Daily News | Jakarta – Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Baswedan menyampaikan orasi ilmiah dengan tema ‘Membangun Sinergitas Kolaborasi yang Inklusif: Peran Pendidikan Tinggi dalam Membangun Karakter Bangsa yang Berkontribusi Nyata’ di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (FISIP Unpad), Jatinangor, Jawa Barat, pada Senin, 13 Oktober 2025.
Dalam orasinya, Anies menuturkan, demokrasi Indonesia saat ini sedang diuji baik dalam struktur pemerintah, parlemen, partai, pemilu, maupun di hati masyarakat. Menurutnya, ini merupakan sebuah peringatan bahwa demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
“Ada sinyalemen bahwa demokrasi Indonesia saat ini sedang lelah sesudah berlari kencang pasca reformasi, barangkali bukan demokrasi kita yang lelah tapi manusianya yang mulai berhenti merawat demokrasi,” kata Anies.
Kata dia, jika masyarakat resah melihat politik yang semakin pragmatis, hukum yang bisa ditawar, transaksional dalam aktivitas pemilihan.
Kemudian, ruang publiknya bising tapi yang dibisingkan pembahasannya dangkal, barangkali ini bukan tanda demokrasi gagal tapi ini tanda bahwa mungkin masyarakat tak lagi memperjuangkan makna sesungguhnya atas demokrasi.
Menurut mantan Rektor Universitas Paramadina itu, demokrasi bisa runtuh karena dua faktor yakni adanya intervensi dan ketidakpedulian masyarakat terhadap demokrasi.
“Demokrasi itu bisa runtuh karena ditolak tapi juga demokrasi itu bisa runtuh karena diabaikan, ditolak dengan kekerasan dan lain-lain. Demokrasi itu bisa hilang karena dua, ya digulingkan atau juga perlahan-lahan dibiarkan mengalami pembusukan,” paparnya.
Anies menyampaikan, dalam jurnal yang ditulis oleh Burhanuddin Muhtadi, Eve Alicia Warburton, dan Liam Gammon dengan judul ‘Complacent Democrats: The Political Preferences of Gen Z Indonesians, penelitian tersebut menemukan bahwa Gen Z yang lahir pada era demokrasi menganggap demokrasi sesuatu yang diberikan tidak seperti generasi sebelumnya yang lahir di masa otoriter.
Gen Z ini, lanjutnya, di dalam survei menunjukkan kepuasan tertinggi terhadap praktik demokrasi di Indonesia justru saat kualitas demokrasi sedang menurun.
Mereka memandang demokrasi sebagai sistem yang baik dalam sebuah negara namun, tidak memperlihatkan sikap kritis ketika ada kemunduran demokrasi dan kecenderungan munculnya otoriter.
“Dukungan politik Gen Z adalah pada daya tarik personal bukan pada rekam jejak, bukan pada subtansi, dan kira-kira bukan pada gagasan. Yang penting keliatan menarik, apa yang digagas tidak ditanyakan, apa yang dirancang tidak di pikirkan. Ini fenomena yang sedang terjadi,” tuturnya.
Karena itu, dalam penelitian tersebut menjelaskan perlu ada edukasi yang aktif untuk memperkuat demokrasi.
“Perlu melakukan edukasi yang mendalam terhadap subtansi dan rekam jejak dalam proses memilih kepemimpinan nasional untuk memastikan tidak ada kemunduran demokrasi,” lanjut Anies. (EJP)