Daily News | Jakarta – Slogan Menkeu Purbaya akan bawa rakyat kaya bersama, itu perlu dielaborasi dengan tindakan nyata melalui seperangkat kebijakan nasional demi kepentingan rakyat bukan demi asing dan oligarki.
Begitulah, selama 10 tahun pemerntahan Jokowi dan ditambah setahun masa Prabowo, perekonomian rakyat belum membaik. Ada kesan keduanya abai memperbaiki sektor riel yang beakibat pada tidak berubahnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Lapangan dan kesempatan kerja susah, mencari uang juga sulit dan harga-harga barang mahal.
Pengamat ekonomi senior dari Universitas Indonesia (UI) Watch Hasril Hasan menyatakan hal itu kepada KBA News, Rabu, 12 November 2025, menyikapi ekonomi nasional yang belum begitu cerah. Walaupun Presiden Prabowo dalam beberapa kesempatan menyatakan keadaan sudah membaik tetapi rakyat pada umumnya merasa bahwa kondisi ekonomi sekarang ini tidak lebih baik dibandingkan dengan masa Jokowi.
“Ekonomi itu sederhana yaitu tentang arus uang dan arus barang. Selama ini terlihat yang diutak–atik hanya uang saja. Sektor barang atau riel bagai terpinggirkan. Sekto riel yang mana? Kalau kita tarok uang itu alokasinya di tempat yang salah tidak beranak dan berkembang itu uang. Ini membuat uang dan barang tidak saling mendukung untuk kemajuan ekonomi nasional,” kata alumni Fakultas Ekonomi UI tahun 1967 itu..
Kalau kita mau jujur, yang paling gampang dalam sektor riel itu sebaiknya difokuskan kepada masalah pertanian. Karena mayoritas kita adalah petani dan nelayan. Mestinya sektor itu yang digarap karena menyangkut hajat hidup rakyat banyak. “Saya punya tiga orang pembantu di rumah. Mereka berasal dari desa. Saya tanya mengapa mereka merantau ke kota. Karena di desa pekerjaan tidak ada. Pertanian tidak menjanjikan.”
Kita jujur seharusnya setuju dengan Menkeu Purbaya Yudha Sadewa. Bahwa ada duit negara yang nganggur yang tidak dikelola secara produktif. Juga ada potensi alam yang tidak digarap seperti penemuan ladang minyak dan gas di Aceh senilai 700 Milyar dolar AS. Itu dibiarkan saja belum digarap secara cepat.
“Saya respek dengan Purbaya yang berani menyatakan kinerja Menkeu sebelumnya tidak benar dan tidak tepat sasaran. Menkeu sebagai kasir negara cuma disuru-suru presiden dari Solo untuk sekadar membayar. Sebagai seorang doktor ekonomi, Sri Mulyani tidak mempunyai harga diri. Katanya Menkeu terbaik di dunia kok mudah saja tunduk kepada Mister Plongah-plongoh dari Solo itu,” kata mantan direktur Tapperware, perusahaan alat-alat rumah tangga dari AS itu.
Gebrakan luar biasa
Dia juga menilai bahwa Menteri Pertanian Amran Sulaiman membuat gebrakan yang luar biasa tetapi kemudian berhadapan dengan oligarki yang bermain di sektor itu. Dikatakannya, Amran harus berani melawan semua itu. Contohlah Pak Harto yang dengan latar belakang anak petani berhasil mencapai prestasi spektakular yaitu mencapai swasembada beras nasional pada 1984 yang diakui oleh Badan Pangan Dunia (FAO).
“Kenapa Pak Harto bisa berhasil? Dia mau belajar dari sektor pertanian. Di samping itu dia berambisi memodernisasi sektor pertanian dengan jalan memberikan kesempatan kepada ahli pertanian seperti gurubesar di beberapa perguruan tinggi negeri untuk mengembangkan teori dan teknologi pertanian. Apa yang dilakukan Pak Harto itu tidak bisa dilakukan lagi oleh para penerusnya. Habibie mungkin bisa meniru jejak sukses Pak Harto tetapi masa pemerintahannya sebentar dan terus diganggu oleh lawan politiknya.
Sayangnya, kata mantan Direktur Perusahaan minyak asing itu, di masa Jokowi sektor pertanian hancur. Dia tidak peduli dengan infrasturktur pertanian seperti bendungan, waduk, irigasi dan hal ikhwal pengembangan sektor itu. Dia lebih tertarik memperbanyak jalan tol yang manfaatnya kepada rakyat kecil dan sedikit sekali.
“Dia juga bangun bandara dan pelabuhan yang juga banyak yang kosong tidak terpakai. Puncaknya dia bangun IKN untuk ibukota baru pengganti Jakarta di Kalimantan. Sayangnya, itu juga bukan kebutuhan dasar yang sekarang juga menunjukkan mangkrak. Pemerintahan Prabowo tidak menganggap penting pemindahan ibukota itu. Dia enggan mmbelanjakan duit negara untuk meneruskan ambisi tidak jelas Jokowi itu,” nilainya.
Jokowi itu tidak pernah berpikir strategis dan berpandangan ke depan. Dia cuma melihat jangka pendek dan cepat menguntungkan, terutama bagi diri sendiri dan keluarganya. Hampir sebagian besar kebutuhan pokok rakyat dilakukan lewat impor, seperti beras, kedelei, terigu. Bahkan garam pun kita impor. Kita tidak bisa berharap dari Presiden tanpa visi dan misi itu. Selama 10 tahun dalam pemerintahan, Jokowi cuma memperbanyak impor dan menambah utang.
Pemerintahan Prabowo harus mengubah pendekatan yang dilakukan Jokowi. Dia harus menggerakkan sektor riel sehingga akan banyak rakyat yang makmur dan sejahtera. Slogan Menkeu Purbaya akan bawa rakyat kaya bersama, itu perlu dielaborasi dengan tindakan nyata melalui seperangkat kebijakan nasional demi kepentingan rakyat. (EJP)




























