Daily News | Jakarta – Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong mendapatkan perlakuan yang tidak etis dari pihak kejaksaan, pada Jumat, 14 Februari 2025.
Saat Tom hendak ingin menyampaikan pernyataan kepada awak media di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, namun dihalangi oleh pihak kejaksaan. Tom pun protes.
“Saya punya hak untuk bicara. Wartawan pada di sini,” kata Tom kepada pihak kejaksaan yang mengawalnya di lokasi.
Kasus ini juga terjadi kejanggalan. Pasalnya, Tom sudah ditahan selama tiga bulan. Namun prosesnya hingga kini masih bertele-tele. Kejaksaan enggan membeberkan bukti konkret kepada publik terkait kasus tersebut.
“Ya kita terus kooperatif dan berupaya untuk kondusif. Tapi bagi saya, diprosesnya agak lama ya,” ujar Tom kepada media.
Pakar hukum pidana dari Universitas Bhayangkara Surabaya (Ubhara), Prof. Solahudin menyampaikan, apa yang dialami oleh Tom Lembong tersebut adalah nampak sangat tidak adanya keadilan.
“Kasus Tom Lembong itu menggunakan hukum tapi tanpa berniat sungguh-sungguh menegakkan hukum, sehingga menimbulkan ketidakadilan,” katanya saat dihubungi oleh KBA News, Sabtu, 15 Februari 2025.
Saat ditanya, apa kasus Tom Lembong ini serat akan nuansa politis?
“Tentu. Seolah-olah menegakkan hukum, tapi tanpa menggunakan hukum yang benar. Pasti akan menimbulkan kesewenang-wenangan,” ujarnya.
Diketahui, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka di kasus korupsi impor gula pada tahun 2015-2016.
Menurut penyelidikan, Tom Lembong diduga telah memberikan izin impor gula 105.000 ton kepada PT AP, meskipun Indonesia telah memiliki surplus gula pada saat itu.
Pada tanggal 29 Oktober 2024, Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula tersebut.
Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 dan Pasal 3, serta Pasal 18 Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Namun hingga kini kasus tersebut belum selesai. Pihak kejaksaan pun enggan membeberkan bukti konkret kepada publik terkait kasus Tom Lembong tersebut.
Ketidakadilan yang Langgar Demokrasi
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat diduga melakukan perlakuan tidak pantas terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau yang dikenal sebagai Tom Lembong pada Jumat, 14 Februari 2025. Saat hendak memberikan pernyataan kepada awak media, pihak kejaksaan menghalanginya. Tom pun memprotes tindakan tersebut.
Pendiri Cakrawangsa Law Office, Reza Isfadilla, menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan yang mencegah Tom Lembong menyampaikan pernyataan ke media. Menurutnya, sebagai warga negara, Tom memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat.
Reza menegaskan bahwa Tom Lembong memahami batasan informasi yang bisa disampaikan kepada publik. Selama tidak menyangkut pokok materi perkara, seharusnya tidak ada masalah. “Pak Tom kemarin menyampaikan ke media dari sisi prosesnya, bukan pokok perkara,” ujar Reza saat dihubungi KBA News, Sabtu, 15 Februari 2025.
“Tindakan pembatasan terhadap Tom Lembong ini berpotensi melanggar prinsip dasar demokrasi dan kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945,” tegasnya.
Hak Konstitusional dan Transparansi Hukum
Reza menyoroti beberapa poin penting terkait insiden ini. Pertama, hak konstitusional. Setiap warga negara Indonesia dijamin haknya untuk menyampaikan pendapat sebagaimana tertuang dalam Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945. “Pembatasan terhadap hak ini harus memiliki dasar hukum yang jelas dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip negara hukum,” katanya.
Kedua, transparansi hukum. Reza menilai bahwa proses hukum yang transparan dan berkeadilan merupakan fondasi utama negara demokrasi. “Pembatasan hak berbicara kepada media harus memiliki justifikasi hukum yang kuat dan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa insiden ini berpotensi menghalangi media dalam memperoleh informasi. “Pembatasan akses media terhadap narasumber tidak dibenarkan berdasarkan undang-undang,” ujar Reza.
Menurutnya, media memiliki peran vital sebagai pilar demokrasi dalam menyampaikan informasi kepada publik. Jika akses terhadap narasumber dibatasi, maka fungsi pers sebagai penyampai informasi dapat terhambat.
Tom Lembong: “Saya Punya Hak Bicara!”
Diketahui, Tom Lembong mendapatkan perlakuan yang tidak etis dari pihak kejaksaan pada Jumat, 14 Februari 2025. Saat hendak menyampaikan pernyataan kepada awak media di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, pihak kejaksaan menghalanginya.
Tom pun memprotes tindakan tersebut. “Saya punya hak untuk bicara. Wartawan ada di sini,” kata Tom kepada pihak kejaksaan yang mengawalnya di lokasi.
Meski dihalangi, Tom akhirnya tetap memberikan pernyataan singkat sebelum dibawa ke mobil oleh petugas kejaksaan. “Kami terus kooperatif dan berupaya untuk tetap kondusif. Tapi bagi saya, prosesnya cukup lama,” ujarnya kepada media.
Publik menilai ada kejanggalan dalam kasus yang menjerat Tom Lembong. Pasalnya, ia telah ditahan selama tiga bulan, tetapi hingga kini proses hukumnya masih berlarut-larut. Kejaksaan pun enggan membeberkan bukti konkret terkait kasus tersebut kepada publik.
Situasi ini semakin menimbulkan tanda tanya besar, terutama mengenai transparansi dan keadilan dalam proses hukum yang dijalani Tom Lembong. (AM)