Daily News | Jakarta – Kenangan masa muda kadang menghadirkan senyum sekaligus rasa haru. Begitu pula yang dirasakan Lukman Hakim, dosen Universitas Sebelas Maret (UNS), saat mengenang sosok Anies Baswedan semasa di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Lukman berbagi kisah-kisah yang memperlihatkan sisi lain Anies sebagai sosok muda penuh semangat, idealisme, dan keberanian. “Saya hanya ingin bernostalgia,” kata Lukman kepada KBA News dengan nada hangat, Sabtu, 26 April 2025.
Ia mengingat kembali masa-masa awal 1990-an ketika dinamika kampus mulai bergeliat kembali setelah masa pembekuan organisasi mahasiswa akibat kebijakan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) yang diterapkan Orde Baru.
Lukman mengatakan, di depan UC UGM dulu masih berupa Lapangan Pancasila 1. “Pada tahun 1991, Anies Baswedan menjadi Ketua OSPEK UGM yang kedua,” katanya.
Sebelumnya, selama hampir sepuluh tahun, sejak 1978, tidak ada kegiatan orientasi mahasiswa di tingkat universitas karena tekanan rezim Orde Baru yang membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA).
Lukman menceritakan bahwa tahun 1990 menjadi momen penting. Untuk pertama kalinya setelah pembekuan panjang, OSPEK universitas diadakan kembali, dan Lukman sendiri dipercaya menjadi ketuanya. Setahun berselang, pada 1991, estafet itu berlanjut ke Anies Baswedan yang memimpin OSPEK UGM dengan semangat baru.
Dalam salah satu momen bersejarah itu, Lukman mengenang kejadian lucu sekaligus bermakna. “Pada malam-malam itu, kami memasang spanduk di Lapangan Pancasila, yang kini telah berdiri Grha Sabha Pramana,” ujarnya. Spanduk bertuliskan “Selamat Datang Pemimpin Masa Depan” itu dipasang dengan penuh semangat pada pukul 10 malam.
Namun, keesokan paginya, mereka terkejut saat melihat spanduk tersebut. “Huruf N pada kata ‘Pemimpin’ ditutup seseorang, sehingga yang terbaca menjadi ‘Selamat Datang Pemimpi Masa Depan’,” kisah Lukman sambil tertawa kecil. Meski awalnya sempat geleng-geleng kepala, dari kejadian itu justru muncul makna baru yang penuh filosofi.
“Pemimpin itu memang harus Pemimpi. Tapi lebih dari itu, harus ditambah ‘N’ — Nyali,” kata Lukman. Menurutnya, pada masa itu, seorang pemimpin sejati adalah sosok yang punya mimpi besar, dan lebih penting lagi, keberanian untuk mewujudkan mimpinya.
Apa yang disampaikan Lukman Hakim ini juga diceritakan pada acara Syawalan Nasional HMI MPO yang berlangsung di University Center (UC) UGM, Selasa, 22 April 2025.
Momen nostalgia itu kian hangat saat Anies Baswedan sendiri hadir dalam acara Syawalan HMI MPO tersebut. Ketika MC memperkenalkan Lukman Hakim sebagai “aktivis Orde Baru”, Anies langsung meralat sambil tersenyum.
“Saya kaget, Mas Lukman disebut aktivis Orde Baru. Yang benar itu, Mas Lukman adalah aktivis oposisi Orde Baru,” ujar Anies, yang disambut tawa dan tepuk tangan riuh dari peserta.
Anies lalu menambahkan dengan nada bercanda, “Lah iya, Mas Lukman itu dulu selalu dikejar-kejar pada masa itu.”
Kisah-kisah sederhana seperti ini menjadi pengingat bahwa perjalanan seorang pemimpin besar seringkali bermula dari langkah-langkah kecil penuh idealisme. Anies Baswedan, yang saat itu masih seorang mahasiswa muda, telah menunjukkan karakter penting: berani bermimpi dan berani berjuang.
Dari Lapangan Pancasila hingga panggung nasional, Anies membuktikan bahwa impian yang dibalut dengan nyali bisa mengantarkan seseorang menjadi sosok pemimpin yang sesungguhnya. (DJP)