PENGOBATAN alternatif kepret ala Sinshe Awi, menarik diulas. Pelbagai penyakit pasien, sukses ditanganinya. Cukup bertangan dingin saat Sinshe Awi menangani dan memulihkan ragam penyakit pasien seperti mulai dari yang paling umum penyumbatan, penyempitan, jantung, stroke berat dan ringan, ginjal, parkinson, vertigo, gangguan pankreas, kantong empedu, kerongkongan, perut, usus halus, dan usus besar.
Bahkan termasuk glucoma, anemia, hemofilia, leukemia, limfoma, dan kanker. Betapapun, Sinshe Awi kerap merendah dirinya bukan orang hebat, melainkan hanya perantara dari izin dan kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Saya ingin memulai dari pengalaman empiris diabetes sendiri, lalu dilanjut ragam kisah sukses pelbagai penyakit pasien-pasien lainnya.
Akhirnya Kumenemukanmu
SAYA penderita diabetes selama 14 tahun, tepatnya sejak tahun 2005. Saya sudah mencoba pelbagai pengobatan medis dan non medis. Nyaris semua rumah sakit terkenal berikut dokter-dokter andalannya, juga sudah saya datangi.
Gula darah memang turun, bergantung dari dosis obat dari dokter. Silakan pembaca mencari rujukan tulisan betapa dosis keras dan obat-obatan kerap ada efek sampingnya dan membahayakan ginjal. Di saat tenang saya pun berpikir, untuk apa gula darah turun, tetapi diabetes tetap digdaya dan ginjal kita rusak dan jantung pun terancam.
Saya pernah makan obat beberapa jenis hingga 3 kali sehari. Akhirnya saya pun bergantung sepenuhnya dengan obat-obat diabetes, baik yang dijual domestik maupun impor. Saat masih di DPR RI, fasilitas kesehatan sangat terjamin dan semua pembiayaan ditanggung lembaga.
Selama 14 tahun penderitaan diabetes, saya nyaris tidak pernah makan nasi. Begitu makan nasi, gula darah saya meroket. Pernah mencapai angka 350 sesudah makan, padahal obat-obat terus dikonsumsi.
Saya juga sudah mencoba obat-obat diabetes diimpor dari Tiongkok. Mencoba pengobatan ala akupuntur juga sudah saya lakukan. Kerap pula menjajal pelbagai ramuan dan pelbagai batang kayu yang direbus dari seantero Indonesia, termasuk yang dari daerah NTB, Papua, dll. Menjajal pula daun-daun khasiat diabetes dari berbagai daerah, termasuk dari kaki Gunung Merapi.
Efektif kah semua itu? Mengkonsumsi itu, jujur saya katakan: Iya. Lho, terus? Nah ini dia… Masalahnya penurunan gula darah saya itu tidak konsisten hasilnya. Di awal memang betul, turun. Tetapi bulan berikut, seperti tidak sakti lagi.
Gula darah saya tetap stabil tinggi. Nyaris frustrasi memang. Belum lagi diet untuk tidak memakan ini-itu, banyak sekali pantangannya. Saya suka guyon begini. Dulu zaman aktifis dan mahasiswa, tak mampu makan enak ke warung Padang, makan tunjang, otak, rendang, gule kakap karena tak ada duit. Kemudian setelah bekerja dan mampu membeli makanan seenak apapun, justeru dokter melarang keras. Apesnya…
Suatu waktu seorang teman berujar, dirinya sangat gembira karena baru sembuh dari sakit lengan hingga bahu. Ia mengeluhkan tangannya sakit jika diangkat. Patra M Zen, nama teman lama yang kini sudah jadi lawyer terpandang ini bilang dirinya hanya sekali datang ke praktik Sinshe Awi di Pluit. Langsung sembuh. Pengobatannya bagaimana? Dikepret, katanya. Yakni memukulkan telapak atau punggung tangan Sinshe ke tubuh pasien.
