Daily News | Jakarta – Jalan perdamaian sudah dipetakan. Kesempatan terbaik bagi Presiden Zelenskyy adalah melalui jalur diplomatik.
Maka, pertemuan puncak di Washington DC merupakan lanjutan dari serangkaian pertemuan delegasi AS dengan Ukraina. Persiapan panjang yang ditawarkan AS gagal di tengah jalan.
“Tanpa terasa silang pendapat Trump bersama JD Vance melawan Zelenskyy tak terhindarkan makin mencuat di ruang publik. Sementara AS masih menjadi kontributor bantuan yang besar untuk Ukraina,” ujar pengamat hubungan internasional PLE Priatna kepada KBA News, Senin, 3 Maret 2025.
Ketika AS di bawah Trump ingin meninjau kembali bantuan, dipertukarkan dengan mineral dan tanah jarang ke dalam paket perdamaian dan pemulihan hubungan dengan Rusia Presiden Ukraina Zelenskyy belum dapat menerimanya.
“Sementara AS mulai melakukan efisiensi dan kalkulasi ekonomi, mendayaguna relasi dari bantuan dan keuntungan yang diperoleh,” imbuh Priatna.
Menurut Priatna yang juga mantan diplomat senior RI, sebagian besar pertahanan Ukraina jelas bergantung pada dukungan AS. Pemerintah AS telah menggelontorkan dana sekitar $175 miliar sejak 2022 sebagai respons terhadap perang Rusia-Ukraina.
Di sisi lain, Kirll Dmitriev, kepala Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF) milik negara yang hadir dalam pertemuan AS-Rusia di Riyadh mengatakan bahwa dengan meninggalkan Rusia, bisnis AS kehilangan sekitar $300 miliar.
“Trump tahu bahwa sebagian besar mineral tanah jarang yang diincarnya berada di wilayah Donbass milik Rusia dan di wilayah Arktik,” imbuh Priatna yang juga mantan wakil kepala Perwakilan RI di Beijing dan Tokyo ini.
Dia menambahkan, laporan terbatas menyebutkan bahwa Donbas dan Krimea, yang keduanya merupakan titik penting pendudukan Rusia sejak 2014, memiliki cadangan batu bara, ladang gas alam, dan mineral penting yang signifikan.
“Dalam beberapa bulan setelah menginvasi Ukraina pada tahun 2022, Rusia menguasai mineral dan gas Ukraina senilai lebih dari $12,5 triliun. Luar biasa,” imbuhnya.
Lalu di luar itu semua, solusi apa yang paling realistik bagi Ukraina, selain berdamai dan menghentikan perang dengan Rusia? Alumnus FISIP UI dan Monash University, Melbourne, Australia ini. mengutip ajakan Wapres AS, JD Vance pada Presiden Zelenskyy. Kalimatnya betul tapi pasti menjadi dilema yang sulit diterima Ukraina.
“Perang ini berakhir dengan cara yang sama seperti yang pernah terjadi di hampir setiap perang: ketika orang bernegosiasi dan masing-masing pihak menyerahkan sesuatu yang tidak ingin diserahkannya,” kata Vance.
“Tidak seorang pun dapat menjelaskan kepada saya bagaimana ini akan berakhir tanpa adanya konsesi teritorial terkait batas wilayah tahun 1991,” kata Vance meyakinkan.
Lebih jauh kalimat kutipan di bawah ini yang tentu tidak akan mudah diterima Ukraina. “Adalah kepentingan terbaik Amerika untuk menerima bahwa Ukraina harus menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Rusia,” demikian Vance menegaskan.
Sementara wilayah Ukraina lainnya akan tetap menjadi negara berdaulat yang independen, Vance mengatakan, Rusia akan mendapatkan “jaminan netralitas” dari Ukraina.
“Ia tidak bergabung dengan NATO, ia tidak bergabung dengan beberapa lembaga sekutu semacam ini,” kata Vance. “Saya pikir pada akhirnya seperti itulah bentuknya.”
Selanjutnya, kutipan dari sebuah sumber terpercaya merujuk pernyataan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth saat ia bertemu Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina NATO pada 12 Februari lalu,
Fase esensial perdamaian antara Rusia dan AS terkait Ukraina adalah (i) perang harus diakhiri; (ii) Tidak realistis mengharapkan kembalinya Ukraina ke perbatasan sebelum tahun 2014; (iii) Keanggotaan NATO bagi Ukraina bukanlah tujuan yang realistis; (iv) Jaminan keamanan akan didukung oleh pasukan Eropa dan non-Eropa, bukan oleh NATO; (v) Tidak ada pasukan AS yang akan dikerahkan.
Priatna yang juga mantan Direktur Informasi dan Media, Kementerian Luar Negeri RI mengatakan, jalan perdamaian sudah dipetakan. Kesempatan terbaik bagi Presiden Zelenskyy adalah melalui jalur diplomatik, kembali membuka pertemuan dengan Presiden Trump maupun Wapres JD Vance.
“Saat relasi hubungan dengan Rusia terkunci dalam status perang memasuki tahun ke-4 ini, nampaknya hanya pintu AS yang dapat melunakkan pihak Rusia,” tandas Priatna yang pernah bertugas di Denmark, Belgia, China, dan Jepang.
Penguatan hubungan Ukraina dalam ranah Uni Eropa, sekalipun ada bantuan dan kerjasama 100 tahun dengan Inggris, disebutkan Priatna yang juga diplomat senior RI 1988-2021, kotak pandora krisis yang terjadi tak akan terbuka tanpa kehadiran AS dan cawe-cawe dari Presiden Trump. (HMP)
Discussion about this post