2025 menyikapi putusan MK yang dikeluarkan pada Kamis dua hari lalu. Walaupun MK pernah berkali-kali menolak penghapusan PT itu, tetap saja apa yang dilakukannya perlu disambut antusias dan gembira.
“Ini yang sangat ditunggu-tunggu publik sejak Amandemen UUD 1945 ke-4 pada tahun 2002. Kia merasa ini yang mengganjal dalam proses rekrutmen Presiden secara langsung. Kita berpendapat, Pilpres langsung sudah benar tetapi, pembatasan melalui PT itu telah mencederai proses demokrasi yang sedang kita bangun,” kata mantan Ketua Umum Kelompok Aktivis Demokrasi Humanika itu.
Dikatakannya, sistem politik kita mengadopsi sistem Pilpres langsung dari Amerika latin tapi tidak konsisten dalam penerapannya. Seharusnya dalam pilpres langsung sejatinya tidak mengenal pembatasan. Siapa pun berhak untuk maju lewat partai tanpa perlu PT. Umumnya semua Parpol berhak mengajukan Capres.
Untuk diketahui, Pilpres langsung di Brazil yang dimenangkan kembali oleh Lula da Silva ikut bertarung 11 kandidat, di Chile ada 9 Capres, di Rusia ada 7 Capres. Bahkan yang mengejutkan di negara tetangga yang kecil Timor Leste ada 16 Capres yang bertarung dengan lima di antaranya adalah wanita. Hanya di Indonesia ada PT yang mengekang lewat UU itu.
Hanya gabungan partai
Dalam pandangan mantan Aktivis HMI Cabang Jakarta itu, kalau kita menelisik UUD 45 pun persayaratan Capres itu hanya gabungan Parpol yang ada di DPR. Tidak ada pembatasan lewat. PT hanya ada di pasal 222 UU No 7 tahun 2017. Jelas sekali PT itu bermaksud untuk membatasi kader bangsa yang potensial. Akibatnya kita menderita karena Pilpres 2014 dan 2019 hanya diikuti dua pasang calon. Apalagi lagi kemudian yang terpilih tidak cakap hanya bermodalkan pencitraan dan buzzer bayaran.
Jadi, menurutnya, meski terasa terlambat karena sudah ada lima kali Pilpres langsung sejak gerakan reformasi 1998, putusan MK ini sangat bagus (excellent) karena itu perlu disambut dan didukung. Ini artinya dalam Pilpres 2029 akan banyak kandidat Capres yang bertarung. Bisa jadi satu partai akan mengajukan satu pasangan calon.
“Banyak manfaat yang bisa dipetik. Sebab, baik buat rakyat yang akan punya banyak pilihan. Seleksi Capres pun diduga akan terjadi sampai putaran finalnya. Di samping itu, Transaksi untuk membeli perahu/tiket akan berkurang jauh. Segi positif lain adalah sangat mungkin terjadi penurunan cost/biaya,” katanya.
Tambahnya, hakikat dari pemilihan langsung adalah semakin banyak calon semakin banyak pilihan akan buat kompetisi jadi berkualitas. Kompetisi pilpres 2029 akan menarik bagi Parpol untuk menciptakan efect ekor jas (coat-tail effect) dalam menampilkan capres. Di samping itu, akan sangat mungkin para Ketum Parpol akan berlaga terjun langsung ke gelanggang.
“Dengan putusan MK yang baru itu, rakyat akan diuntungkan. Mereka tidak dipaksa membeli kucing di dalam karung. Sejauh ini efek negatif belum terlihat. Kita bersiap dan songsong Pilpres tanpa PT yang terbukti melelahkan dan penuh dengan dugaan manipulasi,” demikian Andrianto Andri. (EJP)
Discussion about this post