Daily News | Jakarta – Sulit untuk dibantah bahwa kemenangan Paslon nomor urut 3 yang diajukan oleh PDIP di Pilkada Jakarta yaitu Pramono Anung – Rano Karno (Pram-Doel) karena faktor dukungan Anies Baswedan. Tanpa Anies rasanya mereka sukit menang dalam menghadapi dominasi calon pemerintah yang, selain didukung Presiden Prabowo juga disokong kuat oleh Mantan Presiden Jokowi dan oligarki di belakangnya.
Pengamat ekonomi politik dari IPB Bogor Didin S Damanhuri menyatakan hal itu kepada KBA News, Kamis, 28 November 2024 menelaah kemenangan Pram-Doel dan tumbangnya calon dari koalisi besar KIM Plus yaitu Ridwan Kamil-Suswono (RIDO). Hasil sementara hingga pagi ini berdasakan Real Count, Pram-Doel memperoleh 50,07 persen, Ridwan Kamil – Suswono 39,40 persen dan Dharma Peaengkun-Kun Wardana hanya 10,53 persen. Kemenangan di atas 50 persen itu berpotensi kuat cuma satu putaran.
Mulyono Gebuk Megawati di Jateng, Anies Gebuk Mulyono di Jakarta
Yang memprihatinkan, katanya, jumlah yang tidak menggunakan hak pilihnya juga sangat besar yaitu sekitar 49 persen dari DPT Jakarta yang berjumlah sekitar 8,2 juta. Ini memprihatinkan. Sebab merupakan indikasi bahwa banyak pemilih yang tidak menggunakan hal pilihnya atau memilih semuanya (Gercos) karena mereka merasa tidak ada gunanya menggunakan hak pilih.
“Selamat Pram-Doel yang menang satu putaran, menurut realcount KPU. Kemenangan ini membuktikan karena Pram-Doel berkomitmen memimpin Jakarta untuk semua warga DKI. Disamping diusung PDIP, Pram-Doel juga karena dukungan serta efek Anies Baswedan,” kata peneliti ekonomi senior dari INDEF tersebut.
Hasil Pilkada itu menunjukkan, untuk DKI Jakarta cawe-cawe Jokowi tidak mempan atau tidak berpengaruh banyak untuk mendongkrak suara Paslon nomor urut 1, yaitu RIDO. Padahal mantan Presiden tersebut sempat blusukan di beberapa wilayah DKI. Dia terlihat bekerja sangat keras untuk memenangkan Paslon jagoannya.
Lebih Kuat dan Signifikan
Efek Anies ternyata lebih kuat. Dia berhasil memberikan pengaruh yang sangat signifikan kepada pendukungnya yang dikenal dengan sebutan Anak Abah. Pengaruh Anies istimewa di Jakarta sebab di daerah-daerah lain, dominasi Jokowi masih tinggi. Tetapi, di kalangan kaum terdidik di Jakarta, Anies sudah meruntuhkan kekuatan Jokowi.
Apa yang dapat dipetik dari Pilkada Jakarta itu? “Dengan simbol DKI adalah pusat perpolitikan nasional, maka harapan perubahan setelah pelbagai kemunduran bangsa selama 10 thn ini, masih bisa dikemukakan. Banyak indikator kemunduran Indonesia di masa Jokowi seperti Demokrasi merosot, ketimpangan yang memburuk, Korupsi merajalela, hukum menjadi alat kekuasaan, ekonomi yang suram dan lain-lain.”
Secara nasional lima tahun ke depan, tambahnya, dalam perpolitikan akan terjadi perlombaan antara Status-Quo yang ingin melestarikan kekuatan meninggalkan rakyat untuk tujuan membangun sistem Politik berbasis Oligarki dan vis a vis akan berhadapan dengan kekuatan sipil yang berusaha menegakkan sistem politik berbasis rakyat.
“Presiden Prabowo dengan platform pembangunan untuk rakyat semestinya dapat memberikan penguatan ekosistem politik berbasis rakyat. Tapi apakah lima tahun ke depan rakyat yang akan berdaulat atau malah Oligarki yang berdaulat ? Itu akan sangat tergantung kepada rakyat sendiri yang diwakili para Elitnya dalam partai partai politik: memilih rakyat yang mau didaulatkan atau Oligarki bisnis?” demikian Didin S Damanhuri. (EJP)