Daily News | Jakarta – Ucapan seorang pemimpin “negara akan ambil alih persoalan Whoosh tanpa membongkar fakta fakta yang ada ” bukanlah perkataan seorang negarawan, justru tidak lebih cerminan dari pemimpin yang miskin moral dan penakut.
Begitulah, kata adalah kasta, dan juga adalah senjata. Tingkat seseorang dalam masyarakat ditentukan oleh konsistensinya dalam bertutur kata. Kredibilitas dan integritas seorang pemimpin dapat dilihat dari sejauh mana dia konsisten mempertahankan kata-katanya. Itu sorotan kepada Presiden Prabowo Subianto setelah dia mengeluarkan pernyataan akan menalangi utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh.
Pengamat Kebijakan Publik dan Kebangsaan yang juga Sekjen Front Penggerak Perubahan Nasional (FPPN) Sudrajat Maslahat menyatakan hal itu kepada KBA News, Rabu, 5 November 2025 menanggapi pernyataan Presiden Prabowo dalam acara peresmian Stasiun Kereta Besar Mangarai, Jakarta Pusat, Selasa kemarin. Dia menyatakan, pemerintah memutuskan untuk membayar utang Whoosh kepada China. “Saya tanggung jawab. Tidak usah khawatir. Duit kita banyak, cash-flow kita lancar,” katanya.
Banyak orang yang mempertanyakan pernyataan itu. Bukan pada soal membayar utang yang memang menjadi kewajiban negara tetapi soal korupsi dan mark up proyek tersebut. Menurut peneliti para ahli, proyek itu dimark up hingga 3 kali lipat dari harga sebenarnya yang membuat negara rugi sekitar Rp 73 Triliun. Dia tidak menyinggungnya sama sekali. Padahal dia pernah berucap akan berlaku sagat keras kepada para koruptor. Dia berteriak akan mengejar koruptor sekalipun sampai ke Antartika dan gurun yang jauh.
Dalam kesempatan itu, mantan menantu orang kuat Orde Baru Presiden Soeharto itu menjamin pemerintah akan membayar utang Woosh 1.2 trilyun per tahun selama 60 tahun. Ditekankannya, uang yang tadinya dikorupsi yang sudah daimbil lagi oleh negara, akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat, salah satunya dengan membayar utang Whoosh.
“Duitnya ada. Duit yang tadinya dikorupsi, setelah diambil negara, saya hemat. Enggak saya kasih kesempatan. Jadi saudara saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita. Untuk rakyat semua ” ucapnya yang seperti biasa bergaya kaku dan meledak-ledak.
Menurut Sudrajat, dari ucapan yang disampaikanya terkesan Prabowo ingin melindungi Jokowi dan Luhut. Dia seperti sedang melakoni gaya hidup Jawa, yaitu mikul dhuwur mendem jero (arti harfiahnya: memikul tinggi kebaikan serta memendam dalam-dalam keburukan. Dalam konteks Prabowo, pepatah itu dimaksudkan menutupi aib mantan atasannya, yaitu Jokowi, yang telah memberi jasa memuluskan dirinya jadi presiden.
Pasang badan?
“Hemat saya buktikan dulu uang hasil korupsi Jokowi dirampas oleh negara. Ini kan tidak, jadi wajar jika terkesan Prabowo pasang badan untuk melindungi jokowi. Padahal di sisi lain KPK sedang gencar-gencarnya selidiki kasus Woosh. Sedangkan rakyat berharap biangkerok kasus ini yaitu Jokowi dan Luhut dapat ditangkap. Jokowi sudah dicap sebagai biangkerok persoalan bangsa selama 10 tahun dan telah dinyatakan oleh OCCRP sebagai pemimpin korup. Gunung korupsi Indonesia itu identik dengan diri Jokowi,” kata aktivis Voice of Banten, Ormas yang membela hak-hak rakyat Banten melawan PIK-2 itu.
Tentu saja rakyat banyak yang kecewa dengan gaya presiden seperti ini, terkesan plintat plintut dan omon-omon. Begitu banyak pernyataan Prabowo yang tidak terbukti. Seperti misalnya, akan mengejar koruptor hingga ke Antartika, akan membuat Tim Reformasi Polri yang anggotanya dari luar Polri. Janji untuk ciptakan Lapangan Kerja sebanyak 19 Juta, tidak jelas juntrungannya sampai sekarang.
“Lantas apakah rakyat masih bisa berharap dengan gaya kepemimpinan Prabowo seperti ini ? Dalam pandangan saya, kepercayaan rakyat atas niatan prabowo untuk memberangus koruptor makin menipis walaupun mungkin belum tega mengatakan pupuslah sudah. Rakyat hanya diberikan pepesan kosong, tanpa bobot dan harapan,” kata Alumni FISIP UI itu.
Dia teringat pepatah lama mengatakan bahwa hanya air bersihlah yang bisa membersihkan. Apakah karena Prabowo yang pernah masuk dalam lingkaran setan kekuasaan jokowi yang telah membuat beliau tidak berdaya. Kita tunggu permainan sinetron selanjutnya yang mungkin saja ke depan lebih bombastis tapi hampa tak bermakna.
Ucapan seorang pemimpin “negara akan ambil alih persoalan Woosh tanpa membongkar fakta fakta yang ada ” bukanlah perkataan seorang negarawan, justru tak lebih cerminan dari pemimpin yang miskin moral dan penakut. (AM)



























