Daily News | Jakarta – “Danantara harus diisi oleh para profesional, Harus bebas dari KKN dan memberi jaminan bahwa proyek-proyek yang dikelola tidak bocor. Ini tidak main-main sebab menyangkut proyek raksasa yang bersentuhan dengan dana yang sangat besar,”
Peresmian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, pada Senin, 24 Februari memang menimbulkan secercah harapan jika berhasil tetapi, banyak sekali masalah yangg belum selesai yang seakan-akan terburu-buru dan tanpa persiapan yang memadai, yang pada akhirnya menimbulkan pertanyaan, keraguan dan sikap skeptis dan pesimis.
Pengamat ekonomi Senior yang juga Gurubesar IPB Bogor Didin S Damanhuri menyatakan hal itu, hari ini, menyikapi berdiri Holding yang mengelola dana BUMN sebesar lebih dari 14.670 Triliun (14,67 Quadriliun) dengan dana modal awal sekitar Rp 1.000 Triliun (1 Quadriliun). “Istilah Quadriliun jadi populer setelah kejaksaan Agung menyatakan korupsi di Pertamina berupa pengoblosan pertalite menjadi Pertamax merugikan negara hingga 1 Quadriliun,” katanya sambil tertawa.
Masalah awal adalah revisi UU BUMN yang berlangsung sangat kilat, kurang dari 20 hari. Bahkan lebih cepat lagi dari pembahasan UU IKN zaman Jokowi. “UU ini tidak menyediakan ruang legislasi yang ideal yang juga disahkan dalam waktu yang sangat singkat yaitu satu hari yang menimbulkan perdebatan di antara anggota DPR dan setelah sah masuk ke Lembaran Negara tetapi sampai hari ini tidak bisa diakses Publik.”
Beberapa isu yang krusial antara lain, pengelola BPI dibuat kebal hukum, seperti yang dikutip oleh Tempo. Kerugian yang terjadi tidak menimbulkan tanggung jawab kepada para pengelola. Kebijakan mereka ambil tidak menjadi objek audit BPK dan pengawasan KPK. Masalah menjadi sumir dan tidak jelas ketika diluncurkan Senin, ada pernyataan dari Kepala Dewan Pelaksana (CEO) Danantara Rosan Roeslani bahwa tidak ada yang kebal hukum. Seluruh yang terlibat dari atas sampai bawahakan menjadi objek audit dari BPK, BPKP, PPATK dan pengawasan dari KPK.
“Jadi, mana yang benar? Apakah pernyataan Roeslani itu untuk mendinginkan panas reaksi publik terhadap keberadaan Danantara yang dianggap kebal hukum atau ada kemungkinan Presiden sudah mengendus reaksi publik yang keras itu. Presiden sendiri menyatakan masih memungkinkan merevisi beberapa hal yang prinsipil sebelum nanti diumumkan dalam Lembaran Negara,” tambah Ekonom Senior Indef itu.
Presiden sudah melantik para pengelola. Ketua Dewan Pengawas dijabat oleh Erick Tohir yang juga adalah Menteri BUMN, Wakil Ketua yaitu Mulyaman D Hadad (mantan Kepala OJK) dan Sri Mulyani yang adalah Menkeu sebagai Anggota Wanwas. Sedangkan Badan Pelaksana dikepalai oleh Rosan Roeslani sebagai CEO, Doni Oskaria sebagai Kepala Operasi (COO) dan Pandu Syahrir, keponakan Luhut, sebagai Kepala Investasi (CIO).
Undang investasi asing
Mereka itu diharapkan bisa mengundang investasi asing. Tetapi tantangannya ada BUMN yang busuk yang menurut ICW ada lebih dari setengah dari jumlah yang sekitar 90 buah itu yang rusak karena salah urus dan korupsi. Agar dipercaya, Danantara harus menerapkan prinsip Good Coorporate Governance sehingga dia bisa menarik investor di mana brandmark nya adalah Temasek Singapura.
Dengan adanya Danantara, pihak asing itu akan menjadi investor portofolio sehingga kendali tetap ada di tangan Indonesia. Dengan demikian diharapkan Danantara punya potensi untuk membangun infrastruktur yang strategis yang tidak membebani APBN. Ini adalah peluang-peluang yang terbayangkan, walaupun itu merupakan peluang jangka menengah dan panjang.
