Daily News | Jakarta – Presiden Prabowo Subianto berencana membentuk Koalisi Permanen yang melibatkan partai politik di Koalisi Indonesia Maju (KIM). Jika wacana ini terwujud, PDIP dan Anies Baswedan berpotensi bersekutu sebagai penyeimbang koalisi besar tersebut.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pendidikan dan Kebangsaan (LeSPK) Yogyakarta, In’am el Mustofa, M.I.P., menilai masih terlalu dini untuk memprediksi peluang kerja sama antara PDIP dan Anies. Namun, sebagai bagian dari dinamika politik yang terus berkembang, kemungkinan itu tetap ada dan mungkin perlu dikembangkan.
“Sebab, jika tidak ada yang menandingi koalisi yang digagas Gerindra, tentu saja hal itu akan menghambat proses demokratisasi atau demokrasi politik di negeri ini,” jelasnya saat dihubungi KBA News, Jumat, 28 Februari 2025.
In’am juga memprediksi bahwa PDIP kemungkinan besar akan menginisiasi koalisi tandingan. Menjelang Pilpres, PDIP diyakini tidak akan berjalan sendiri. Peluang PDIP menggandeng Anies Baswedan cukup terbuka, mengingat mengakselerasi elektabilitas tokoh-tokoh lain juga bukan hal yang mudah.
Di sisi lain, Anies selama ini memiliki popularitas dan elektablitas yang mumpuni. “Jadi, ini bisa menjadi modal kuat yang dimiliki oleh Anies Baswedan,” tegasnya.
Pendiri Institute Cokroaminoto ini menyoroti ambisi Prabowo dalam menggagas Koalisi Permanen. Ambisi tersebut tampak jelas ketika belum genap 100 hari menjabat sebagai presiden, Prabowo telah mengumumkan rencana itu dengan penuh optimisme, bahkan menargetkan pencalonan kembali pada Pilpres 2029.
Menurut In’am, ada dua kemungkinan pandangan terkait hal ini. Pertama, bisa dilihat sebagai sinyal bahwa Prabowo serius menjalankan periode pertamanya dengan memastikan Koalisi Permanen tetap solid.
“Nah, hanya saja masalahnya, koalisi permanen dalam sistem presidensial Indonesia masih menjadi pertanyaan besar. Di negara lain, koalisi permanen berjalan baik dalam sistem parlementer, sementara Indonesia menganut sistem presidensial. Mungkinkah koalisi permanen benar-benar terbentuk? Koalisi ini biasanya hanya terjadi dalam penentuan capres-cawapres,” ungkapnya.
Terlebih, setelah Mahkamah Konstitusi menghapus ambang batas pencalonan presiden, peluang setiap partai untuk mengajukan calon sendiri semakin terbuka.
“Bisakah dalam waktu empat tahun mengakselerasi elektabilitas calon dari masing-masing partai? Ini tentu tidak mudah,” pungkasnya.
Suara aktivis
Wacana kerja sama politik antara PDI Perjuangan (PDIP) dan Anies Baswedan akhir-akhir mengemuka. Langkah ini dinilai sebagai strategi untuk menyelamatkan demokrasi serta menandingi Koalisi Permanen Prabowo yang didukung oleh Jokowi.
Aktivis pergerakan Slamet Sudarso menyatakan dukungan terhadap kemungkinan kerja sama tersebut, asalkan PDIP benar-benar serius dalam menghadapi Jokowi. “Kenapa Jokowi? Karena Prabowo masih berada dalam bayang-bayangnya,” ujar Slamet saat dihubungi KBA News, Sabtu, 28 Februari 2025.
Menurut Slamet, hingga kini para pendukung Anies masih mempertanyakan sejauh mana keseriusan PDIP dalam melawan Jokowi. “Jangan sampai ini hanya sekadar negosiasi politik, terutama terkait kasus Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto,” ungkapnya.
Pendiri Banteng Muda Indonesia (BMI) Banyumas itu menegaskan bahwa sebelum menjalin kerja sama, PDIP perlu memperjelas posisinya. “Jika Bu Megawati bisa meyakinkan pendukung Anies, itu langkah baik. Para pendukung Anies sebenarnya tidak menuntut banyak,” imbuhnya.
Prabowo dinilai tak akan melawan Jokowi
Ketua Laskar Angkatan Muda Anies Baswedan (Laskar Aman) Jawa Tengah ini menilai bahwa tantangan terbesar dalam dinamika politik saat ini adalah pengaruh Jokowi yang masih kuat. “Yang kami inginkan adalah bagaimana melawan dominasi Jokowi, meskipun dia tidak lagi menjabat, dampaknya masih terasa hingga sekarang,” tegasnya.
Slamet juga menyoroti harapan publik terhadap Prabowo Subianto agar bersikap lebih tegas terhadap Jokowi. Namun, ia meragukan kemungkinan itu. “Saya pribadi tidak yakin Prabowo berani melawan Jokowi. Banyak pengamat awalnya berharap Prabowo bisa mandiri, tetapi setelah melihat bagaimana ia bisa menjadi presiden, rasanya mustahil baginya untuk melawan Jokowi. Tidak masuk dalam logika,” jelasnya.
Ia mengibaratkan posisi Prabowo seperti seseorang yang memperoleh kekuasaan melalui ‘pesugihan’, di mana ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. “Prabowo harus tegak lurus kepada Jokowi karena Jokowi masih mengendalikan aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga KPK,” tambahnya.
Anies, opsi strategis bagi PDIP?
Terkait peluang PDIP untuk berkoalisi dengan Anies, Slamet menegaskan bahwa hal itu masih bergantung pada komitmen PDIP. “Jika PDIP serius, maka para pendukung Anies siap mendukung,” ujarnya.
Menurutnya, kerja sama ini bisa saling menguntungkan kedua belah pihak. “Hingga saat ini, dengan segala kekurangan manusiawinya, Anies masih belum ada tandingannya. Jika PDIP ingin berubah dan benar-benar melawan Jokowi, maka Anies adalah pilihan yang tepat,” tandasnya.
Namun, ia menekankan bahwa pertanyaan utama masih tetap harus dijawab: apakah PDIP benar-benar serius dalam menghadapi dominasi politik Jokowi? Jika jawabannya iya, maka kerja sama ini berpotensi mengubah peta politik nasional secara signifikan. (HMP)
Discussion about this post