Daily News | Jakarta – Wacana pembentukan Koalisi Permanen oleh Presiden Prabowo Subianto yang melibatkan partai-partai dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) menuai beragam respons. Jika rencana ini terealisasi, bukan mustahil PDIP dan Anies Baswedan bersekutu sebagai kekuatan penyeimbang untuk menandingi dominasi koalisi gemuk itu.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pendidikan dan Kebangsaan (LeSPK) Yogyakarta, In’am eL Mustofa M.I.P., menilai deklarasi dini Prabowo untuk maju kembali pada Pilpres 2029 bisa dibaca sebagai strategi politik untuk memperkuat soliditas KIM. Namun, tantangan terbesar dari pembentukan koalisi permanen dalam sistem presidensial Indonesia adalah apakah format tersebut bisa bertahan lama dan efektif dalam menghadapi dinamika politik yang cepat berubah.
“Koalisi permanen memang lazim dalam sistem parlementer, tetapi dalam sistem presidensial seperti Indonesia, koalisi hanya benar-benar solid pada saat penentuan pasangan capres-cawapres. Setelah itu, sangat mungkin terjadi pergeseran politik,” ujar In’am saat dihubungi KBA News, Rabu, 26 Februari 2025.
Lebih lanjut, In’am menyoroti dampak penghapusan ambang batas pencalonan presiden oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Keputusan ini membuka ruang bagi semua partai untuk mengajukan kandidatnya sendiri, tetapi juga menambah tantangan dalam mengakselerasi elektabilitas tokoh politik dalam waktu relatif singkat.
“Dengan kondisi ini, muncul pertanyaan besar di kalangan politisi dan publik: mungkinkah PDIP dan Anies Baswedan membentuk kekuatan baru untuk menandingi Koalisi Permanen Prabowo?” kata In’am.
Menurutnya, meski masih terlalu dini untuk memprediksi koalisi antara PDIP dan Anies, sinyal ke arah itu tetap ada. Sebagai strategi politik, koalisi ini bisa menjadi respons terhadap dominasi Prabowo dan sekutunya yang berpotensi menciptakan hegemoni politik.
“Jika tidak ada kekuatan yang menandingi koalisi yang digagas Prabowo, hal itu bisa menghambat proses demokratisasi di negeri ini. Dalam konteks ini, membangun koalisi tandingan bukan sekadar wacana, tetapi bisa menjadi kebutuhan politik yang mendesak,” jelasnya.
Founder Institute Cokroaminoto ini memprediksi PDIP tidak akan bergerak sendirian dalam membangun kekuatan tandingan. Menurutnya, menjelang Pilpres 2029, partai berlambang banteng moncong putih itu akan menggandeng kekuatan lain, termasuk Anies Baswedan, yang memiliki basis elektoral kuat dan daya tarik politik tersendiri.
“Mengingat sulitnya mengakselerasi elektabilitas tokoh baru dalam waktu singkat, PDIP bisa menjadikan Anies sebagai salah satu figur utama dalam upaya membangun koalisi tandingan. Ini bisa menjadi modal politik yang cukup kuat bagi Anies,” tegas In’am.
Jika skenario ini terjadi, maka peta politik Indonesia akan semakin menarik, dengan dua blok besar yang saling berhadapan. Apakah PDIP dan Anies benar-benar akan bersatu menantang Koalisi Permanen Prabowo? Waktu yang akan menjawab.
Why not!
Tokoh perubahan Anies Baswedan dan PDI Perjuangan (PDIP) bukan tidak mungkin berkoalisi di Pemilu Presiden (Pilpres) 2029. Terlebih bila Prabowo Subianto membuat Koalisi Permanen yang meliputi partai politik di Koalisi Indonesia Maju (KIM).
“Pilihan-pilihan koalisi taktis, saya kira akan menjadi keniscayaan, namun politik juga selalu dinamis. Sehingga, untuk saat ini yang perlu dibangun adalah kerja-kerja kerakyatan yang nyata,” kata Isa Anshori, akademisi asal Surabaya kepada KBA News, Rabu, 26 Februari 2025.
Menurut dia, kerja-kerja kerakyatan itulah yang akan menyatukan dan membuat nyaman para pihak. Terutama di dalam menghadapi dinamika politik menatap Pilpres 2029. “Politik itu dinamis,” terang Isa Anshori yang dulu relawan ABW tersebut.
Kemudian, dalam kaitan PDIP dan Anies Baswedan, saat ini mengalami situasi yang sama, situasi diperlakukan dimarjinalkan, perasaan yang sama atas perlakuan tersebut. “Itu menggumpal dan seperti yang terjadi di Jakarta,” tambah dia.
Di saat Pilgub Jakarta, Anies menyatakan dukungannya ke pasangan Pramono Anung dan Rano Karno yang diusung PDIP. Padahal, sebelumnya santer terdengar Anies yang akan diusung dipasang kan dengan Rano. “Tapi Megawati lebih memilih Pram-Rano ketimbang Anies-Rano.”
Tidak hanya itu, hubungan kerjasama politik PDIP-Anies, Anies telah menunjukkan sikap yang baik dan negarawan. Dan terbukti sikap Anies yang negarawan, membuat PDIP diuntungkan.
“Saya kira sikap Anies terhadap PDIP akan berbalas kalau situasi seperti saat ini tetap dialami sampai nanti,” tutur Isa Anshori.
Selain itu, komitmen taktis menuju perubahan harus dilakukan oleh Anies ke PDIP sebagai bagian koalisi permanen ke depan untuk perubahan Indonesia. “Sehingga masyarakat akan melihat siapa diantara mereka yang memegang komitmen atau tidak,” pungkas dia. (EJP)
Discussion about this post