Daily News | Jakarta – “Saya sendiri setuju dengan Anies agar musibah itu ditetapkan sebagai bencana nasional tetapi pemerintah berkehendak lain. Lebih senang bantuan yang lambat dan tidak perduli bahwa pemerintah Provinsi Aceh sudah minta PBB membantu mereka, karena bantuan pusat terasa lambat.”
Tidaklah berlebihan jika tokoh Penggagas Perubahan Anes Rasyid Baswedan meminta kepada pemerintah untuk meningkatkan status musibah banjir bandang di tiga Provinsi Sumatera yaitu Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat itu sebagai Bencana Nasioanl. Sebab dia sudah mendatangi daerah terdampak banjir di tempat yang paling jauh. Bukan hanya itu, dia juga sudah bermalam di sana. Menyaksikan langsung kehidupan rakyat yang hancur dan sengsara.
Hal itu dikatakan ketua simpul relawan Riau yang juga Ketua DPD Gerakan Rakyat (GR) Kabupaten Bengkalis Riau Aidismen kepada KBA News, Rabu, 17 Desember 2025 menyikapi sebuah video Anies Baswedan datang ke daerah terpencil di Kabupaten Aceh Tamiang. Dia datang berdasarkan rasa kemanusiaan ketika tidak ada seorang pun dari pejabat pemerintah baik Pusat maupun daerah yang bersedia datang ke sana.
Aceh Tamiang adalah daerah yang paling parah terkena dampak banjir bandang yang menerjang pada 25 November itu. Orang sangat susah membayangkan kerusakan di daerah itu. Kita cuma bisa membayangkan betapa dahsyatnya banjir itu. Di mana berserakan lautan kayu yang menghantam apapun dan membuat masyarakat sangat menderita.
Sisa banjir itu sangat menyeramkan. Antara lain terlihat sebuah truk trailer besar nyangkut di atas rumah penduduk. Lalu sebuah truk besar lain menimpa truk dan mobil yang lebih kecil. Bencana seperti itu tidak mungkin dibuat atau disusun oleh tangan manusia kecuali oleh alam yang murka yang menyebabkan banjir bandang dahsyat tidak bisa ditahan lagi.
Masyarakat yang didatangi Anies mengharapkan para pejabat pusat datang ke daerah mereka. Walau pun hanya datang sebentar. Mereka berharap para pejabat itu memberikan empati dan simpati atas nasib buruk mereka. Tetapi tidak ada yang datang. Kabarnya ada menteri Agus Harimurti Yudhoyono yang akan datang tetapi tidak jadi. Sebab dia berkunjung di tempat lain dan langsung pulang ke Medan dan Jakarta.
Anies datang ke daerah itu tanpa canggung. Dia menginap di kamp sederhana yang dibangun penduduk. Mereka bertemu dengan Anies seperti di dalam mimpi. Sebab merasa tidak akan mungkin orang seperti Anies itu bisa menginap bersama-sama penduduk yang fasilitasnya sangat terbatas. Posisi barang tidak karuan, bekas-bekas banjir masih nampak dan malam itu dia tidur bersama penduduk yang sedang kehujanan.
Kondisi yang mengenaskan
Anies bersama penduduk tidur dalam kondisi yang mengenaskan. Tikar yang mereka pakai bukanlah tikar yang dipersiapkan tetapi tikar yang tiba-tiba ditemukan di alam bencana itu. Anies tanpa ragu tidur bersama penduduk. Dia datang bersama beberapa orang kawan. Anies tidur dengan perasaan tenang, teduh dan menyelami bahwa itu situasi bencana yang tengah melanda rakyat di tingkat akar rumput. Anies tidak terlihat pura-pura. Dia tertidur nyenyak hingga menjelang pagi.
Menurut seorang warga, Anies malam itu berbincang dengan penduduk. Masyarakat menyatakan inilah kondisi daerah yang sedang dilanda banjir. Mereka bertanya apakah bapak kerasan di daerah bencana. Anies menjawab bahwa dia memang ingin merasakan kondisi itu. Pada saat malam mulai agak larut Anies naik ke kamp dan tidur bersama penduduk.
Tidak hanya sampai di sana. Penduduk bangun waktu subuh, seorang mengambil wudhu untuk solat. Dia merasa solat sendiri. Begitu selesai solat ketika dia menoleh ke belakang ternyata Anies mengikutinya menjadi ma’mun dalam solat subuh itu. Dia merasakan karunia yang besar sebab seumur hidupnya tidak pernah menjadi imam seorang pejabat apalagi orang sekaliber Anies Baswedan.
Setelah melihat kondisi yang sangat memilu itu, Anies kemudian menyerukan agar Pemerintah menyatakan musibah di tiga Provinsi itu sebagai Bencana Nasional. Penetapan itu sangat penting agar penanganan bisa lebih baik dan bantuan asing bisa masuk serta pemulihan bencana bisa lebih terarah, fokus dan menggunakan APBN secara lebih efektif dan efisien. Tetapi, sayang pemerintahan Prabowo belum merasa perlu menetapkan sebagai Bencana Nasional. Sehingga kesan lambat dan lelet tidak bisa dihindarkan.
“Saya sendiri setuju dengan Anies agar musibah itu ditetapkan sebagai bencana nasional tetapi pemerintah berkehendak lain. Lebih senang bantuan yang lambat dan tidak perduli bahwa pemerintah Provinsi Aceh sudah minta PBB membantu mereka, karena bantuan pusat terasa lambat,” demikian Aidismen. (EJP)


























