Daily News | Jakarta – Banyak pertanyaan publik atas kasus Tom Lembong, misalnya dia melakukan tindak pidana korupsi? Atau, mengapa peristiwa yang terjadi hampir 10 tahun yang lalu, baru muncul akhir-akhir ini tanpa ada tanda-tanda dan bukti-bukti permulaan?
Persoalan tuduhan korupsi mantan Menteri Perdagangan periode 2015/2016, Thomas Trikasih Lembong, atau dikenal dengan sapaan Tom Lembong, yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) memicu perhatian publik. Mereka meminta agar vonis hakim kepada Tom Lembong itu adil dan jangan sampai mencederai rasa keadilan publik.
Beberapa tokoh masyarakat pun tergerak dan menyerukan agar keadilan ditegakkan pada Tom Lembong yang rencana sidang vonisnya akan dilakukan besok siang, Jumat (18/7/2025). Hal ini dilakukan dengan mengajukan diri sebagai ‘Amius Curiae’ atau sahabat pengadilan Tom Lembong yang telah ditahan semenjak 29 Oktober 2024, dan kasusnya mulai disidangkan pada 6 Maret 2025.
‘’Dengan kerendahan hati kami berdua, yakni Prof Dr Suhandi SH MH MBA dan David Lesamana SE MBA selaku praktisi Lembaga Konsultasi & Bantuan Hukum Pajak, bermaksud mengajukan Amicus Curiae terhadap perkara pidana Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor: 34/Pid.Sus. TPK/2025/PJ. Jkt.Pst,’’ kata Prof Dr Suhandi dalam surat pernyataan yang diterima KBA News, Kamis siang, 17 Juli 2025.
Mengenai tujuan dari pengajuan diri sebagai Amicus Curiade terhadap Tom Lembong, keduanya menyatakan sangat berharap agar tercipta penegakan hukum yang seadil-adilnya, khususnya terhadap kasus hukum yang kini sedang dialami oleh Tom Lembong. Tak hanya itu kasus impor kepada perusahaan gula pada tahun 2015/2016, atau hampir 10 tahun yang lalu, dalam peraturan perpajakan, tempus delicti-nya seharusna sudah dinyatakan kedaluwarsa, dan tidak bisa menjadi sengketa pajak.
“Jadi kami terpanggil untuk mengajukan diri sebagai “sahabat pengadilan” atau amicus curiae untuk memberi pendapat dan pandangan hukum. Dalam hal ini khususnya terkait bidang perpajakan, dalam kasus importasi gula in. Tujuannya agar Majelis Hakim dapat melihat permasalahan menjadi lebih jernih dan transparan, dan dapat mengambil keputusan yang adil dan berpihak pada kebenaran,’’ ujarnya.
Menurut mereka, keinginan memberikan pendapat kepada majelis hakim dalam kasus Tom Lembong tersebut sejalan dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. ’’Peraturan hukum ini menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat,’’ tegas Suhandi.
Selain itu, setelah mencermati dan mengamati jalannya persidangan kasus Tom Lembong, mereka merasa bahwa kalangan publik secara luas mrasakan rasa keprihatinannya yang mendalam. Ini tercermin dalam perbincangan di berbagai platform media sosial.
Kasus janggal dan unik
Publik pada umumnya sangat terkejut atas kasus yang menimpa Tom Lembong, dan bertanya-tanya. Hal itu antara lain ada dalam beberapa hal. Pertama, apa benar Tom Lembong melakukan tindak pidana korupsi? Kedua, mengapa peristiwa yang terjadi hampir 10 tahun yang lalu, baru muncul akhir-akhir ini tanpa ada tanda-tanda dan bukti-bukti permulaan?
‘’Ketiga, mengapa Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan dan penyidikan importasi gula kristal mentah hanya terbatas pada periode jabatan Tom Lembong saja, sedangkan kebijakan yang sama terbukti juga dilakukan oleh para menteri perdagangan sebelum dan sesudah Tom Lembong?’’ ujar Suhandi.
Melihat kenyataan itu, keduanya pun yakin bila kasus korupsi Tom Lembong termasuk kasus unik. Hal ini karena
Tom Lembong didakwa melakukan tindak pidana korupsi tanpa memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri, baik materi maupun non-materi. ‘’Ini sangat tidak lazim. Karena pelaku korupsi umumnya menuntut imbalan untuk keuntungan pribadi.”
Begitu juga dengan dakwaan melakukan tindak pidana korupsi yang menguntungkan pihak lain, tanpa ada imbalan untuk keuntungan pribadi, juga sangat tidak lazim. Ini juga bertentangan dengan motif korupsi secara umum, di mana menguntungkan pihak lain pada akhirnya juga pasti menguntungkan diri sendiri.
“Oleh karena itu, Majelis Hakim harus benar-benar cermat dalam menyikapi dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum, dan menggali secara mendalam di mana letak niat jahat korupsi yang disangkakan kepada Tom Lembong dengan memperhatikan fakta-fakta persidangan,’’ tandas Suhandi dan David Lesmana dalam surat pernyataanya. (AM)