Daily News | Jakarta – Anies Baswedan bersua dengan Pita Limjaroenrat dalam forum ASEAN for the Peoples Conference. Ia adalah pemimpin Move Forward Party di Thailand. Partai anak muda yang sempat menang pemilu tapi kemudian dijegal, mengguncang politik negerinya, dan menjadi sorotan dunia.
“Move Forward menunjukkan bahwa partai anak muda bisa tampil sebagai kekuatan politik nyata, berani membawa agenda perubahan di tengah sistem yang mapan,” kata Anies, dikutip KBA News dari Instagram resminya, Senin, 6 Oktober 2025.
Dalam forum ASEAN for the Peoples Conference tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku sempat ngobrol bersama Pita dan Dino Patti Djalal tentang demokrasi, peran anak muda, dan teknologi digital.
“Generasi muda dengan akses digital adalah motor perubahan, mereka yang menjaga agar demokrasi tetap hidup, kritis, dan terbuka bagi semua,” ujarnya.
Tentang Pita Limjaroenrat
Pita Limjaroenrat lahir 5 September 1980. Ia memiliki garis keturunan politisi. Ia merupakan keponakan dari Padung Limjaroenrat, orang dekat dari mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Ayahnya, Pongsak, adalah penasihat Kementerian Pertanian, dikutip dari First Post.
Setelah menyelesaikan sekolah dasarnya di Bangkok, ia pindah ke Selandia Baru untuk sekolah keduanya dan kemudian menjadi siswa Thailand pertama yang menerima beasiswa siswa internasional dari Harvard University.
Pita Limjaroenrat tak jadi menjadi Perdana Menteri Thailand meskipun partainya yakni Move Forward Party, memenangkan mayoritas suara dan kursi di parlemen dalam pemilihan 2023. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang janggal.
Antara lain seperti, pertama, karena Thailand memiliki sistem pemerintahan yang mana Senat yang dipilih oleh militer memiliki kekuasaan besar dalam memilih Perdana Menteri.
Kedua, kekuasaan Senat. Dimana, Senat yang dipilih oleh militer dapat memveto pilihan rakyat dalam memilih Perdana Menteri. Dalam pemilihan 2023, Pita Limjaroenrat memerlukan 376 dari 750 total suara untuk menjadi Perdana Menteri, tetapi tidak mencapainya karena Senat lebih mendukung kandidat lain.
Ketiga, tantangan hukum. Pita Limjaroenrat juga menghadapi tantangan hukum, yang dapat membuatnya disebut tidak memenuhi syarat untuk menjadi Perdana Menteri.
Keempat, Konstitusi Thailand yang berlaku saat ini memberikan kekuasaan besar kepada Senat dan militer dalam menentukan pemerintahan. Hal ini membatasi kemampuan partai-partai progresif seperti Move Forward Party untuk membentuk pemerintahan.
Dengan demikian, meskipun Move Forward Party memenangkan pemilihan, Pita Limjaroenrat tidak dapat menjadi Perdana Menteri karena faktor-faktor yang janggal tersebut. (HMP)