Daily News | Jakarta – Jangan sampai pada akhirnya pendukung Prabowo akan berbalik badan. Jangan sampai mereka yang selama ini mendukung Prabowo kemudian berbalik badan. Akibat tidak kunjung ada kejelasan soal kedua hal itu, mereka menjadi antipati dengan mengatakan ternyata Prabowo dan Jokowi sama saja. Pemerintahan ini hanya kelanjutan dari pemerintahan Jokowi jilid tiga
Jurnalis senior dan aktivis Edy Mulyadi mengatakan Prabowo Subianto kini harus tegas menyikapi kondisi penyelenggaraan negara, terutama terkait dengan untutan status bencana nasional terkait banjir Sumatra dan posisi Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo yang tak kunjung diganti. Bila ini terus saja dibiarkan mengambang, maka sangat dikhawatirkan secara pasti akan menggerus para pihak yang selama ini mendukung dan memberikan prasangka yang baik (khusnudzon) kepadanya.
‘’Bila status bencana nasional diabaikan dan kemudian penanganan bencana banjir Sumatra tak segera tuntas, maka rakyat yang terkena bencana seperti rakyat Aceh akan hilang kepercayaannya kepada pemerintah. Ingat pemerintah daerah Aceh sudah meminta bantuan kepada PBB akan turun menangani bencananya yang melanda wilayahnya. Jadi jangan sampai rakyat di sana dikecewakan.’’ Kata Edy Mulyadi kepada KBA News, Rabu 17 Desember 2025.
Yang tak kalah pentingnya dengan soal status bencana banjir Sumatra, Prabowo selaku presiden Indonesia harus segera mengganti posisi jabatan Listyo Sigit dari Kapolri. Hal ini karena tuntutan penggantian Kapolri ini sudah lama disuarakan berbagai pihak namun suara-suara itu tidak diperhatikan.
‘’Ingat ya, jangan sampai mereka yang selama ini mendukung Prabowo kemudian berbalik badan. Akibat tidak kunjung ada kejelasan soal kedua hal itu, mereka menjadi antipati dengan mengatakan ternyata Prabowo dan Jokowi sama saja. Pemerintahan ini hanya kelanjutan dari pemerintahan Jokowi jilid tiga. Jadi jangan sampai hal ini terjadi di mana dahulu Jokowi didukung begitu banyak, tapi kemudian para pendukung utamanya itu berbalik menghantamnya,’’ ujar Edy.
Edy mengingatkan Pilpres 2024 memang dimenangi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Namun faktanya banyak pihak yang yakin bila kemenangan itu diperoleh dengan curang. Curang yang sistematis, massif, dan terstruktur.
“Kemenangan Prabowo di Pilpres 2024 itu banyak dikatakan sebagai buah cawe-cawe Presiden Jokowi. Kemenangan haram yang melibatkan aparat dan birokrasi, yang oleh UU jelas-jelas diperintahkan netral,’’ ujarnya.
Tapi seiring berjalannya waktu, sebagian publik yang marah itu kemudian mulai “memaklumi”. “Mereka berkata sudahlah, faktanya sekarang Prabowo adalah presiden. Dia harus dibantu. Jangan sampai ditelikung oleh Jokowi dan Geng Solonya. Kalau ini terjadi, maka Gibran akan naik lebih awal. Jika ini terjadi, bukan cuma Prabowo yang terpelanting dari kursinya, tapi seluruh negeri dalam bencana amat besar!”
Selanjutnya, banyak pihak yang berusaha terus menimbun husnuzhon (positive thinking) kepada Presiden Prabowo Subianto. Mereka selalu mencari pembenaran atas berbagai sikap dan kebijakan Presiden yang sering tidak masuk akal, misalnya terus memuji Jokowi, mengaku murid Jokowi, serta terang-terangan mengklaim sebagai timnya Jokowi dan berteriak “hidup Jokowi!” saat tuntutan adili Jokowi menggema di seantero negeri.
Harus diingat pula Presiden Prabowo mengambil alih tanggung jawab utang-utang kereta api cepat Woosh. Terus membisu atas skandal ijazah palsu yang memenjarakan warganya. Tidak kunjung mencopot Kapolri Sigit Listyo. Jani reformasi Polri yang menguap. Dan masih banyak lainnya.
Jadi, lanjut Edy, kendati amat banyak tindakan Prabowo yang tak masuk akal, sebagian publik masih saja berprasangka baik dengan mengatakan mungkin Prabowo sedang berstrategi sehingga tindakan kepada Jokowi dan Kapolri harus hati-hati. Tidak bisa dan tidak boleh sembrono. Sebab, taruhannya stabilitas negeri.
“Tapi, ketika Prabowo tak kunjung menetapkan musibah Sumatera sebagai bencana nasional, rakyat mulai berpikir ulang. Kali ini dengan sungguh-sungguh. Lalu, saat Kapolri menerbitkan Perkap nomor 10/2025, pertanyaan yang mengemuka kemudian masih bisakah Prabowo diharapkan?,’’ tandas Edy Mulyadi. (EJP)



























