Daily News | Jakarta – Setelah berada di bawah sebuah kementerian, maka kewenangan dan pengawasan lembaga Polri baru bisa ditata lebih serius lagi. Sebab, tanpa diubah serta terus dibiarkan posisi Polri tetap berada di bawah presiden, maka apa pun usaha perubahan yang saat ini akan dilakukan tidak mungkin dapat terjadi dan polisi tetap saja seperti saat ini. Bahkan bisa semakin parah karena berpotensi semakin dalam terlibat dalam permainan politik praktis
Begitulah, praktisi hukum Dr Ari Yusuf Amir mengatakan memang institusi kepolisian saat ini sangat membutuhkan perbaikan sangat mendasar. Salah satu yang paling utamanya adalah perlu evaluasi atas kenyataan Polri yang hari ini punya kewenangan yang begitu besar dan adanya munculnya masalah kepemimpinan yang serius.
‘’Saat ini Polri memang punya posisi yang berlebih. Selain punya kekuatan personel yang terlatih, punya senjata, lembaga ini juga punya kewenangan. Semua hal ini didasarkan pada aturan yang ada dalam perundangan. Ini misalnya beda dengan institusi TNI yang hanya punya personel terlatih serta punya senjata, namun tentara tak punya kewenangan seperti polisi. Maka polisi memang kini posisinya begitu kuat,’’ kata Ari Yusuf Amir, kepada KBA News, Rabu pagi, 14 Oktober 2025.
Imbas adanya kewenangan yang begitu besar, maka tidak heran bila pada kenyataannya banyak anggota polisi yang menyalahgunakan. Ini misalnya dipakai sebagai cara untuk mengumpulkan uang. Bahkan yang terakhir polisi terindikasi ikut bermain dalam berbagai ajang politik, seperti pemilu presiden dan pemilu kepala daerah. ’’Polisi kini dilihat masyarakat ikut bermain politik. Ini misalnya dengan adanya sebutan meluas dari piblik dengan istilah Partai Cokelat (Parcok). Akibatnya polisi malah menjadi alat negara yang tidak punya karakter pengabdian kepada masyarakat.”
“Mengapa itu semua terjadi? Jawabnya karena selama ini memang pengawasan terhadap lembaga kepolisian baik secara internal dan eksternal lemah. Ada misalnya lembaga semacam Kompolnas. Tapi ternyata tak punya arti, malah untuk Kompolnas bagi saya lembaga itu tak banyak artinya, dibubarkan saja,’’ kata Ari.
Melalui kajian dan pengalamannya bersinggungan dengan aparat polisi, munculnya berbagai tuntutan evaluasi total kepada Polri saat ini sebenarnya muncul bukan karena ada masalah dalam kurikulum pendidikannya, sistem organisasinya, atau kualitas personilnya. Kekisruhan yang selama ini terjadi karena ada persoalan kepemimpinan dan ketiadaan pengawasan yang ketat kepada lembaga ini.
‘’Sayangnya lagi selama dua masa kepemimpinan terakhir, kedua persoalan ini seperti dibiarkan saja tak tertangani. Bahkan keluasan kewenangan polisi mereka pergunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Yang paling jelas misalnya adalah posisi Kapolri yang dibiarkan dijabat oleh seseorang dalam waktu yang lama. Bahkan tampaknya akan menjadi Kapolri yang paling panjang masa jabatannya dalam sejarah Indonesia,’’ tegas Ari Yusuf Amir.
Lalu apa jalan paling mendasar dalam menyelesaikan masalah di Polri? Ari lebih lanjut menyatakan mau tidak mau keberadaan Polri dalam struktur kenegaraan saat ini harus diubah. Posisi Polri tidak lagi langsung di bawah presiden, namun dipindahkan menjadi di bawah sebuah kementerian. Ini seperti apa yang telah dialami oleh lembaga TNI yang mulai reformasi berada di bawah kementerian pertahanan.
‘’Nah, setelah berada di bawah sebuah kementerian, maka kewenangan dan pengawasan lembaga Polri baru bisa ditata lebih serius lagi. Sebab, tanpa diubah serta terus dibiarkan posisi Polri yang berada di bawah presiden, maka apa pun perubahan yang saat ini akan dilakukan tidak mungkin dapat terjadi dan polisi tetap saja seperti saat ini. Bahkan bisa semakin parah karena berpotensi semakin dalam terlibat dalam permainan politik praktis,’’ tandas Ari Yusuf Amir. (AM)