Daily News | Jakarta – Polemik tunjangan perumahan DPR RI yang sempat mencapai Rp50 juta per bulan ikut menyeret perhatian publik terhadap fasilitas serupa yang diterima anggota DPRD DKI Jakarta.
Ramai pemberitaan soal besarnya tunjangan rumah DPRD DKI Jakarta kembali mencuat ke publik. Sebagian pihak mencoba menyudutkan Gubernur Anies Baswedan (2017–2022) seolah menjadi penyebab tingginya angka tunjangan tersebut. Namun, jika menilik data resmi yang diterima KBA News, kenaikan terbesar justru terjadi di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Pada 2015, Ahok menggandakan tunjangan rumah DPRD yang sudah 12 tahun tidak berubah. Anggota DPRD yang semula menerima Rp15 juta, melonjak menjadi Rp30 juta per bulan. Pimpinan DPRD naik dari Rp20 juta menjadi Rp40 juta. Setahun berselang, melalui Pergub 186/2016, Ahok kembali menaikkan: anggota menjadi Rp60 juta (naik 100%) dan pimpinan Rp70 juta (naik 75%).
Sementara itu, pada masa Gubernur Anies Baswedan, kenaikan tunjangan baru terjadi di tahun terakhir masa jabatannya, 2022. Itu pun sifatnya penyesuaian appraisal harga tanah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo. Anggota DPRD naik 17% dari Rp60 juta menjadi Rp70,4 juta, sedangkan pimpinan naik 12,5% dari Rp70 juta menjadi Rp78,8 juta.
Artinya, selama lima tahun kepemimpinannya, Anies tidak melakukan kenaikan besar-besaran. Justru ia mengikuti ketentuan pusat yang mewajibkan penyesuaian berdasarkan nilai sewa rumah (appraisal) di Jakarta.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, kenaikan yang dilakukan Anies bahkan relatif moderat. Di Jawa Barat misalnya, Ketua DPRD pada 2017 menerima Rp25 juta, tetapi pada 2020 di era Ridwan Kamil naik hampir tiga kali lipat menjadi Rp71 juta. Di Jawa Tengah, Ketua DPRD pada 2017 menerima Rp27,5 juta, lalu melonjak menjadi Rp66,5 juta di 2022 pada masa Ganjar Pranowo, bahkan mencapai Rp79,6 juta di 2025 di masa Pj Gubernur Nana Sujana.
Dengan data ini, jelas kenaikan tunjangan DPRD DKI terbesar ada pada era Ahok, sedangkan Anies hanya menjalankan penyesuaian wajar yang juga terjadi di seluruh provinsi lain di Indonesia.
Dari Era Fauzi Bowo hingga Anies Baswedan
Kenaikan tunjangan rumah DPRD DKI Jakarta belakangan ramai dibicarakan publik, terutama setelah adanya klaim bahwa besaran tunjangan di era Gubernur Anies Baswedan (2017–2022) melonjak tinggi. Namun, fakta menunjukkan bahwa kenaikan paling besar justru terjadi pada periode Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
KBA News mengolah data Perjalanan Tunjangan Rumah DPRD DKI Jakarta sebagai berikut:
Tunjangan rumah untuk anggota DPRD DKI Jakarta telah ada sejak 2003, kemudian dipertegas melalui Pergub 68/2007 di masa Gubernur Fauzi Bowo. Besarannya ditetapkan Rp20 juta untuk pimpinan DPRD dan Rp15 juta untuk anggota.
Kenaikan pertama terjadi pada 2015 di era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Melalui APBD 2015, tunjangan digandakan: Rp30 juta untuk anggota dan Rp40 juta untuk pimpinan, atau naik 100% setelah 12 tahun tidak berubah.
Setahun kemudian, Ahok kembali menaikkan melalui Pergub 186/2016. Anggota DPRD menerima Rp60 juta (naik 100%), sedangkan pimpinan menerima Rp70 juta (naik 75%). Pada saat yang sama, bentuk tunjangan diubah menjadi uang tunai, menandai perubahan penting dalam kebijakan keuangan dewan.
Pada 2017, Presiden Joko Widodo mengeluarkan PP 18/2017 yang mewajibkan pemerintah daerah memberikan tunjangan rumah kepada DPRD secara nasional. Menindaklanjuti aturan tersebut, Gubernur Djarot Sjaiful Hidayat menerbitkan Pergub 153/2017, meskipun nilai tunjangan tidak mengalami kenaikan.
Terakhir, pada 2022, Gubernur Anies Baswedan menetapkan Kepgub 415/2022. Tunjangan DPRD dinaikkan berdasarkan appraisal harga tanah di Jakarta selama lima tahun terakhir. Anggota DPRD naik 17% menjadi Rp70,4 juta, sementara pimpinan DPRD naik 12,5% menjadi Rp78,8 juta.
Dari data di atas, sejarah tunjangan DPRD DKI Jakarta menunjukkan bahwa kenaikan terbesar terjadi pada era Basuki Tjahaja Purnama (2015–2016) dengan lonjakan dua kali lipat dalam dua tahun berturut-turut. Sementara itu, Gubernur Anies Baswedan (2022) hanya menyesuaikan nilai berdasarkan appraisal, mengikuti ketentuan pusat melalui PP 18/2017.
Dibandingkan dengan provinsi lain, besaran tunjangan DPRD DKI memang tertinggi. Namun tren kenaikan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, hingga DIY menunjukkan bahwa peningkatan tunjangan DPRD adalah pola nasional yang mengikuti perkembangan ekonomi daerah. (EJP)