Daily News | Jakarta – Media asing asal Inggris, The Economist, menyoroti keadaan darurat demokrasi di Indonesia yang disebut-sebut disebabkan oleh “Raja Jawa”.
Dalam artikel bertajuk “The King of Java inflames an Indonesian ‘democratic emergency'”, The Economist menuliskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membuat marah masyarakat Republik Indonesia (RI) karena berusaha memeluk kuat-kuat kekuasaannya.
The Economist menyebut serangkaian peristiwa yang terjadi belakangan ini di Indonesia merupakan “jenis tindakan yang akan dikagumi oleh Soeharto”.
“Itu merupakan jenis tindakan yang akan dikagumi Suharto, seorang pemimpin yang berkuasa di Indonesia dengan tangan besi dari tahun 1967 hingga 1998. Joko Widodo, presiden Indonesia, melakukan pengambilalihan secara paksa partai sang diktator terdahulu, Golkar, pada 21 Agustus ketika para anggotanya memilih Bahlil Lahadalia, orang dekat presiden dan menteri energi Indonesia, sebagai ketuanya,” tulis The Economist.
Media Inggris itu mengutip pernyataan Bahlil dalam pidatonya di Munas Golkar pada 21 Agustus lalu yang memperingatkan untuk tidak bermain-main dengan Raja Jawa.
The Economist menekankan ucapan Bahlil yang menyebut siapapun yang bermain-main dengan sang Raja Jawa akan “berakhir buruk.”
Dalam tulisan itu, The Economist menuliskan peristiwa ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI hendak mengesahkan revisi UU Pilkada merupakan salah satu bukti pernyataan Bahlil bukan omongan kosong.
Draf revisi UU Pilkada, yang ditolak mentah-mentah oleh nyaris semua elemen masyarakat, dengan jelas menjegal Anies Baswedan untuk bisa mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta. The Economist menjuluki Anies sebagai tokoh oposisi terkemuka. Sementara itu, DPR RI disebut badan legislatif yang sebagian besar diisi oleh koalisi Jokowi.
“Draf revisi itu juga akan menurunkan batas usia minimum untuk mencalonkan diri dalam Pilkada, sebuah perubahan yang mungkin hanya akan menguntungkan satu kandidat, yakni Kaesang Pangarep yang berusia 29 tahun. Ia adalah putra kedua presiden,” tulis The Economist.
Media asing tersebut juga menyinggung bagaimana akhirnya istri Kaesang, Erina Gudono, menjadi bulan-bulanan masyarakat karena kedapatan pergi ke Los Angeles dengan jet pribadi hanya untuk berbelanja.
Masyarakat pun menggaungkan “darurat demokrasi” baik di media sosial maupun di lapangan hingga akhirnya berhasil mencegah DPR mengesahkan revisi UU Pilkada.
Pada artikel yang sama, The Economist berusaha mengulas kembali awal mula Presiden Jokowi memimpin Indonesia. (HMP)
Discussion about this post