“Tetapi prasyarat suksesnya itu sangat berat. Menurut saya, Danantara harus bertekad bermain di tingkat global dan menjadi champion di tingkat Asia atau ASEAN. Tentu saja di bidang-bidang yang diduga terbuka peluang jadi champion, seperti Bank Syari’ah, Industri halal, industri dirgantara terutama CN-325 yang pernah berjaya yang sekarang macet itu, Industri Kereta Api dan Pindad.,” tambah Anggota Dewan Pakar ICMI itu.
Dengan menerapkan Good Coorporate Governance diharapkan tercipta Trust sehingga Danantara bisa menarik investasi asing dalam bentuk portofolio. Kalau itu tidak terjadi, maka akan sulit untuk menarik investasi asing.” Ini yang menurut saya, penting. Jika sudah bisa investasi seperti itu maka Danantara harus bisa menuntut transfer teknologi seperti Nikel kepada China. Seperti janji Prabowo, Danantara itu harus juga menggaitkan kemitraan dengan UMKM dan koperasi. Ini harus disebut dalam UU atau peraturan di bawahnya. Brand-mark ke Cina harus dalam bentuk UU agar kuat dasar hukumnya.
Tetapi semua itu akan sia-sia jika pemerintah tidak bertekad melakukan perbaikan dalam bidang hukum, pemberantas korupsi, peningkatan pelayanan publik dan lain seterusnya. “Danantara harus diisi oleh para profesional, Harus bebas dari KKN dan memberi jaminan bahwa proyek-proyek yang dikelola tidak bocor. Ini tidak main-main sebab menyangkut proyek raksasa yang bersentuhan dengan dana yang sangat besar,” demikian Didin S Damanhuri.
Tingkat Kepercayaan Rendah
Rasa optimis yang berlebihan dari Presiden Prabowo atas diresmikannya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) perlu disikapi dengan serius dan hati-hati. Sebab ambisi pemerintah itu berhadapan dengan sikap pesimis masyarakat yang tingkat kepercayaan umum (Public Trust) sangat rendah akibat kinerja ekonomi pemerintah Jokowi selama 10 tahun yang tidak baik dan bisa diandal.
Pengamat ekonomi senior yang juga gurubesar IPB Bogor Didin S Damanhuri menyatakan hal itu kepada KBA News, Senin, 3 Maret 2025, menyikapi berdirinya BPI Danantara oleh Presiden Prabowo di Istana Negara, pada Senin pekan lalu. Dalam kesempatan itu Prabowo menunjuk Badan Pengawas yang diketuai oleh Erick Tohir, Wakil Ketua Mulyawan D Hadad dan anggota Sri Mulyani. Sedangkan Badan Pengelola adalah Rosan Roeslani sebagai CEO, Doni Oskaria sebagai Kepala Operasi (COO) dan Pandu Syahrir sebagai Kepala Investasi (CIO).
Awal berdirinya saja sudah muncul keraguan umum kepada para pengelola. Roeslani adalah Menteri Inverstasi yang sewaktu Pilpres 2024 merupakan Ketua Tim Kampanye Prabowo-Gibran. Sedangan Doni Oskaria sekarang adalah Wakil Menteri BUMN yang diisyukan dekat dengan Raffi Ahmad, mitra Gibran dan Kaesang dalam beberapa jenis usaha. Sementara Pandu syahrir adalah Keponakan Kandung dari Penguasa-Pengusaha Luhut Binsar Panjaitan. Ayah Pandu adalah Syahrir (alm) seorang ekonom kondang yang menikah dengan Kartini Panjaitan, adik kandung Luhut.
Masalahnya, kata Didin, Danantara diluncurkan ketika public-trust kepada Pemerintah sudah terlanjur rendah. Ini diakibatkan kinerja yang sangat buruk dalam 10 tahun pemerintah sebelumnya. Trust Publik itu juga dipengaruhi oleh pengumuman OCCRP bahwa lembaga-lembaga hukum dan politik tidak sejalan dengan konstitusi seperti KPU, MK dan Pemilu. Pemilu yang terindikasi curang dan Jokowi dinobatkan sebagi koruptor terbesar di dunia. Juga kesan PSN Rempang dan PIK-2 yang merugikan rakyat bahkan belum dilakukan penegakan hukum yang berimbang dan bersih.
