Daily News | Jakarta – Bila Sukarno punya ambisi Manipol Usdek untuk satukan kekuatan politik, Prabowo punya Danatara untuk satukan kekuatan ekonomi.
Maka, aktivis dari Indonesia Democracy Monitor (InDemo), Agusto Sulistio, mengingatkan baik Manipol Usdek maupun Danantara lahir dari kebutuhan untuk mengarahkan bangsa menuju visi tertentu. Akibatnya, bila salah langkah dan hanya memenuhi ambisi politik penguasa dan kelompok tertentu maka akan terjebak dalam kegagalan.
”Dahulu di tahun 1960-an, Presiden Sukarno menggagas ‘Manipol Usdek’ (Manifestasi Politik Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Tujuannya, sebagai usaha dalam konteks pasca-kemerdekaan khusunya pada penyatuan ideologi dan arah politik. Sementara itu, Danantara hadir di era modern. Presiden Prabowo punya tujuan bahwa Danatara untuk mengoptimalkan aset negara dan mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui pengelolaan investasi yang profesional,” kata Agusto kepada KBA News, Kamis sore, 27 Februari 2025.
Namun, bila dikaji dari pengalaman dan tujuan, baik Manipol Usdek dan impian Manipol implementasi keduanya aka sangat bergantung pada transparansi, tata kelola yang baik, dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat. ”Sejarah Manipol Usdek mengajarkan bahwa tanpa elemen-elemen tersebut, inisiatif sebaik apa pun dapat menghadapi hambatan dalam pelaksanaannya. Dan kini juga dalam Danatara menyatukan berbagai kepentingan ekonomi disatu genggaman kekuasaan jelas akan banyak tantangan.”
“Sebagai bangsa, penting bagi kita untuk belajar dari masa lalu dan memastikan bahwa setiap langkah strategis yang diambil selalu berpijak pada prinsip-prinsip good governance dan partisipasi aktif masyarakat. Hanya dengan demikian, visi besar seperti Manipol Usdek dan Danantara dapat benar-benar membawa manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebabm meskipun lahir dalam konteks sejarah yang berbeda, keduanya mencerminkan upaya pemerintah dalam mengarahkan bangsa menuju visi tertentu, ” ujarnya.
Alhasil, lanjut Agusto, ketika melihat gaya dan semangat Presiden Prabowo berpidato pada peluncuran Danatara, dirinya seperti mengingat kembali sosok Presiden Sukarno yang pada 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno menyampaikan pidato berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang menjadi dasar lahirnya Manipol Usdek. Danatara juga terlihat punya semangat tak jauh dari itu yakni mengabdi pada tujuan kemajuan dan kemakmuran bangsa.
”Tapi faktanya kemudian terbukti tak seindah impiannya. Implementasi Manipol Usdek memang membawa perubahan signifikan dalam struktur pemerintahan dan kehidupan masyarakat Indonesia. Namun, pada saat yang sama sentralisasi kekuasaan ini juga muncul dan memicu kritik terkait otoritarianisme dan pengekangan kebebasan berpendapat. Tujuan yang diharapkan tak kunjung datang,” ungkap Agusto.
Alhasil, bila kemudian melompat ke tahun 2025, Danarara di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, juga bertujuan tak kalah mulia dengan Manipol Usdekn-nya Sukarno. Hal itu adalah untuk mengelola dan mengoptimalkan aset negara, khususnya yang berada di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan modal awal sebesar 1.000 triliun rupiah, ”Prabowo berharap adanya Danantara diharapkan dapat meningkatkan efisiensi BUMN dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8%.”
”Tak beda dengan Manipol Usdek, pembentukan Danantara juga memicu perdebatan sengit terkait potensi intervensi politik dan risiko tata kelola. Itu semakin seru mengingat sejarah Indonesia dalam hal transparansi dan korupsi begitu merajalela,” kata Agusto.
Tak hanya itu, Danatara saat ini di depan mata terpampang kenyataan soal penegakan hukum yang lemah sehingga memperburuk situasi. Belum lagi bermunculannya berbagai peraturan-peraturan yang justru memberi angin segar bagi pelaku korupsi. Aspek fundamental dari reformasi birokrasi dan kelembagaan pun belum tersentuh secara optimal.
“Dalam konteks ini, keberhasilan Danantara sangat bergantung pada komitmen pemerintah untuk memperkuat tata kelola yang baik, transparansi, dan penegakan hukum yang tegas. Tanpa upaya serius dalam memberantas korupsi dan memastikan integritas dalam pengelolaan investasi, inisiatif seperti di Manipol Usdek atau di masa kini Danantara sangat berisiko kehilangan kepercayaan publik, kemajuan ekonomi, dan investor, serta gagal mencapai tujuan mulainya,” tegas Agusto Sulistio. (AM)
Discussion about this post