Menarik juga tekniknya: kepret. Saya perna mencoba pelbagai ahli pijat termasuk refleksi, yang sakitnya minta ampun. Disetrum-setrum pun saya sudah pernah, demi menyembuhkan diabetes kesayangan’ ini. Lha ini ada teknik kepret. Guyon kah dia? Tetapi sosok Patra, teman lama ini, meyakinkan saya. Rasanya teman yang mantan aktivis, pembela hukum wong cilik hingga korporat besar, ini tidak pernah asal-asalan atau bercanda ngawur. Apalagi dia menceritakan pengalaman keluhan penyakit dan kesembuhan dirinya sendiri. Yakinlah saya.
“Sinshe Awi mengkepret-kepret lengan dan tubuh saya, sekira dua menit. Tidak sakit. Sudah gitu saja. Selesai dikepret, tangan saya langsung enakan dan tidak pernah sakit lagi hingga sekarang,”kata Patra.
Waah, luar biasa. Ajaib sekali. Menyembuhkan penyakit lewat kepret. Saya tanyakan Patra, penyakit apa saja yang biasa ditangani Sinshe Awi, teman saya ini angkat bahu. Dia tidak tahu persis. Yang pasti beragam, dugaannya, termasuk penyakit dalam, internis.
“Coba saja, bung. Mungkin serasih, cocok,” kata Patra singkat dan me-whatssap kartu nama berisi alamat Pluit Muara Karang dan nomor telepon praktik Sinshe Awi.
Saya penasaran ingin mencoba. Mana tahu kali ini menemukan kecocokan dan bisa atasi diabetes yang membandel ini. Beberapa hari kemudian saya pun datang, pagi, sekitar jam 9. Saya lihat sudah banyak pasien berdatangan. Kakek dan nenek, orang-orang tua. Anak-anak dan remaja juga ada. Laki dan perempuan. Kondisi fisik para pasien, sekilas sudah memperlihatkan penyakit yang ditangani Sinshe Awi. Ada pasien yang datang dengan kondisi fisik di kursi roda, berjalan pincang, dipapah bahkan digendong. Ada yang tangannya bergetar terus. Ada yang wajahnya tampak tidak simetris. Ada juga yang datang dalam keadaan masih diinfus. Keadaan tubuh mereka dan jawaban orang yang memapah dan membawa para pasien itu, penyakit popular semua. Paling umum penyumbatan, penyempitan, jantung, stroke berat dan ringan, ginjal, parkinson, vertigo dan banyak lagi termasuk juga diabetes!!!
Usai saya daftar nama ke meja staf Sinshe, saya diberikan amplop merah. Pasien silakan isi dengan jumlah uang berapa saja, tidak bertarif. Dengan amplopnya yang sangat tipis dan kecil, muat hanya selembar uang, itu sudah memperlihatkan Sinshe ini tidak komersil. Nanti di bagian lain saya ceritakan detail soal ini.
Sambil menunggu panggilan, saya manfaatkan berbicara dengan para pasien lain. Pertanyaan saya umum, lagi sakit apa dan sudah berapa lama ditangani Sinshe Awi. Setiap pasien membawa kisah unik sendiri-sendiri. Ada yang hanya’ terpeleset di depan mini market, kena tulang ekor, langsung lumpuh total.
Saya mendengar ceritanya saksama.
Mengerikan sekali. Tetapi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa senantiasa hadir dan memberikan kemudahan dan keajaiban bagi hambanya. Betapa tidak. Kini anak muda belum 30 tahun ini, sudah bisa berjalan dengan bantuan tongkat kruk. Bahkan sudah bisa dibonceng naik sepeda motor, biasanya dikemudikan langsung ayahnya.
“Dari lumpuh total, Oom. Hingga kemudian tidak bisa bergerak di kursi roda lalu berangsur bisa pakai kruk dan dibonceng naik motor,”katanya, dengan senyum mengembang.
Sinshe Awi tidak memberikan pemuda itu ramu-ramuan obat, pil, tablet atau bentuk obat apapun. Diapain saja Anda?