Ditambahkannya, Ekosistem politik pun bermasalah di mana partai-partai sangat tergantung dari sumbangan para pengusaha sehingga dikhawatirkan akan terjadi intervensi politik kepada Danantara. Apalagi menjelang menjelan Pemilu 2029. “Karena itu prinsip Good Coorporate Governance dan transparansi publik sangat mutlak untuk memastikan prgram-program Danantara berjalan baik dan efektif. Harus dibuktikan di lapangan bahwa pendirian BPI Danantara betul-betul untuk kepentingan nasional bukan kepentingan politik praktis,” kata Pengamat Ekonomi Senior Indef itu.
Sebuah masalah lagi, katanya, UU BUMN yang sudah direvisi di DPR itu hingga sekarang belum bisa diakses publik lewt Lembaran Negara. Dalam RUU itu sebelum disahkan jadi UU ada dua hal yang mencemaskan, yaitu kerugian BPI Danantara yang berisiko gagal dan berdampak sangat besar bagi keuangan negara yang harus di-built-out oleh APBN. Tidak jelas apakah hal ini bisa dibebankan kepada pengelola.
Lalu, kerja BPI Danantara diramaikan tidak bisa menjadi objek audit BPK, BPKP dan pengawasan KPK. Kita berharap dua hal itu sudah direvisi setelah UU baru ada di Lembaran Negara. “Pak Roeslani membantah itu, tetapi apakah dalam UU BUMN baru itu memang sudah dilakukan perubahan mengingat publik belum bisa mengakses Lembaran Negara,” kata anggota Dewan Penasehat ICMI Pusat itu.
Berjalan dan bermanfaat
Pertanyaan lain adalah apakah fungsi sosial BUMN yang sudah berjalan dan banyak manfaat masih tetap ada, seperti pembinaan UMKM, koperasi dan CSR tetap dipertahankan oleh BPI Danantara. Dalam pidato Presiden Prabowo menekankan BPI harus sinergi dengan UMKM dan koperasi. Apakah eksistensi BUMN yang asetnya itu dialihkan penuh ke Danantara tetapi BUMN-BUMN itu masih menjalankan fungsi PSO dan CSR itu?
“Lalu pertanyaan selanjutnya, apakah utang-utang yang macet dari BUMN besar itu dianggap lunas? Juga utang BUMN ke badan asing yang, menurut Anggota DPR-RI Misbakhun, berjumlah lebih dari Rp8.500 Triliun akan tetap ditanggung BUMN bersangkutan atau diambil alih BPI. Terutama BUMN-BUMN Karya. Dan apakah ini nanti tidak membebankan APBN,” tanyanya menuntut penjelasan karena nampaknya belum ada hal yang rinci dan menyeluruh.
Kemudian , tambahnya, bagaimana format kemitraan BPI dengan UMKM dan Koperasi? Konon menurut Prabowo ada 20 bidang usaha kecil dan menengah itu yang segera dibiayai. Apalagi kalau BPI melibatkan usaha dengan asing. Padahal itulah yang memberikan manfaat langsung kepada rakyat sebagai akibat dari disisihnya dana Rp 300 Triliun untuk modal BPI. “Apa sudah ada dasar hukumnya dan seberapa jauh itu bisa dilaksanakan secara nyata dan konkret,” tanyanya lagi.
Catatan lain, jika BPI ini tidak diaudit oleh BPK dan tidak diawasi oleh KPK maka risiko terjadi korupsinya sangat tinggi. Diawasi saja korupsi merajalela apalagi kalau tidak diawasi. Juga akan terjadi konflik kepentingan. Misalnya pejabat BPI mengeluarkan dana untu proyek tertentu tanpa pertimbangan bisnis yang objektif dan profitable. Kurang dalam aspek transparansi dan akuntable sehingga masyarakat tidak mengetahui bagaimana dana itu dikelola.
Tanpa audit BPK dan pengawasan KPK maka kerugian investasi dalam penggunaan dana bisa luput dari pemantauan publik. Jika ada pengelolaan yang buruk dan investasi salah, maka tidak ada mekanisme resmi yang bisa mengaudit dan memberikan rekomendasi perbaikan. Jika tidak ada audit maka akan ada keraguan dari investor asing dan nasional atau kredibilitas BPI.
“Maka belajarlah dari Temasek Singapura, dan Khazanah Malaysia seperti sering diulang-ulang oleh para ahli. Jika pengelolaan BPI tidak profesional dan menimbulkan kerugian maka akan mengancam APBN dan menimbulkan krisis ekonomi nasional yang parah dan menyakitkan,” demikian Didin S Damanhuri. (EJP)
Discussion about this post