Daily News | Jakarta – Perkembangan terbaru tentang ijazah palsu Jokowi berubah dengan cepat. Pihak penggugat ijazah itu, yaitu Roy Suryo dan kawan-kawan (dkk) mendapat amunisi baru yang akan menyerang Jokowi secara lebih efektif. Mereka sudah mendapat data dari KPU berupa ijazah Jokowi. Dengan temuan baru itu semakin terbuka peluang untuk memastikan ijazah yang dipakai Jokowi benar-benar palsu.
Pengamat Kebijakan Publik dan Kebangsaan yang juga Sekjen Front Penggerak Perubahan Nasional (FPPN) Sudrajad Maslahat menyatakan hal itu kepada KBA News, Selasa, 7 Oktober 2025 menanggapi perkembangan masalah itu yang akan membuka kotak pandora tentang ijazah Jokowi yang selama berlangsung lama dan memakan korban. “Jika terbukti ijazah itu palsu harus ada konsekuensi lanjutan,” katanya.
Perkembangan terbaru kasus ini adalah Roy Suryo dan kawan-kawan sudah mendapatkan ijazah sarjana (S-1) kehutanan yang dipergunakan Jokowi sewaktu melengkapi persyaratan menjadi Capres di Pilpres 2019. Pihak KPU Pusat dengan sukarela memberikan akses bagi Roy dan kawan-kawan melihat dan mendapatkan salinan fotokopi ijazah tersebut. Dengan data terbaru dari KPU itu mereka semakin yakin bahwa ijazah itu palsu.
Terbukanya akses di KPU itu setelah sebelumnya mereka menolak memberikan dengan alasan berlindung kepada kerahasiaan pribadi, bahkan sempat membuat Keputusan KPU bahwa data para Capres tidak boleh dipublikasi, menunjukkan bahwa mereka tidak kuasa melawan kehendak masyarakat yang mendesak akses itu dibuka. KPU sendiri tidak berdaya. Keputusan KPU yang baru berumur beberapa hari itu terpaksa dicabut.
Menurut Sudrajat, yang aktivis Voice of Banten itu, perubahan sikap KPU tersebut tidak bisa dibaca selain bahwa pemerintahan Prabowo tidak lagi keukeuh untuk melindungi Jokowi dan Gibran. Sebagai lembaga negara di bawah Presiden, mereka tentunya tidak berani melawan Presiden. Mereka akan tegak lurus dengan kehendak pimpinan tertinggi negara.
Ada konsekuensi hukum
“Sudah dipastikan ijazah yang sama dari KPU membuktikan tesis Roy Suryo dkk keabsahan ijazah yang digunakan Jokowi adalah palsu. Ini bisa jadi berujung kepada konsekuensi hukum yaitu terjadinya pelanggaran pidana formal pemalsuan dokumen, seperti menjerat aktor Nurul Qomar (alm) yang sempat dipenjarakan,” katanya meyakinkan.
Ditambahkannya, bila ternyata sama dengan yang diposting Dian Sandi salinan ijazah yang diperoleh Roy Suryo cs dari KPU maka dapat dipastikan ijazah tersebut palsu menurut cara forensik ELA versi Roy. Ini membawa konsekuensi pertama laporan pencemaran nama baik atas 12 terlapor yang dilakukan jokowi harus dinyatakan gugur. Sebaliknya laporan dari Roy Suryo dkk tentang dugaan Jokowi menggunakan ijasah palsu harus dilanjutkan dan ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
Di sini kredibilitas Polri diuji mampukah bekerja secara Profesional, presisi, jujur, adil dan transparan. Banyak Kasus seperti gubernur, bupati, anggota dewan, kepala desa dipenjara gara-gara kasus ijazah palsu. Apa yang dilakukan Jokowi maka seharusnya diperlakukan sama. Kita tahu berdasarkan prinsip equality before the law UUD 45 pasal 27 ayat 1 setiap warga negara sama kedudukan nya di muka hukum.
“Jadi jangan mentang-mentang mantan presiden dia kebal hukum. Ini gak benar, bahkan karena dia seorang pemimpin negara tertinggi yang telah mencoreng dan mengacak-acak demokrasi seharusnya mendapat hukuman yang lebih berat dengan pasal berlapis, tidak hanya sekedar Pidana KUHP pasal 263 dengan ancaman 6 tahun, tapi juga harus dikenakan pasal melakukan kebohongan publik termasuk kategori kejahatan berat,” kata alumni FISIP UI itu.
Kenapa ini perlu dilakukan, tambahnya dalam tanya. Supaya ada efek jera jangan main-main menipu rakyat dan jadi pembelajaran ke depan. Jokowi telah melanggar pula Tap MPR No 6 tahun 2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang seharusnya menjadi teladan tetapi justru malah memberi contoh yang buruk bagi rakyat.
Konsekuensi lainnya adalah tangkap semua anggota KPU yang ceroboh baik sengaja maupun tidak sengaja telah meloloskan jokowi sebagai calon presiden. Ingat lembaga KPU harus bekerja profesional, jujur, transparan dan akuntabel. Mereka digaji dengan uang rakyat. (EJP)