Daily News | Jakarta – Idealnya, sebuah pemerintahan baru harus lepas dari bayang-bayang rezim sebelumnya. Tidak boleh ada kesan bahwa rezim yang sudah selesai masih mempunyai pengaruh di dalam pemerintahan baru. Setidaknya itu yang menjadi omongan orang ketika menilai bahwa Presiden Prabowo masih dipengaruhi oleh Jokowi yang merupakan Presiden di pemerintah yang lalu.
Pengamat Politik dari UI-Watch Sayuti As-Syathri menyatakan hal itu kepada KBA News, Rabu, 18 Desember 2024. “Publik menilai bahwa pemerintahan Prabowo yang mulai bekerja pada 20 Oktober lalu masih dipengaruhi oleh Jokowi. Padahal, yang terakhir sejak pelantikan Prabowo mestinya sudah tidak berkuasa lagi,” kata Alumni Fakultas Teknik UI tahun 1975 itu.
Ditambahkan oleh salah seorang pendiri partai PAN itu, publik melihat pengaruh Jokowi masih besar atas Prabowo. Ini mungkin karena sebelumnya dia adalah Menteri Pertahanan di bawah pemerintahan Jokowi tahun 2019-2024. Dia pun meminang Gibran untuk menjadi Wapres-nya sehingga Jokowi berperan besar dalam kemenangannya di Pilpres 2024.
“Dipandang dari sisi itu saja, bisa dimengerti bahwa Prabowo masih berada di bawah pengaruh Jokowi. Apalagi lagi kemudian kita melihat dengan kecewa bahwa 17 menteri Jokowi masuk lagi di Kabinet Prabowo. Ternyata reputasi mereka tidak bagus-bagus amat dan malah banyak yang tidak bersih dari kasus korupsi dan pengalahgunaan wewenang,” kata mantan Anggota Komisi II DPR-RI itu.
Tentu ini mengecewakan bagi para aktivis yang ingin pemerintahan Prabowo menjadi momen untuk membersihkan residu pemerintahan Jokowi. Para penggiat demokrasi menyatakan bahwa terlalu banyak kegagalan dan kemunduran yang dilakukan Jokowi selalu 10 tahun pemerintahannya. Pemerintah Prabowo bisa menjadi masa pembersihan dan peningkatan kualitas demokrasi dan partisipasi rakyat.
Tunggu Langkah Prabowo
Rakyat menunggu gebrakan dan langkah Prabowo untuk membenahi masalah negara ini. Utang yang besar, kemakmuran yang rendah, daya beli rakyat yang kecil dan kemiskinan yang merata merupakan dampak dari ulah Jokowi yang tidak cakap. Prabowo diharapkan mampu untuk membalikkan keadaan sehingga nasib rakyat menjadi lebih baik.
Ditambahkan oleh aktivis mahasiswa UI tahun 1970-an akhir dan awal 1980-an itu, nampaknya rakyat masih memberikan waktu bulan madu kepada Prabowo sehingga mereka menunggu. Waktu itu idealnya 100 hari atau paling lama enam bulan. “Untuk menjaga momen dukungan rakyat dan aktivis demokrasi itu, mereka masih memberikan waktu kepada Prabowo hingga pertengahan tahun 2025. Setelah itu akan terlihat apakah Prabowo bisa membawa perubahan atau akan sama dengan rezim sebelumnya,” kata Sayuti.
Prabowo sendiri, minimal dalam pernyataan, menunjukkan harapan perubahan. Dia mengecam para pejabat pelaku korupsi dan meminta mereka berhenti atau akan menghadapi resiko yang keras. Dia pun menyatakan tidak boleh ada negara dalam negara. Dia pun menyatakan akan melakukan perubahan dalam enam bulan ke depan. “Masih wacana dan narasi saja memang, tetapi, kita tunggu tindakan nyata darinya.”
Dalam pandangan Sayuti, Prabowo adalah demokrat sejati. Dia sedang berusaha melepaskan darinya dari pengaruh dan bayang-bayang Jokowi, walaupun publik tahu sejak dilantik dia beberapa kali bertemu Jokowi, sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Presiden sebelumnya. Kesan Jokowi masih berusaha mempengaruhi Prabowo nampak sangat jelas.
“Yang kita harapkan Prabowo pelan-pelan melepaskan diri dari Jokowi. Sangat tidak elok jika Presiden yang sedang berkuasa menunjukkan darinya masih berada di bawah pengaruh orang lain, walaupun itu mantan atasannya,” demikian Sayuti As-Syathri. (HMP)