Daily News | Jakarta – Tindakan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan mengambil alih masalah empat pulau di Samudera Indonesia yang dipertikaikan antara Provinsi Nangroe Atjeh Darussalam (NAD) dengan Sumut sudah tepat. Jangan biarkan masalah itu berlarut-larut, menimbulkan ketidakpastian hukum dan luka di daerah Aceh yang wilayahnya diambil lewat Keputusan Mendagri Tito Karnavian.
Pengamat politik dan ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Watch Hasril Hasan menyatakan hal itu kepada KBA News, Ahad, 15 Juni 2025 menyikapi kisruh daerah antara Aceh dengan Sumut menyangkut empat pulau di perbatasan kedua daerah di Samudera Indonesia. Keempat pulau itu adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek.
Berdasarkan sejarah yang dirunut sejak masa penjajahan Belanda, keempatnya merupakan milik Aceh. Begitu pun jejak-jejak di keempat pulau itu adalah jejak Aceh. Sejak lama tidak ada masalah dalam kepemilikannya. Masalah timbul karena Kepmedagri menyebutkan keempat pulau itu dimasukkan dalam wilayah Tapanuli Tengah yang merupakan salah satu Kabupaten di Sumut. Sebelumnya, keempatnya masuk dalam wilayah Aceh Singkil. Kedua kabupaten itu memang berbatasan.
Berpuluh tahun tidak ada masalah, tetapi kehebohan mulai karena Keputusan Menteri (Kepmen) Tito tersebut. Diduga dia diminta oleh Gubernur Sumut Bobby Nasution untuk memindahkan kabupaten pemilik keempat pulau itu dari Aceh Singkil ke Tapteng. Dia tunduk kepada Bobby karena diduga dia masih patuh kepada mantan Presiden Jokowi yang merupakan mertua dari Bobby.
Sejak Kepmen itu keluar, Bobby aktif melobi Gubernur NAD Muzakkir Manaf untuk mengajak pengelolaan bersama wilayah di empat pulau itu. Tetapi mantan Panglima GAM itu menolak dengan kukuh menyatakan bahwa keempat pulau itu adalah milik Aceh sepenuhnya dan tidak bisa didiskusikan pengelolaannya.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mempertanyakan Kepmen Tito itu. Bagi dia, hak atas keempat itu sepenuhnya ada di tangan Pemprov NAD. Dia yang menguasaha perjanjian perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki , Finlandia mengetahui persis bahwa Aceh menghendaki keutuhan wilayah dan daerahnya. Karena itu, tidak seharusnya Kepmen Tito itu dikeluarkan. Bisa mengusik luka lama yang tidak bermanfaat sama sekali.
Keributan itu nampaknya tidak berlangsung lama. Presiden Prabowo, lewat Wakil Ketua DPR-RI Sufmi Dasco Ahmad, yang merupakan orang dekatnya, menyatakan mengambil alih masalah itu. Dalam beberapa hari mendatang, Presiden akan membuat keputusan final tentang status keempat pulau itu. Presiden juga, kata Dasco, sudah berbicara dengan pimpinan DPR-RI untuk memutuskan status pulau-pulau itu.
Jangan salah keputusan
Menurut, Hasril, apa yang dilakukan Presiden sangat tepat. Dia tidak ingin masalah itu berlarut dan mengambil alih. Tetapi, dia mengingatkan, agar Prabowo tidak membuat keputusan lain yang akan membuat kesalahan besar yang parah dan tidak perlu. “Status keempat pulau itu harus kembali ke sejarah dan pengakuan di masa lalu. Bahwa itu milik Aceh yang tidak bisa diganggu-gugat dan dialihkan,” kata alumni Fakultas Ekonomi UI tahun 1967 itu.
Dia setuju dengan pendapat umum bahwa ulah Tito yang memindahkan kepemilikan empat pulau didasarkan kepada nafsu dan ambisi Bobby yang tidak pernah merasa puas. Di perairan keempat pulau itu ada cadangan minyak dan gas yang sangat besar melebihi cadangan Ambalat yang akan memberikan kesejahteraan kepada pengelolanya. Itulah yang membuat Bobby bernafsu mengambil keempat pulau itu.
“Itu tentunya tidak bagus dan terpuji. Kawasan pulau itu sepenuhnya milik Aceh yang tidak bisa dikerjasamakan. Lagi pula kenapa Sumut bernafsu ikut mengelola? UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sudah jelas mengatur tentang pembagian keuntungan, yaitu antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah di mana sumber energi itu berada. Tidak dikenal pengelolaan bersama antar dua daerah,” kata Hasril lagi.
Lagi pula, katanya, pemerintah harus menjaga semangat persatuan dengan rakyat Aceh. Mereka telah berkorban banyak perdamaian di daerah itu. Mereka setuju untuk berdamai dan berada di dalam keutuhan NKRI setelah mereka lama berperang mengangkat senjata. Hasil perjanjian Helsinki tahun 2005 yang mengakhiri perang harus dihormati dan disepakati bersama.
“Jangan ada lagi pertikaian di dalam NKRI. Hormatilah hak-hak daerah dan tetaplah damai di Indonesia selamanya. Pemindahan penguasaan empat pulau itu tidak bijak dan bisa melukai hati rakyat Aceh yang juga adalah bagian dari rakyat Indonesia,” demikian Hasril Hasan. (AM).



