“Ya, dikepret, Oom. Semua pasien juga begitu pengobatannya kan, dikepret,”jelasnya.
Ragam pasien, ragam derita, ragam respon perubahan kebaikannya. Ada yang datang dari Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, bahkan manca Negara. Dari kendaraan yang datang, banyak dari kalangan the haves, wong sugih. Tetapi wong cilik juga ada, namun tidak banyak.
Sesi pertama yang masuk ke ruangan praktik, perempuan. Jumlahnya sekitar 20 orang, sekaligus. Sesi berikutnya lelaki, berikutnya lelaki, dan seterusnya kemudian bergantian.
Begitu giliran lelaki dipanggil, sesuai daftar antre, ada sekitar 20-an orang langsung masuk ruangan praktik Sinshe Awi. Saya lihat semua pasien sudah membuka pakaiannya, seperti sudah terbiasa. Sebagian memakai celana boxer saja. Ada juga beberapa yang saat datang sudah dengan celana pendek. Sinshe Awi mensyaratkan pasien pakai celana pendek, supaya sentuhan kepretnya pas. Juga melihat dari warna, bentuk dan keadaan tubuh pasien, Sinshe Awi lebih mudah mengetahui kondisi.
Jadi di dalam ruangan kecil itu, semua pasien, mau tokoh besar, politisi kondang, selebritas, penyanyi kondang senior hingga muda, pengusaha besar, tokoh raksasa media, produser film kenamaan, tokoh terpandang, jabatan tinggi perusahaan besar bahkan lembaga Negara, sama rata sama rasa. Kalau saya tuliskan nama mereka, publik pasti mengenali semua. Wong politisi terkuat dan tertinggi, negarawan Tanah Air juga berobat di sini, kok. Mungkin jika saya sebut nama-nama mereka, pembaca makin terpana.
Namun di tempat Sinshe Awi, semua tidak ada bedanya. Diperlakukan sama. Egaliter. Pria wajib posisi dada terbuka. Siapa pun Anda, sekonglomerat apapun pasien, atau apapun pangkat dan kedudukan Anda. Tanpa diskriminasi.
Begitulah. Pria telanjang dada dan cuma pakai celana boxer atau maksimal celana pendek di atas dengkul. Kalau perempuan, tetap memakai baju dan celana, sesuai standard kepantasan. Khusus untuk kaum hawa, dua asisten perempuan membantu pasien perempuan dalam mengatur duduk, berdiri pasien.
Satu persatu pasien dikepret Sinshe. Yang menggunakan kursi roda atau digendong, kerap mendapat prioritas pertama ditangani. Tidak ada pasien keberatan karena dilewati mereka.
Sinshe cepat sekali mengkepret. Gerakannya kadang pelan teratur ke lengan, dada, perut, paha, kaki, leher, hidung, kepala hingga telapak kaki pasien. Ada yang cuma dalam posisi duduk saja dikeperetnya. Ada yang lanjut berdiri. Ada pula yang lanjut dikepret dalam keadaan berbaring. Ada yang kepretan pendek jarak sejengkal antara tangan Sinshe dan bagian tubuh pasien. Bisa dibayangkan pelannya.
Hingga yang kepretan panjang, semacam full swing. Yang seperti posisi pukulan backhand tangan Sinshe, juga ada. Macam-macam memang. Tangan Sinshe seperti bergerak sendiri, teratur menyentuh tubuh-tubuh pasien.
Giliran saya. Mendadak saya tersadar. Semua seperti tiba-tiba dan cepat. Padahal saya antre jauh dari belakang, mustinya mental sudah lama siap. Saya diminta duduk. Ngga sempat omong apapun. Lengan, dada, dan kepala saya dikepret. Tidak lebih dua menit. Sakit? Sama sekali tidak. Yang saya rasakan pandangan mata saya jadi lebih terang. Namun yang lain-lain biasa saja. Setelah beberapa kali datang, saya merasakan perubahan positip lain. Bukan hanya mata yang jadi lebih terang, juga kepala dan badan rasanya enteng dan fresh.
