Daily News | Jakarta – Seorang ibu berinisial EN (34) mengakhiri hidupnya karena masalah ekonomi di rumahnya di Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Jabar), Jumat, 5 September 2025 dini hari. Tak hanya itu, EN diduga terlebih dahulu membunuh dua anaknya sebelum tindakan miris tersebut.
Kasus itu menuai atensi banyak banyak. Salah satunya dari sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Syaifudin. Ia menyampaikan, dari kacamata disiplin ilmunya, peristiwa ini mencerminkan kerentanan struktural dalam ekonomi rumah tangga, ketimpangan peran gender, serta lemahnya dukungan sosial dan kebijakan negara.
Ia menyinggung salah satu persoalan ekonomi di masyarakat adalah misalnya tentang masalah utang seperti yang juga dialami oleh EN di Bandung tersebut. Kata dia, masalah utang dalam keluarga miskin sering kali menjadi “lingkaran setan” yang sulit diputus.
Utang, menurutnya, bukan sekadar masalah individu, tetapi juga bagian dari struktur ekonomi yang tidak adil. Di mana rendahnya upah, terbatasnya akses lapangan kerja formal, serta penetrasi lembaga keuangan informal seperti rentenir, pinjaman online, yang menjerat keluarga rentan menjadi beberapa faktor “lingkaran setan” ini.
Syaifudin menjelaskan, dalam teori anomie, kondisi di mana norma sosial gagal mengatur kebutuhan dan aspirasi menyebabkan individu merasa terjebak tanpa jalan keluar. “Utang yang menumpuk menimbulkan tekanan psikologis ekstrem bagi EN, membuatnya merasa tidak memiliki alternatif selain jalan tragis berupa bunuh diri,” katanya kepada KBA News, Senin, 8 September 2025.
Kasus ini juga memperlihatkan gendered burden. Meski sumber masalah berasal dari utang ekonomi, beban emosional dan tanggung jawab rumah tangga jatuh kepada istri. Perempuan dalam keluarga kelas bawah sering berperan sebagai shock absorber yang menyerap tekanan ekonomi dan sosial.
Tindakan EN yang melibatkan anak-anaknya dapat dibaca sebagai bentuk maternal altruistic filicide, yaitu persepsi keliru bahwa anak akan lebih baik “ikut bersamanya” daripada menghadapi masa depan penuh kesengsaraan.
Kasus ini juga menyingkap lemahnya jejaring sosial dan solidaritas komunitas. Lingkungan tempat tinggal yang semestinya memiliki ikatan sosial kuat seperti gotong royong, arisan, PKK, posyandu.
Tetapi individualisasi dan krisis ekonomi sering membuat penderitaan keluarga rentan tidak terbaca oleh tetangga atau lembaga lokal. “Dalam perspektif sosiologi, hal ini menunjukkan defisit social capital, di mana masyarakat gagal menjadi ‘penyangga’ terhadap krisis individu,” ujarnya.
Himpitan ekonomi
Pemberdayaan ekonomi perempuan melalui akses modal produktif mikro, pelatihan usaha, dan koperasi untuk mengurangi ketergantungan pada pinjaman informal. #kbanews
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Syaifudin mengomentari kasus bunuh diri yang terjadi di Kampung Cae, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Jabar), Jumat, 5 September 2025 dini hari.
Kasus yang dimaksud adalah seorang ibu berinisial EN (34) mengakhiri hidupnya karena masalah ekonomi. Tak hanya itu, EN diduga terlebih dahulu membunuh dua anaknya sebelum bunuh diri.
Syaifudin mengatakan, negara harus hadir untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dialami oleh rakyat sehingga kasus serupa tidak terjadi lagi.
“Kasus ini menegaskan perlunya intervensi negara yang lebih kuat dalam melindungi keluarga rentan dari jeratan utang dan tekanan sosial-ekonomi,” katanya kepada KBA News, Senin, 8 September 2025.
Syaifudin mengatakan, ada 7 langkah strategis yang bisa diambil oleh pemerintah. Pertama, perluasan jaring pengaman sosial seperti bansos, subsidi pangan, bantuan tunai bersyarat, bagi keluarga dengan beban utang berat.
Kedua, pemberdayaan ekonomi perempuan melalui akses modal produktif mikro, pelatihan usaha, dan koperasi untuk mengurangi ketergantungan pada pinjaman informal.
Ketiga, penyediaan layanan konseling keluarga di puskesmas dan posyandu dengan melibatkan psikolog komunitas. Keempat, program literasi kesehatan mental untuk mengurangi stigma mencari bantuan.
Kelima, pengetatan regulasi terhadap rentenir dan pinjaman online ilegal yang kerap menjerat keluarga miskin. Keenam, revitalisasi peran lembaga desa/RT/RW, PKK, dan lembaga keagamaan dalam mendeteksi dini keluarga bermasalah.
“Ketujuh, membangun early warning system sosial, misalnya melalui program kader sosial desa,” ujarnya. (DJP)