Suatu waktu, saat Sinshe break, seorang lawyer papan atas dan juga tokoh penting parpol mengenalkan saya ke Sinshe Awi. Sinshe bertubuh bugar bersahaja kelahiran 1967 ini langsung menyebut pelbagai penyakit dan kondisi kesehatan saya. Ternyata walaupun saya tidak sampaikan, Sinshe Awi sudah tahu apa saja penyakit di tubuh saya. Semua serba pas. Dalam hati saya, Sinshe Awi sudah tahu penyakit orang, cukup hanya melihat mata, tatapan, warna dan kondisi fisik yang bisa dilihat, kasat mata.
Maka setiap hari saya datang, kecuali Senin libur tetap ataupun libur pribadi Sinshe. Beberapa tanggal merah kalender, Sinshe Awi tetap praktik. Setiap hari saya dating, saya selalu menyempatkan diri untuk bisa menyapa dan berbicara dengan Sinshe ataupun para pasien lain yang sudah kenal dekat dengan Sinshe Awi.
Setelah dua bulan ditangani Sinshe Awi, saya diminta mengurangi separo konsumsi obat-obat diabetes saya. Lalu saya diminta mulai mengonsumsi gula dan makan nasi. Hah, nasi, makanan utama orang Indonesia yang sudah 14 tahun tidak saya makan? Bukankah gula dan nasi adalah pantangan diabetes paling keras semua dokter?
“Iya, makan lah nasi. Nah ini ada jagung rebus, ini dulu makan,”kata Sinshe.
Seorang jenderal senior dan tokoh-tokoh top di situ, senyum melihat saya kikuk. Sudah kau makan saja, aman itu, itu dari Sinshe, kata Bang Jenderal ini.
Prosesi makan nasi setelah absen 14 tahun, kikuk juga. Pertama kali begitu nasi masuk ke mulut dan dproses pengunyahan berlangsung, rasanya nikmaaaat sekali. Nasi pulen, di makan panas-panas. Malamnya saya cek, gula darah saya dalam kisaran 150. Kaget betul saya. Porsi obat dikurangi 50 persen, lalu makan jagung, minum gula, makan nasi sudah dua kali, gula darah saya sudah turun.
Sama dengan kekagetan saya, ketika kali pertama dikepret, gula darah saya turun 200 poin, menjadi 100-an saja. Apakah ini temporer? Tidak. Saya kini tetap makan nasi dan menghilangkan pantangan-pantangan sebelumnya, serta obat dikurangi. Posisi gula darah saya stabil normal.
Alhamdulillah. Terimakasih Tuhan. Akhirnya Ku Menemukanmu, seperti judul lagu Naff, maksudnya, kepret jadi medium menghandle diabetes akut ini. Khusus soal diabetes, pengobatan medis, ramuan alternative bertumpu pada menurunkan gula darah, sehingga kondisi turun namun cepat naik lagi. Dari Sinshe Awi, yang dihajar’ atau difokuskan adalah memperbaiki organ pankreas kita. Efeknya, gula darah menjurus stabil normal, dan lebih permanen.
Banyak juga pasien diabetes di-handle di Sinshe Tapak Suci ini. Bahkan level parah mereka berkali lipat di atas saya. Ada yang sudah diperintahkan dokter untuk operasi. Ada yang kakinya sudah disarankan potong. Bahkan seorang pasien, nenek berusia kepala 6, gula darahnya mencapai 950. Insulin terus. Sudah berobat hingga keluar negeri. Nyaris frustrasi. Sampai akhirnya menemukan Sinshe Awi. Kini dia sudah tidak mengonsumsi obat apapun. Sembuh. Kuncinya: kepret dan keikhlasan hati.
Banyak sekali penyakit yang sembuh lewat Sinshe Awi. Termasuk yang separah kanker prostat, kanker darah, leukemia.
“Bukan saya, pak. Itu anugerah, itu dari Tuhan,”kata Sinshe Awi, setiap merespon pasien memuji dan mensyukuri ke dirinya. (ramadhan pohan)